Minggu, 01 Desember 2019

Waspada Cashback Factor (2)

Dalam artikel sebelumnya telah dibahas tentang Latte Factor dan E-wallet factor yang kemudian menyebaban terjadinya Cashback Factor. Bahwasanya kedua faktor di ataslah yang menyebabkan masyarakat banyak berbelanja dan menghambur-hamburkan uang.

Pertanyaannya sebenarnya adalah apa sih yang bisa menyebabkan orang belanja?

Dalam teori perencanaan keuangan keluarga dikatakan bahwa orang berbelanja sejatinya adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka. Permasalahan yang sering terjadi justru orang berbelanja karena memuaskan keinginan mereka.

Ini yang kemudian menyebabkan terjadinya ketimpangan. Banyak orang menjadi boros karena mereka tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Lalu bagaimana cara membedakan antara kebutuhan dengan keinginan agar anda tidak kemudian menjadi boros. Perencana Keuangan Bareyn yang dikenal sebagai Rey menyatakan bahwa ketika kebutuhan tidak terpenuhi maka yang terkena dampak atau "tersakiti" adalah fisiknya, sementara ketika keinginan tidak terpenuhi maka yang terkena dampak atau "tersakiti" adalah gengsinya.

Apabila anda secara disiplin menerapkan rumusan ini, maka sebenarnya tidak sulit bagi anda untuk mengatur pengeluaran dan mengerem belanja anda atau bahkan menghilangkan kebiasaan belanja boros anda.  http://cinemamovie28.com/nice-mother-in-law/

Kembali ke pembahasan tentang e-wallet dan cashback diatas, maka pertanyaan yang kemudian timbul adalah, apa bonus cashback yang selama ini sering didengungkan sebagai bagian dari promo memberikan manfaat bagi anda?

Jawabannya adalah yes, bila anda bisa mengatur dan memanfaatkan cashback tersebut. Segala bentuk promo baik berupa diskon, cashback atau apapun bentuknya akan membeikan manfaat positif dari sisi keuangan apabila anda memang mempunyai kebutuhan untuk membelanjakan uang anda untuk hal tersebut.

Sebagai contoh, beberapa pasar swalayan sekarang sudah bekerja sama dengan e-wallet yang ada sehingga anda juga bisa memanfaatkan cashback dengan melakukan pembayaran dengan e-wallet di pasar swalayan tersebut.

Nah misalnya, anda haus dan harus membeli minuman berupa air dalam botol (kemasan). Minum dan membeli air adalah kebutuhan karena bila tidak dipernuhi maka tubuh anda akan kekurangan cairan (dehydrasi).

Ketika anda membayar minuman yang berharga Rp 3.000-4.000 tersebut dan menggunakan e-wallet dengan program cashback sebesar 30% atau setara Rp 900-1.200, maka sesungguhnya anda sudah mendapatkan manfaat dari promo tersebut, karena yang anda beli adalah suatu kebutuhan.

Akan tetapi apabila anda sedang berjalan di mall dan kemudian melihat spanduk promo cashback yang kemudian menyebabkan anda ingin membeli minuman Boba yang hargaya Rp. 38,000 tersebut, maka hal ini bisa saja termasuk ke dalam pemborosan. Ingat, minum itu adalah kebutuhan, sementara apa yang diminum itu adalah keinginan.

Jadi, apakah cashback menyebabkan boros? Jawabannya ya dan tidak tergantung bagaimana anda menyikapinya. Bila anda membeli kebutuhan, maka cashback tidaklah menjadi boros.

Tapi ketika anda kebanyakan membeli keinginan, maka di situlah terjadi pemborosan (lihat contoh di 3 paragraf di atas).

Bagaimana supaya tidak boros, cek halaman selanjutnya. http://cinemamovie28.com/laskar-pemimpi/

Waspada Cashback Factor (1)

Anda pernah dengan yang namanya latte factor? Pasti tahu dong ya, di mana orang, kebanyakan generasi milenial membuang-buang uang untuk ngopi sore alias kalau di Indonesia dikenal dengan istilah ngopi cantik.

Mengapa ngopi yang puluhan ribu itu kemudian menjadi pembicaraan? Karena ketika saya dulu tinggal di Amerika, harga secangkir kopi itu hanyalah 25 sen atau setara dengan Rp 3.500 saja.

Kalaupun anda duduk di suatu diner (restoran 24 jam untuk sarapan, makan siang dan makan malam), maka harga secangkir kopi tidak lebih dari US$ 1 atau setara dengan Rp 14.000 dan itu pun anda bisa minum kopi sepuasnya alias all you can drink.

