Nama Arcandra Tahar kembali hangat diperbincangkan pelaku pasar. Kabarnya, mantan wakil menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) itu jadi kandidat direktur utama (dirut) PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) alias PGN.
Spekulasi tersebut merebak setelah perseroan berencana menyelenggarakan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 21 Januari 2020.
Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, spekulasi Arcandra sebagai Dirut PGN merebak setelah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan akan menempatkan satu mantan wakil menteri di posisi penting perusahaan BUMN.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan ada masih ada mantan yang akan mengisi posisi di perusahaan BUMN yang akan menggelar RUPSLB.
"Ada, ada. [Mantan] Wamen. Ada wamen [mantan] akan dapat tempat," kata Arya di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (9/12/2019).
Kisi-kisi tersebut mengarah ke Arcandra, mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Arya sebenarnya tak menyebutkan secara rinci jika Arcandra akan ditempatkan pada BUMN tertentu.
Namun dihubungkan ke PGN karena akan menggelar RUPSLB. Arcandra adalah Wamen ESDM periode Oktober 2016-Oktober 2019 dan Menteri ESDM periode Juli 2016-Agustus 2016
Dalam informasi di BEI, PGN akan menggelar RUPSLB pada 21 Januari 2020 dengan agenda perubahan susunan pengurus perusahaan.
Pada RUPSLB 30 Agustus silam, baru terjadi pergantian pengurus sebagai tindak lanjut dari permintaan induk holding BUMN Migas yakni Pertamina tertanggal 12 Juli 2019. Saat itu terdapat tiga posisi direksi yang diganti yakni Direktur Keuangan yang sebelumnya dijabat Said Reza Pahlevy digantikan Arie Nobelta Kaban.
Lalu Direktur Komersial sebelumnya dijabat Danny Praditya digantikan oleh Dilo Seno Widagdo, mantan Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN.
Kemudian Direktur Infrastruktur dan Teknologi dijabat oleh Redy Ferryanto. Selain direksi, RUPSLB juga mengganti komisaris yaitu Mohamad Ikhsan digantikan oleh Christian H Sibiro. Adapun Direktur Utama PGN tetap dijabat Gigih Prakoso Soewarto.
Harga Gas Industri Disebut Tak Sesuai Aturan Main, Ini Kata PGN
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan gas industri masih dijual di atas US$ 6 per MMBTU. Padahal Peraturan Presiden Nomor 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi diatur untuk sektor industri tertentu senilai US$ 6 per MMBTU.
Dirut PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Gigih Prakoso menjelaskan bahwa harga gas yang diatur dalam Perpres 40/2016 adalah yang dijual langsung oleh produsen di hulu. Sementara PGN adalah trader atau pemain di sektor hilir.
"Dalam hal ini Perpres 40 itu mekanismenya berbeda karena dia diberlakukan untuk penjualan langsung dari produser. Itu perusahaan KKKS. Jadi kalau diberikan US$ 6 itu si industrinya harus ngambil langsung atau berkontrak langsung dengan perusahaan KKKS, bukan dengan PGN," kata dia saat dihubungi detikcom, Selasa (10/12/2019).
PGN, lanjut dia adalah trader yang membeli gas dari hulu lalu menjual ke industri. Dari hulu, pihaknya membeli di atas harga US$ 6 per MMBTU. Jadi PGN menjual di atas harga tersebut karena ada biaya distribusi dan lain sebagainya untuk sampai ke industri.
"Kalau kami kan semacam perusahaan trader ya. Jadi kita membeli dari hulu baru menjual. Kita membeli di hulu saja sudah US$ 6, bahkan US$ 7 di Jawa Timur," ujarnya.
Jadi dengan menjual di atas US$ 6 per MMBTU, pihaknya tidak melanggar aturan main Perpres 40/2016 karena memang regulasi tersebut tidak mengikat PGN sebagai penjual di sektor hilir.
"Nah Perpres 40 itu diberikan khusus kepada industri dengan harga khusus tapi dia harus berkontrak langsung dengan produsen gas," tambahnya.
Sebelumnya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan gas industri masih dijual di atas US$ 6 per MMBTU untuk industri yang seharusnya mendapatkan harga tersebut.
"Dalam perpres tersebut sudah ditetapkan harga gas industri itu seharusnya U$S 6. Tapi sekarang pada kenyataannya masih di atas harga yang sudah ditetapkan tersebut," kata dia di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (10/12/2019).