Kamis, 05 Desember 2019

Berdasar Survei PISA, Kualitas Pendidikan RI 2018 Turun Dibanding 2015

 Survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 baru saja dirilis. Survei PISA ini merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia. Menurut survei ini, performa Indonesia terbilang turun sejak 2015 ke 2018.

Hasil laporan PISA 2018 ini baru saja dirilis pada Selasa (3/12/2019). Survei ini diselenggarakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Studi pada tahun 2018 ini menilai 600.000 anak berusia 15 tahun dari 79 negara setiap tiga tahun sekali. Studi ini membandingkan kemampuan matematika, membaca, dan kinerja sains dari tiap anak.

Dari laporan terbaru tersebut, performa Indonesia terlihat menurun jika dibandingkan dengan laporan PISA 2015. Hal ini bisa dilihat dari tiga aspek yang dinilai. Berikut perbandingannya:

PISA 2015
- kemampuan membaca: 397
- kemampuan matematika: 386
- kemampuan kinerja sains: 403
PISA 2018
- kemampuan membaca: 371
- kemampuan matematika: 379
- kemampuan kinerja sains: 396

Untuk diketahui, indikator dan metode yang digunakan untuk survei PISA 2015 dan 2018 sama. Hal yang membedakan, jika tahun 2015 ada 70 negara yang disurvei, maka tahun 2018 bertambah menjadi 79 negara.

Pendidikan RI Sepuluh Besar Terbawah Dunia, Nadiem: Masukan Berharga

Hasil penilaian Survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 sudah dirilis. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan ini dapat menjadi masukan yang berharga dalam meningkatkan kualitas untuk menghadapi tantangan abad 21.

"Hasil penilaian PISA menjadi masukan yang berharga untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang akan menjadi fokus Pemerintah selama lima tahun ke depan. Menekankan pentingnya kompetensi guna meningkatkan kualitas untuk menghadapi tantangan Abad 21," kata Nadiem dalam keterangannya, Selasa (3/12/2019).

Nadiem juga mengatakan bahwa Indonesia harus berani berubah. Dia juga akan terus melakukan terobosan-terobosan dalam bidang pendidikan.

"Kita harus berani berubah dan berbenah. Sesuai dengan arahan Presiden untuk menciptakan SDM unggul, kami akan terus menelaah upaya untuk melakukan terobosan-terobosan," tutur Nadiem.

Nadiem dalam keterangannya mengatakan salah satu terobosan yang sedang dikaji Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah pembenahan sistem asesmen. Menurut Mendikbud, asesmen perlu dibuat agar fokus pada kompetensi mendasar yang berguna secara luas.

Nantinya, hasil asesmen akan dilaporkan dalam bentuk yang bermanfaat bagi perbaikan praktik pengajaran di kelas maupun perumusan kebijakan pendidikan. Namun, Nadiem belum menjelaskan lebih lanjut soal sistem pengkajian asesmen tersebut.

Selain itu, menurut Nadiem keterlibatan guru dan orang tua sangat penting dalam meningkatkam kualitas pembelajaran. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan ruang gerak yang cukup.

"Peningkatan kualitas pembelajaran menjadi hal yang utama. Kami akan terus melibatkan guru dan orang tua. Penting bagi Pemerintah untuk memberikan ruang bergerak yang cukup untuk pihak-pihak terkait dapat terlibat dan ikut belajar," terang Nadiem.

Sebelumnya diketahui bahwa hasil PISA 2018 sudah dirilis. Untuk kategori kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat ke 74 dari 79 negara.

Sementara untuk kategori matematika, Indonesia berada di peringkat 73. Kemudian untuk kategori kinerja sains, Indonesia berada di peringkat 71 dari total 79 negara.

Rabu, 04 Desember 2019

#RockyGerungMenghinaPresiden Trending, Demokrat Membela

 Tagar RockyGerungMenghinaPresiden ramai di Twitter. Tagar itu muncul karena Rocky Gerung dituding menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak paham Pancasila.

Pernyataan soal Jokowi yang tak paham Pancasila itu disampaikan Rocky dalam tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV One. Rocky mulanya mengatakan bahwaw Pancasila gagal sebagai ideologi.

