Selasa, 10 Desember 2019

Luhut: Kapal Asing yang Ditangkap Sudah Milik RI, Ngapain Ditenggelamkan?

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tak mau menenggelamkan kapal-kapal asing tangkapan pemerintah.

Luhut mengatakan, kapal-kapal asing yang sudah ditangkap artinya menjadi kapal-kapal milik Indonesia. Sehingga tidak perlu untuk ditenggelamkan.

"Kapal asing kalau saya yang miliki atau buatan asing sudah dimiliki kami ya kapal Indonesia, ngapain ditenggelamin?," kata Luhut di kantornya, Selasa (10/12/2019).

"Sekarang gini, ada orang sudah beli mobil mahal masa karena buatan asing ditenggelamin," tambahnya.

Luhut menjelaskan bahwa kapal-kapal ilegal yang berhasil ditangkap pemerintah bisa dimanfaatkan. Seperti diberikan kepada koperasi nelayan maupun ke sekolah-sekolah pelayaran.

"Kita akan lanjut putusan pengadilan, nanti dibicarakan Menteri Keuangan diapakan, apakah dikasihkan kepada koperasi nelayan atau di pendidikan kelautan. Daripada kita bikin baru lagi," ucapnya.

Meski begitu, Luhut tidak menampik bahwa penenggelaman kapal akan dilakukan jika memang dibutuhkan.

"Dilihat efisiensinya apakah penenggelaman itu diperlukan? kalau dia lari ya itu (penenggelaman kapal) kita lakukan. Jangan salah ya, jangan dipikir kita lunak, nggak lunak kok," pungkasnya.

Ternyata! Ini Biang Kerok Susahnya Angkat Honorer Jadi PNS

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjhajo Kumolo membeberkan masalah yang memicu tenaga honorer sulit diangkat menjadi PNS. Tjahjo menjelaskan usulan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS dari pemerintah daerah (pemda), cuma masalahnya pemda tidak mau menanggung gaji mereka setelah diangkat.

Pihak pemda justru meminta pemerintah pusat yang menanggung. Sementara pemerintah pusat tidak bisa serta merta menggelontorkan gaji untuk tenaga honorer.

"Yang mengusulkan tenaga honorer itu daerah, tapi kan pada masa sekarang ini daerah tidak mau bayar. Problemnya daerah nggak mau, mintanya pusat yang bayar. Pusat kan yang punya uang bukan kami, kami hanya mengatur proses ujiannya, NIK-nya, dan sebagainya," ujar Tjahjo di sela-sela acara Apresiasi dan Penganugerahan Zona Integritas untuk Mewujudkan Indonesia Bebas Korupsi, di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Tjahjo menjelaskan pemda selama ini menjaring banyak tenaga honorer untuk diangkat menjadi PNS. Nah, setelah ada yang lulus tes PNS pihak pemda enggan menanggung gajinya.

Di sisi lain, Kementerian PAN-RB tidak berwenang memutuskan pengangkatan karena harus melibatkan Kementerian Keuangan maupun pihak pemda.

"Ada pemda yang dulu dia mengangkat banyak tenaga honorer, pada saat sebagian lulus tes dia nggak mau bayar. Apalagi undang-undang yang sekarang menyangkut guru, yang dulu dibebankan ke kabupaten/kota, sekarang menjadi tanggung jawab provinsi," tutur Tjahjo.

Yang jelas tenaga honorer hingga kini masih sabar menanti diangkat menjadi PNS. Bahkan, banyak cerita pilu yang menemani perjalanan hidup mereka. Semoga pemerintah segera mencari solusi agar para tenaga honorer, khususnya guru bisa lebih sejahtera.

Faisal Basri Ragukan Data BPS soal Konsumsi Rumah Tangga

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada kuartal III-2019 konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 5,01%. Angka turun dari kuartal sebelumnya 5,17%. Meski begitu selama puluhan tahun konsumsi Indonesia terus tumbuh di sekitar 5%-an.

Ekonom Senior Indef, Faisal Basri mengaku curiga dengan data pertumbuhan konsumsi tersebut. Sebab kebanyakan dari negara lain, konsumsi rumah tangga selalu fluktuatif. Apalagi konsumsi masih menjadi motor utama dalam pertumbuhan ekonomi, sumbangsihnya 56%.

"Penyelamat kita konsumsi. Sepanjang 20 tahun terakhir 5% terus. Sehingga mulai muncul analisis data PDB kita nggak kredibel. Tidak ada negara lain yang konsumsinya stabil, biasanya gonjang-ganjing," ujarnya dalam acara Kongkow Bisnis Pas FM di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (20/11/2019).

Faisal menduga, pertumbuhan konsumsi rumah tangga RI yang stabil dalam jangka panjang lebih dikarenakan BPS hanya mendata masyarakat kelas bawah. Padahal yang konsumsinya berfluktuatif adalah masyarakat kelas menengah dan atas.

"Konstruksi dari konsumsi itu kan survei namanya Susesnas, adjust dara produksi dan sebagainya. Karena susah menangkap orang kaya. Makanya itu represent yang kelas bawah," tuturnya.

Dia melanjutkan, masyarakat kelas bawah sendiri 90% lebih konsumsinya untuk makanan. Sedangkan kebutuhan makanan adalah kebutuhan wajib untuk bertahan hidup. Oleh karena itu konsumsinya tidak menurun.

"Jadi harus hati-hati ini, data-data makro ini makin nggak bunyi," tambahnya.

Jika dilihat lebih rinci, menurutnya masyarakat kelas bawah memang ada yang menurun daya belinya. Dia mencatat khususnya untuk sektor perkebunan rakyat.

"Tapi yang bagus nelayan, nilai tukar nelayan naik tertinggi, sedangkan petani stagnan. Upah riil buruh tani kan banyak. upah riil juga trennya turun. Walupun 2 tahun terkahir naik," tambahnya.

Untuk kelas menengah dia melihat daya belinya stagnan dan cenderung memilih-milih konsumsi. Hal itu tercermin dari gaya hidup masyarakat kekinian.

"Kelas menengah menurut saya tetap. Waluapun quality of life-nya turun, tercermin dari perjalan ke luar negeri meningkat, tapi turis asing masuk tumbuh cuma 2%. Sekarang orang rela ke Tokyo beli Iphone karena di Tokyo paling murah. Padahal bedanya sedikit jadi sekalian jalan-jalan," tutupnya.

JP Morgan Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 4,9%, Sandiaga: Banyak Tantangan

JP Morgan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,9%. Sandiaga Uno yang diminta responsnya pun sepakat dengan hasil riset JP Morgan.

Dia sepakat karena Indonesia menghadapi banyak tantangan dan di saat yang sama berjuang mencapai pertumbuhan ekonomi di level 5%.

"Ya saya sepakat bahwa kita akan mengalami tantangan dalam pertumbuhan ke depan, kita ingin bertahan di 5% tetapi kelihatannya banyak sekali tantangan," katanya di JW Marriott Hotel, Jakarta, Rabu (20/11/2019).

Hasil riset tersebut tentu memberikan pekerjaan rumah (PR) buat Indonesia, tapi menurutnya jangan sampai membuat pemerintah pesimistis.

"Jadi ini PR buat kita, ini suatu prediksi, suatu forecast oleh GP Morgan, jangan membuat kita pesimis, justru kita harus jadikan ini sebuah pemicu untuk pecut kita kerja lebih keras lagi," lanjutnya.

Tinggal bagaimana pemerintah bisa menangkap peluang yang ada meskipun kecil. Untuk itu dibutuhkan kebijakan-kebijakan reformasi struktural.

"Seperti omnibus law yang sudah didorong pemerintah untuk kemudahan berusaha, kemudahan berinvestasi, mengenai sistem ketenagakerjaan yang lebih win-win antara teman-teman pekerja dan juga pengusaha," terangnya.

Sandi menambahkan agar ada kepastian yang bisa diberikan kepada dunia usaha mengenai insentif dari segi kemudahan perpajakan, tax holiday dan sebagainya.