Kamis, 12 Desember 2019

Soal Wacana Hukuman Mati Koruptor, Mahfud: Bisa Diselipkan di RUU KUHP

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai peluang hukuman mati bagi koruptor sebenarnya sudah diatur dalam UU KPK. Namun, dia mengatakan hal tersebut dapat dipertegas dalam Rancangan UU (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Kalau inginnya lebih tegas lagi bahwa hukuman mati harus diberlakukan kepada koruptor, itu bisa diselipkan di dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang sekarang sedang akan dibahas lagi, di mana jenis-jenis hukumannya mengenal juga hukuman mati tetapi tidak menyebut itu untuk korupsi," kata Mahfud di Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2019).

Dia mengatakan dalam KUHP sebelumnya memang sudah terdapat peraturan soal hukuman mati namun tidak spesifik mengarah pada koruptor. Mahfud menyampaikan hukuman mati bagi koruptor bisa saja diterapkan.

"Tetapi dalam keadaan yang luar biasa, hukuman mati bisa dijatuhkan dengan syarat-syarat yang berlaku. Kalau kita mau tambahkan untuk korupsi itu ya sudah kalau terbukti melakukan sekian bisa diancam hukuman mati gitu ya," sambungnya.

Mahfud kemudian menyampaikan, hukuman mati bagi koruptor ini juga bisa diterapkan dengan memperhatikan besaran korupsinya. Jadi, menurutnya, hal ini hanya akan diterapkan pada koruptor yang melakukan tindak korupsi dengan jumlah tertentu.

"Jadi ada besaran korupsinya seperti apa, diukur. Yang jelas yang by grade itu dengan jumlah tertentu. By grade itu artinya karena keserakahan. Karena ada korupsi orang juga terpaksa ya," ucap Mahfud.

Dia juga menyampaikan, pernyataan Jokowi mengenai hukuman mati bagi koruptor ini akan dilakukan bila rakyat menghendaki hal tersebut. Mahfud menjelaskan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga akan berperan jika keputusan ini di kemudian hari diterapkan.

"Saya kira Pak Jokowi yang spesifik itu mengatakan kalau rakyat menghendaki hukuman mati dilakukan ya kita lakukan. Caranya gimana, ya disampaikan nanti ke DPR, lembaga legislatif, agar dimasukkan dalam Undang-undang. Kan gitu Pak Jokowi. Artinya setuju," katanya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan pemerintah bisa saja mengajukan usulan revisi undang-undang yang mengatur hukuman mati bagi koruptor. Namun Jokowi menyampaikan ada syaratnya.

"Ya bisa saja kalau jadi kehendak masyarakat," kata Jokowi di SMKN 57, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2019).

"Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana, tipikor itu dimasukkan, tapi sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," imbuh Jokowi.

PDIP Lebih Setuju Miskinkan Koruptor Dibanding Hukuman Mati

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbicara wacana hukuman mati bagi pelaku korupsi. PDIP kurang setuju dan lebih memilih memiskinkan koruptor sebagai sanksi terberat.

"PDI Perjuangan merasa dengan jalan koruptor dimiskinkan, bahkan ada koruptor yang kemudian menerima hukuman karena dia adalah pejabat negara, melakukan kerusakan sistemik, ada yang dilakukan hukuman seumur hidup itu jauh lebih relevan," ungkap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP, Jl Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).

PDIP tak setuju dengan wacana hukuman mati karena tidak sejalan dengan semangat kemanusiaan. Menurut Hasto, masih ada beberapa sanksi berat yang bisa diterapkan kepada pelaku korupsi.

"Mengingat kita juga terikat dengan konvensi konvensi internasional yang menghapuskan hukuman mati tersebut. Jadi kita harus melihat konteksnya, begitu banyak upaya untuk melalukan pencegahan korupsi untuk melakukan pemiskinan terhadap koruptor, untuk mencabut hak politik, dan juga menciptakan suatu efek jera," sebutnya.

"Tetapi ketika sebuah langkah-langkah yang sifatnya syok terapi untuk dilakukan tentu saja memerlukan sebuah pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan. Sehingga hal yang menyangkut kehidupan seorang manusia tersebut, kita harus hati hati karena kita bukan pemegang kehidupan atas orang per orang. kita harus merawat kehidupan itu," lanjut Hasto.

PDIP setuju dengan penerapan sanksi seberat-beratnya kepada koruptor. Namun partai pimpinan Ketum Megawati Soekarnoputri itu meminta agar wacana hukuman mati terhadap koruptor dipertimbangkan kembali.

"PDI Perjuangan menyetujui sanksi seberat-beratnya, pemiskinan terhadap koruptor. Bahkan, sanksi sosial tetapi untuk yang sifatnya terkait hak hidupnya, itu harus dipertimbangkan dengan matang," ucap Hasto.

Mahfud Md: Kasus 22 Mei Bukan Pelanggaran HAM, Polisi yang Diserang

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyebut kasus kerusuhan yang terjadi dalam demonstrasi pada 22 Mei lalu bukanlah pelanggaran HAM. Menurut Mahfud, yang terjadi saat itu adalah konflik karena pihak kepolisian yang diserang.