"Pancasila itu sebagai ideologi gagal. Karena bertentangan sila-silanya. Saya pernah tulis risalah panjang lebar di Majalah Prisma dengan riset akademis yang kuat bahwa Pancasila itu bukan ideologi dalam pengertian akademik. Dalam diskurs akademis. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, mengakui bahwa perbuatan manusia hanya bermakna kalau diorientasikan ke langit. Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Apa dalilnya bahwa saya boleh berbuat baik tanpa menghadap langit, itu namanya humanisme tu. Lalu saya berbuat baik supaya masuk surga, artinya kemanusiaan saya itu palsu. Sila kelima Keadilan Sosial. Versi siapa? Liberalisme? Libertarianisme. Orang boleh isi sila kelima itu dengan marxisme, boleh saja. Diisi dengan Islamisme boleh saja. Karena tidak ada satu keterangan final tentang isi dari Keadilan Sosial itu," kata Rocky seperti dilihat detikcom, Rabu (4/12/2019).

Rocky kemudian mengatakan bahwa tidak ada orang yang Pancasilais di Indonesia, termasuk Presiden Jokowi. Dia menilai, Jokowi hanya hafal Pancasila namun tak memahaminya.

"Saya tidak pancasilais, siapa yang berhak menghukum atau mengevaluasi saya? Harus orang yang pancasilais, lalu siapa? Tidak ada tuh. Jadi sekali lagi, polisi pancasila, presiden juga tak mengerti pancasila. Dia hafal tapi dia nggak ngerti. Kalau dia paham dia nggak berutang, dia nggak naikin BPJS," imbuh dia.

detikcom telah menghubungi Rocky terkait pernyataannya dan tagar #RockyGerungMenghinaPresiden namun belum direspons. Sementara itu, pembelaan datang dari Partai Demokrat. Seperti diketahui, Rocky sudah berjaket Partai Demokrat pada Maret 2019 lalu.

Partai Demokrat meminta pernyataan Rocky itu untuk tak diperpanjang. Menurut Demokrat, masih banyak permasalahan bangsa yang lebih penting dibanding pernyataan Rocky itu.

"Sudahlah. Sudah capek bangsa ini sejak pilpres kemarin, karena soal beda argumen saja aja lapor melapor polisi. Polisi juga capek ngurusi soal politik begini terus. Di luar sana masih banyak kejahatan yang lebih penting harus mereka tuntaskan. Argumen itu harusnya dibalas dengan argumen," kata Ketua DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, kepada wartawan.

Menurut Jansen apa yang disampaikan Rocky merupakan bahan refleksi untuk semua orang. Bahwasanya, kata dia, sebagai warga negara Indonesia, apakah sudah mengamalkan Pancasila dengan baik.

"Pancasila itu ada yang mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari seperti kita contohnya. Ada juga yang mengamalkannya dalam bentuk kebijakan karena dia pemerintah. Itu menurut saya argumen yang disampaikan Rocky Gerung semalam. Kalau pemerintah misalnya paham dan mengamalkan Pancasila, jadi levelnya bukan lagi sekedar hapal Pancasila saja, harusnya tampak dalam kebijakannya seperti tidak menaikkan BPJS karena itu jelas menyengsarakan rakyat dan tidak sesuai dengan semangat Pancasila, tidak melanggar UU Lingkungan karena kita tahu bersama memang ada vonis Mahkamah Agung dimana Presiden diputuskan melanggar hukum dalam kasus kebakaran hutan, dan lain-lain," tuturnya.

"Menurut saya apa yang disampaikan Rocky Gerung ini sebenarnya refleksi untuk kita semua, jangan jangan memang kita semua ini baru di level hafal Pancasila saja, tapi belum mengamalkannya dengan baik," sambung Jansen.

Sementara, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahahean mengatakan bahwa pernyataan Rocky memang patut didiskusikan dan diperdebatkan secara akademis. Dia enggan memvonis apakah pernyataan Rocky tersebut salah atau benar.

"Menurut saya memang sebuah pemikiran yang patut didiskusikan, diperdebatkan. Saya tidak ingin memvonis Rocky salah, dan saya tidak ingin menyatakan apa yang beliau sampaikan itu tidak salah. Tapi memang apa yang Rocky sampaikan secara akademis itu layak didiskusikan kalau beliau menuding pihak lain itu tidak paham pancasila. Ini kan sama saja pihak lain menuding orang lain tidak paham Pancasila atau ada yang paham. Jadi ini masih debatable sebetulnya siapa yang paham Pancasila dan siapa yang tidak paham. Nah kalau soal penjelasan Pancasila ini memang seperti yang dijelaskan Rocky ya ini patut diperdebatkan secara akademis," tutur Ferdinand.