Selasa, 03 Desember 2019

Stafsus Milenial, Lanskap Demografi, dan Visi 2045

Presiden Jokowi baru saja membuat gebrakan. Untuk membantu kerjanya, ia mengangkat tujuh orang staf khusus (stafsus) dari kalangan generasi milenial. Mereka ialah Adamas Belva Syah Devara (Founder dan CEO Ruang Guru), Putri Tanjung (Founder dan CEO Creativepreneur), Ayu Kartika Dewi (Perumus Gerakan SabangMerauke), Andi Taufan Garuda Putra (Founder dan CEO Amartha), Aminuddin Ma'ruf (aktivis kepemudaan, mantan Ketua Umum PB PMII), Gracia Billy Mambrasar (Pendiri Yayasan Kitong Bisa, Duta Pembangunan Berkelanjutan Indonesia), dan Angkie Yudistia (Pendiri Thisable Enterprise, Kader PKPI).

Tentu selain langkah berani, penunjukan stafsus milenial merupakan sejarah baru dalam pemerintahan Indonesia. Karena itu, tak semua orang senang dengan gebrakan Jokowi tersebut. Sebagian pihak memandang pengangkatan kelompok usia langgas dalam lingkaran Istana hanyalah gincu politik. Namun sebagian lain memuji langkah Presiden Jokowi karena selain dinilai dapat membawa ide baru dan segar sesuai kebutuhan zaman, penunjukan stafsus milenial juga membuat puluhan juta kelompok milenial di Indonesia merasa mendapatkan angin segar.

Artinya, siapapun orangnya, meskipun masih muda, asalkan punya prestasi membanggakan maka bisa masuk gelanggang pemerintahan. Kondisi tersebut secara tidak langsung dapat membuka kran penyumbat sirkulasi kepemimpinan yang selama ini pekat aroma oligarki, sehingga prinsip the right man and on the right place diharapkan dapat menjadi bandul utama dalam mengelola sebuah negara.

Lanskap Demografi

Secara esensial, menurut hemat saya, pelibatan kelompok milenial dalam lingkaran pemerintahan punya argumentasi cukup kuat. Alasan pertama ialah untuk menjawab tantangan demografi, di mana saat ini lanskap masa depan Indonesia berada di tangan generasi milenial. Indonesia pada tahun 2020-2035 akan menghadapi bonus demografi, yakni ledakan penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan mencapai 70 persen.

Di sisi lain, berdasarkan data Bappenas, Indonesia saat ini memiliki sekitar 90 juta penduduk Indonesia berkategori milenial. Artinya, kehadiran stafsus milenial diharapkan mampu menjembatani sang Presiden untuk memahami sekaligus merespons berbagai tantangan secara aktual yang terjadi pada generasi milenial. Hal itu penting supaya orientasi pembangunan pemerintahan Jokowi periode kedua mampu menempatkan generasi milenial sebagai peluang untuk mempercepat kemajuan bangsa, bukan justru sebaliknya.

Alasan kedua ialah untuk menjawab tantangan kecepatan. Ini penting karena di era revolusi industri 4.0, tantangan kompetisi global bukan lagi negara besar menguasai negara kecil, namun negara cepat mengusai negara lambat. Revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan badai disrupsi teknologi telah mendorong laju dunia industri dan kompetisi dunia kerja bergerak sangat cepat, tidak linear, dan tak terprediksi.

Saking cepatnya laju industri, lembaga riset McKinsey memprediksi bahwa revolusi industri 4.0 akan mendorong pergeseran sekitar 30% pekerjaan. Indonesia pada tahun 2030 pun diprediksi akan kehilangan sekitar 23 juta pekerja. Selain itu, dalam laporan World Economic Forum's (WEF) juga disebutkan bahwa perkembangan supercepat dari teknologi otomasi dan kecerdasan buatan dalam lingkungan kerja bakal menggusur 75 juta pekerjaan, sambil menambah 133 juta pekerjaan dengan peran baru di 2022.

Tentu di tengah jumlah pengangguran pada 2019 (data BPS) yang hampir menyentuh angka 7 juta orang, maka prediksi McKinsey dan WEB di atas dapat menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa. Apalagi harus diakui, daya saing tenaga kerja di negeri ini masih lemah. Sebagai contoh, berdasarkan data BPS 2017, tingkat pendidikan bagi angkatan kerja di Indonesia masih didominasi lulusan SD(42,23%), lulusan SMP (18,16%), lalu SMA (16,48%), SMK (10,87%), Diploma (2,95%), dan baru Universitas (9,31%).

Nasihat BPIP untuk Billy Mambrasar yang Tersandung #StafsusRasaBuzzeRp

Staf Khusus Presiden Jokowi dari kalangan anak muda, Gracia Billy Mambrasar, kena nyinyir warganet akibat cuitannya soal penerapan Pancasila. Dia juga tersandung tagar #StafsusRasaBuzzeRp gara-gara menyinggung perkubuan politik. Badan yang menggawangi urusan ideologi Pancasila berbicara.

"Dia harus bijak, karena dia menjadi teladan dalam mengaktualisasikan Pancasila. Dia harus mampu menjadi negarawan, dan negarawan tidak tergantung usia," kata Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Antonius Benny Susetyo kepada wartawan, Minggu (1/12/2019).

Anak muda juga harus mampu menjadi negarawan bila anak muda itu menjadi pejabat. Negarawan harus mampu menjadi pelayan publik dan tak lagi terlibat perkubuan politik.

"Harus punya pengetahuan tata negara, etos, dan patos (simpati/belas kasihan) yakni pejabat negara harus berhati-hati dalam ber-statement supaya pernyataannya tidak multitafsir," kata Benny.

Ada frasa 'kubu sebelah' dalam kicauan Billy. Billy meminta maaf atas kicauan yang telah dihapus itu. Billy mengatakan tak bermaksud tendensius ke kelompok masyarakat mana pun. Billy bahkan menambahkan tagar #StafsusRasaBuzzeRp di cuitan permohonan maafnya itu.

Terkait penerapan ideologi Pancasila sesuai dengan kondisi kekinian anak-anak muda, BPIP mengajak para stafsus milenial itu untuk bekerja sama. BPIP sudah memikirkan implementasi Pancasila sejak Badan ini masih sebagai Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).

"BPIP siap bersinergi dengan Staf Khusus tentang masukan untuk program milenialnya," kata Benny.

Dia menjelaskan, upaya-upaya yang sudah dilakukan BPIP untuk membumikan Pancasila ke anak-anak muda masa kini. BPIP menyelenggarakan penghargaan berupa 72 ikon prestasi Indonesia pada 2018, dilanjutkan dengan 74 ikon prestasi Indonesia pada 2019. Ikon-ikon tersebut adalah anak bangsa yang berprestasi dalam bidang intelektual, budaya, hingga sains. Akan diadakan pula Kemah Pancasila Pelajar Indonesia pada 13-15 Desember nanti di Tebing Breksi, Prambanan, Sleman, DIY.

"Kami juga membumikan Pancasila lewat menyapa kampung yang mengubah kehidupan sosial ekonomi, pembumian Pancasila ke generasi milenial lewat gerakan anak milenial, merangkul BUMN dan pengusaha untuk mengaktualisasikan sila kelima, dan memberi arah kebijakan pembumian Pancasila berupa buku Garis Besar Haluan Ideologi Pancasila (GBHIP)," tutur Benny.

Benny membantah anggapan bahwa tugas BPIP telah diambil alih oleh para stafsus milenial Jokowi, yang Billy ada di dalamnya. BPIP justru terbuka bila para stafsus bekerja sama dengan BPIP untuk mengurusi ideologi negara ini.

"Intinya dalam mengarusutamakan Pancasila, butuh sinergi. Ini karena ideologi Pancasila bisa diwujudkan dalam kebijakan dengan mewujudkan kesejahteraan lewat gotong royong," tutur Benny.

Kontroversi seputar Billy akhir-akhir ini berawal dari unggahannya melalui Twitter-nya @kitongbisa pada Jumat (29/11). Melalui akun @kitongbisa, Billy mencuit dan mengunggah foto bersama para stafsus milenial lainnya yang duduk melingkari meja di dalam ruangan. Mereka bicara soal implementasi Pancasila dengan konsep kekinian. Netizen menganggap itu adalah pekerjaan BPIP, bukan stafsus milenial.

"Stafsus milenial kok ngumpulnya bareng. Emang nga ada tupoksi ya? Sampai kerjaan BPIP kalian embat juga?" tulis salah satu netizen. Billy pun menjelaskan unggahannya itu. Dia mengatakan, dengan satu posting-an itu, bukan berarti hanya hal tersebut yang mereka kerjakan. Billy sebetulnya tidak mempersoalkan nyinyiran di media sosial. Sebab, menurutnya, pro dan kontra akan selalu ada meski apa pun yang dilakukan.

"Tentang yang nyinyir, hal apa pun yang kita lakukan, itu pasti akan ada nyinyiran, dan saya sendiri sudah terbiasa," ujar Billy lewat sambungan telepon.