Nah ngopi cantik seperti di Starbucks atau Coffee Bean ini kemudian menjadi bermasalah ketika anda harus membayar US$ 5-7 untuk secangkir kopi atau setara dengan di atas Rp 60.000.

Mengapa orang mau membayar mahal 5-7x lipat untuk kopi yang mirip yang ditawarkan dari tempat-tempat terkenal tersebut? Sementara hal ini dilakukan secara rutin setiap hari. Hal inilah yang kemudian memicu lahirnya istilah Latte Factor tersebut.

Sementara dalam artikel sebelumnya saya membahas di Indonesia pun sekarang juga dimulai dengan adanya e-wallet factor. Apa itu e-wallet factor?

Secara sederhana adalah memulai kebiasaan berbelanja dengan menggunakan dompet digital sesuai dengan arahan pemerintah. Permasalahan yang muncul hampir sama dengan latte factor di mana orang-orang, di Indonesia, kemudian justru boros dalam membelanjakan uangnya karena factor kemudian bertransaksi dengan menggunakan dompet digital tersebut.

Bahkan transaksi toko online dan market place pun juga mempermudah proses pembayaran dengan menggunakan dompet digital ini.

Tulisan kali ini akan membahas kelanjutan dari e-wallet factor tadi, saya namakan dengan istilah cash-back factor. Yes, tidak bisa dipungkiri masyarakat di Indonesia dalam kurun waktu satu tahun terakhir sedang tergila-gila dengan yang namanya cash-back dari perbelanjaan mereka.

Cashback adalah sebuah bentuk promosi yang mengiming-imingi masyarakat untuk menggunakan dan berbelanja dengan menggunakan dompet digital, dengan memberikan iming-iming uang kembali (jadinya seperti diskon) kepada pengguna.

Pemberian promo ini dengan maksud agar orang mulai berubah gaya pembayaran uang mereka dari tunai dan transfer serta debit berpindah ke dompet digital. Pertanyaanya adalah apakah metode ini kemudian berhasil? http://cinemamovie28.com/my-little-baby-jaya/

Fakta menyatakan dengan semakin banyak orang mengunduh aplikasi dompet digital menunjukkan minat orang belanja dengan metode ini juga meningkat. Saat ini ada 3 pemain dompet digital besar di Indonesia yaitu GoPay, Ovo dan Dana.

GoPay tidak bisa diukur karena system pembayarannya ada di dalam aplikasi Gojek. Sementara Ovo sudah memiliki lebih dari 10 juta pengunduh sementara Dana pun menyusul di belakangnya juga dengan lebih dari 10 juta pengunduh (angka pasti tidak diketauhi, angka di atas hanya diambil dari Google play per 4 November 2019).

Jadi bisa dibilang kampanye mereka sampai saat ini cukup berhasil. Tapi apakah seberhasil itu? Sementara banyak orang kemudian mengeluh bahwa mereka semakin boros dengan keuangannya karena mereka tidak tahu lagi ke mana uang mereka belanjakan khususnya yang sudah masuk ke dalam dompet digital mereka.

Padahal seperti yang kita ketahui bahwa mencatat pengeluaran akan sangat membantu dalam kita mengelola keuangan. Masalahnya banyak orang yang malas mencatat.

Itulah sebabnya sekarang ada aplikasi yang mempermudah anda mencatat pengeluaran dan mengelola keuangan bisa diunduh disini.

Selain mencatat anda juga penting untuk berinvestasi dan berasuransi. Permasalahan dengan investasi masih banyak orang yang awam. Sementara untuk berasuransi banyak masyarakat yang enggan karena takut dikejar-kejar oleh agen, padahal mereka baru hanya mau tahu berapa besar sih premi yang mereka harus bayarkan.Nah, untuk hal ini ada solusinya, anda bisa cek premi asuransi tanpa takut dikejar-kejar agen melalui aplikasi yang bisa diunduh disini.

Selain itu anda juga bisa belajar dengan mengikuti kelas dan workshop tentang keuangan, infonya bisa anda dapatkan dari aplikasi tersebut di atas atau anda bisa cek disini.

Selain itu banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab yang berhubungan dengan cashback dan dompet digital ini seperti:

Apa yang menyebabkan orang belanja?

Apakah cashback bermanfaat?

Apakah cashback menyebabkan boros?

Bagaimana cara mensiasati cashback agar tidak boros?

Hal-hal dan pertanyaan ini akan kita jawab semua di artikel berikutnya. Pantau dan saksikan terus kolom Perencanaan Keuangan yang kami asuh di detikcom ini. https://cinemamovie28.com/king-arthur-and-the-knights-of-the-round-table/