Mahfud awalnya menjelaskan ada perbedaan antara kejahatan dengan pelanggaran HAM. Mahfud mengatakan pelanggaran HAM menurut definisi hukum adalah pelanggaran yang dilakukan oleh aparat pemerintah yang terencana dengan tujuan tertentu.

"Polisi diamuk oleh rakyat itu bukan pelanggaran HAM. Ada rakyat ngamuk ke rakyat, itu bukan pelanggaran HAM. Itu yang sifatnya horizontal itu kejahatan kerusuhan gitu," kata Mahfud di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2019).

Mahfud lalu menyinggung kasus kerusuhan yang terjadi pada 22 Mei 2019 lalu. Menurutnya, kasus itu bukanlah pelanggaran HAM.

"Oh yang 22 Mei jangan bilang itu pelanggaran HAM. Kalau itu justru polisi yang diserang kan. Sudah ada videonya kan dilempar, diajak berkelahi, gitu kan. Jadi pada saat itu konflik. Itu bukan pelanggaran HAM yang terencana, mereka yang nyerang. Nanti kita lihat pengadilannya, kan pengadilannya masih berjalan," ungkapnya.

Mahfud mengatakan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga saat ini tidak ada isu pelanggaran HAM yang terjadi. Menurutnya, kasus pelanggaran HAM yang hingga saat ini belum tuntas bukan terjadi di era pemerintahan Jokowi.

"Nah coba lihat di era Pak Jokowi sejak 2014 sampai sekarang tidak ada isu pelanggaran HAM. Kejahatan banyak, pelanggaran juga banyak, dan itu sekarang sedang diproses. Oh ya harus diungkap semua berjalan secara hukum. Yang belum, mari kita selesaikan," ujar Mahfud.

"Tapi yang dikatakan pelanggaran HAM itu yang terencana dilakukan oleh negara untuk melakukan sesuatu yang merampas hak asasi rakyatnya atau membiarkan terjadinya pelanggaran HAM berkelanjutan, itu ada nggak? Ada, masih ada 11 kasus di Indonesia berdasarkan hasil yang diolah di sini, baik Komnas HAM maupun kita. Dalam 11 kasus itu terjadi jauh sebelum Pak Jokowi, bukan di masa Pak Jokowi," imbuhnya.

Mahfud mencontohkan pelanggaran HAM oleh negara terjadi di daerah operasi militer di Papua yang terjadi pada tahun 2001 dan 2003. Kejadian di Papua setelahnya disebut Mahfud bukan termasuk pelanggaran HAM.

"Karena pelanggaran HAM dalam kriminal itu memang selalu terjadi sejak dulu. Tapi pelanggaran HAM yang direncanakan oleh negara negara misalnya daerah operasi militer, DOM, itulah pelanggaran HAM. Paupua bisa mungkin, nanti kita lihat. Nah, Papua itu yang ada tendensi pelanggaran HAM itu kan tahun 2001 dan 2003, Wamena dan Wasior kan. Dan sesudah itu kan, nah ini masih soal hukum ini, dan jangan bilang itu pelanggaran HAM, itu rakyat bunuh rakyat di situ, dibakar itu, lalu turun aparat. Masa mau dibilang pelanggaran HAM," pungkasnya.

Polri Tak Bahas Kasus Novel dalam Pertemuan Mahfud Md dengan Kapolri

Polri mengatakan tak ada pembahasan kasus teror air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dalam kunjungan kerja Menko Polhukam Mahfud Md ke Mabes Polri. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Kapolri Jenderal Idham Azis mengungkap pelaku teror Novel dalam waktu hitungan hari.

"Tidak ada (pembicaraan soal kasus Novel)," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2019).

Sebelumnya diberitakan, Mahfud mengunjungi Mabes Polri dalam rangka kunjungan kerja rutin. Mahfud mengaku fokus pembicaraannya dengan Idham dan jajaran terkait kesiapan menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat menjelang libur Natal dan tahun baru (Nataru).

"Saya hari ini kunjungan kerja biasa, rutin keliling ke yang lainnya juga. Kalau hari ini fokusnya itu kita menghadapi hari Natal dan tahun baru. Memberi jaminan keamanan dan ketentraman masyarakat, dan kita juga menyiapkan segala sesuatunya tentu saja," kata Mahfud usai pertemuan.

Pertemuan antara Mahfud dan Idham berlangsung tertutup. Pertemuan dilakukan sejak pukul 11.00 hingga 12.30 WIB.

Dalam pertemuan tersebut, Idham didampingi Kadiv Propam Irjen Listyo Sigit, Asops Kapolri Irjen Martuani Sormin, dan Staf Ahli Sosial Budaya Kapolri Irjen Fadil Imran.

Pejabat lain yang mendampingi Idham di antaranya Wakapolda Metro Jaya Brigjen Wahyu Hadiningrat, Dirtipideksus Brigjen Tornagogo, Karo Provos Brigjen Hendro Pandowo, Divisi Propam Polri dan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono.