Selasa, 17 Desember 2019

Air Terjun Cantik di Tengah Kebun Kopi

Di Bengkulu, ada air terjun cantik yang letaknya berada di tengah kebun kopi. Namanya Curug Embun. Sudah pernah ke sini?

Sewaktu liburan ke Kabupaten Kepahiang, secara spontan saya dan keluarga memutuskan untuk bermain di objek wisata air terjun Curug Embun. Letaknya tidak terlalu jauh dari kota Kepahiang. Namun, jalan menuju ke lokasi membutuhkan sedikit perjuangan. Liburan kali ini tanpa persiapan.

Jalan yang lumayan bagus hanya sampai ke pinggir desa. Setelah sampai di kebun kopi, maka kita akan berjalan dulu dengan melakukan trekking yang lumayan turun naik untuk menuju ke lokasi air terjun.

Namanya, liburan spontan. Kami semua hampir tidak membawa persiapan yang matang. Hanya makanan dan minuman serta baju ganti. Sepatu kets pun tidak ada yang menggunakan. Akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan sandal dan ada yang hanya beralas kaki saja.

Kami turun naik tangga seadanya yang dibuat oleh warga.tanah yang kami injak lumayan keras, sebab sudah dilewati oleh banyak orang. Di kiri kanan kami, masih kebun asli semuanya. Bau kopi tercium di sepanjang jalan. Maklum kami berjalan di tengah kebun kopi yang sebentar lagi akan panen.

Setelah berjalan turun naik sekitar setengah jam, kami pun mulai mnedengar suara air terjun. Akan tetapi letaknya, masihjauh.kami harus turun lagi untuk mencapai air terjun.

Dengan hati-hati, kami turuni tangga satu persatu. Tangga ini mulai licin, tanahnya mulai terkena percikan embun air terjun. Jadinya lembab. Kami berjalan pelan-pelan saja.

Jalan sendiri saja sudah repot. Eh, ini kami membawa bayi, balita dan orang tua yang juga ingin menikmati air terjun curug embun. Mereka tidak mau ditinggalkan di mobil.

Apa boleh buat, kamipun mengajak mereka semua untuk turun melihat dan menikmati air terjun. Bahkan anak-anak juga meminta untuk mandi. Yah, namanya anak-anak.Mana tahan, ngak mandi kaloketemu air.

Usai menuruni tangga, kami pun sampai di pinggiran aliran air terjun. Akan tetapi untuk mencapai atau melihat air terjun lebih dekat lagi. Kami harus melalui jembatan penyeberangan yang terbuat dari bambu.

Di bawah jembatan bambu itu terdapat aliran air terjun yang lumayan deras dan lebar. Ada rasa takut seketika muncul saat ingin menyeberang.

Dengan semangat empat lima, kamipun menyeberang dengan hati-hati.Membawa serta anak-anak. Yah, demi bisa berfoto di bawah air terjunnya. Pokoknya semua diupayakan.

Dengan susah payah, akhirnya ketiga anak kami bisa ikut menyeberang. Kami pun berfoto dis ekitar air terjun. Dari tempat kami berdiriberfoto, air terjun terasa hinggap di sekitar baju kami.jadi terasa basah juga, terkena percikannya.

Percikan air yang mengenai baju, kaki, tangan, dan sekitar kami inilah yang membuat nama air terjun ini. Menurut warga setempat diberi nama Curug Embun. Semua benda yang berdekatan dengan air terjun ini, termasuk tanaman di sekitarnya semuanya seolah berembun.

Puas berfoto-foto,kami memutuskan untuk mandi. Saya dan kedua anak lainnya maindi.Sedangkan suami dan dedek bayi memutusan untuk duduk di pondokan saja. Melihat dan menunggu kami usai mandi.

Airnya sangat sejuk dan dingin, rasanya segar sekali.Anak-anak juga sangat senang. Namun, perlu hati-hati saat bermain atau mandi di antara bebatuan. Batunya agak licin, akibat embun yang selalu muncul. Oleh karena itu kami memutuskan untuk berendam saja di air, tidak duduk-duduk atau bermain di atas batu.

Tak lama kemudian, kami menyudahi mandi dan bergegas untuk pulang. Apalagi kami melihat langit mulai mendung, kuatir akan turun hujan. Kasihan nanti dengan anak-anak dan orang tua.jadi kami segera menyelesaikan acara mandi-mandi dan bersiap untuk pulang.

Kami sangat senang bisa mandi dan menikmati air terjun Curug Embun ini. Jika Anda ingin menikmatinya juga, gampang sekali. Berangkat dari kota Bengkulu menuju ke kota kepahiang. Nanti kalo sudah sampai ke pasar Kepahiang. Anda bisa meneruskan perjalanan ke desa Nanti Agung.

Setelah sampai di desanya, silakan bertanya kepada warga setempat dimana letaknya air terjun Curug Embun. Mereka akan menunjukkan lokasinya dengan baik.Bahkan ada yang bersedia untuk mengantarkan.

Oh, yah arena lokasi air terjun ini belum dikelolah secara permanen. Jadi ketika kita datang berkunjung ke sana. Tidak dikenai biaya tiket masuk. Yang ada hanya sekedar membayar uang parkir kepada para pemuda yang tergabung di Karang Taruna. Untuk makanan dan minuman sebaiknya membawa sendiri.

Senin, 16 Desember 2019

Rela Antre Demi Kedai Kopi yang Lagi Ngehits di Jepang

Traveler pasti tahu kedai kopi yang lagi ngehits banget di Jepang ini, Kopi % Arabica. Demi kopi ini, kami rela antre sambil menikmati pemandangan Arashiyama.

Awal November lalu, saya mendapat kesempatan berkunjung ke Jepang karena dapat tiket promo kesamber gledek dari tiket.com di bulan Maret lalu seharga 3.5 juta untuk perjalanan pulang pergi Jakarta-Tokyo. Sungguh penanatian menyenangkan selama 8 bulan setelah pembelian tiket saya menanti perjalanan ke Jepang yang ternyata sangat menyenangkan.

Setelah mendapatkan tiket pesawat, saya membuat itinerary untuk 10 hari perjalanan. Kyoto menjadi salah satu destinasi bucket list saya di perjalanan kali ini. Kyoto merupakan lokasi populer di kalangan wisatawan dalam negeri maupun mancanegara karena berbagai wisata menarik, udara yang terkenal segar dan pemandangannya yang indah.

Bukan hanya itu, Kyoto juga dikenal dengan Kopi % Arabica yang tersohor ke penjuru dunia karena rasanya yang banyak dipuja oleh penikmat kopi. Konon, jika berkunjung ke Kyoto dan tidak membeli kopi ke Gerai yang dibuka pertama kali di tahun 2013 ini maka akan menyesal.

Letak gerai kopi ini ada di kawasan Arashiyama, Kyoto. Untuk sampai kesini saya berangkat dari Stasiun JR Kyoto ke Stasiun JR Saga-Arashiyama dan berjalan kaki 10 menit dari stasiun untuk sampai ke gerai kopi.

Letaknya ada sebrang Jembatan Togetsukyo yang tersohor serta Sungai yang mengalir indah. Gerai Kopi Arabica yang memiliki konsep open window ini dibuka dari jam 8 pagi hingga pukul 6 sore. Jadi semakin pagi datang, semakin baik. Mengingat antrean yang semakin panjang menjelang siang hari dan seterusnya.

Setelah mengantre selama 35 menit, tiba saatnya kopi yang saya pesan dibuatkan oleh barista-barista yang sudah terlihat professional dan sibuk dengan espresso machine. Walaupun gerai kopi yang mengusung konsep minimalis itu tidak bisa menampung orang banyak.

Setelah kopi disajikan semua pembeli langsung beranjak keluar menuju ke tepi sungai atau ke Jembatan Togetsu-Kyo untuk mengambil gambar kopi hits ini dan menikmatinya sambil becanda.

Kini waktunya saya mencoba kopi % Arabica ini, seteguk demi seteguk kopi yang saya minum, sudah terasa sangat enak. Rasa nikmat kopi ini seketika dapat menghangatkan badan dan menyeygarkan pikiran.

Setelah satu gelas habis, saya berfikir 'Pantas saja seramai ini'. Selain karena kopinya yang enak, tapi juga karena semua pembeli meneguk kopi sembari disuguhkan pemandangan seindah itu.

Untuk menikmati kopi ini saya mengeluarkan 550 JPY dan menurut saya harga tersebut sangat layak. Tidak menyesal sekali mengantre lama demi secangkir % Arabica. Jangan lupa berkunjung ke % Arabica ya jika kamu mengunjungi Kyoto!

Ini Gunung Favorit untuk Pendaki Pemula

Mungkin ada di antara traveler yang adalah pendaki pemula dan ingin mencoba naik gunung. Gunung Prau di Dieng pun bisa jadi rekomendasi.
Selama ini gunung cenderung didaki oleh pendaki profesional. Tahukah kamu ada gunung yang ramah bagi para pendaki pemula? Jawabnya yaitu Gunung Prau. Berada di Pegunungan Dieng, Gunung Prau dengan puncak tertinggi mencapai 2.590 mdpl ini menjadi gunung favorit bagi para pendaki pemula, termasuk saya.

Gunung Prau kini bisa dilewati melalui delapan jalur pendakian. Enam jalur dibuka untuk umum, yaitu jalur pendakian via Patak Banteng, via Kali lembu, via Dieng Wetan, via Dieng Kulon (Dwarawati), via Campurejo dan via Wares. Sedangkan dua jalur lainnya adalah jalur yang hanya digunakan khusus untuk rute konservasi.

Dari semua rute, saya dan keempat teman memutuskan mendaki Prau via Patak Banteng, kenapa? karena ini adalah jalur yang sering dipakai pendaki pemula. Jalurnya sendiri memang menanjak, tapi justru di sinilah pendaki dilatih untuk menghadapi trek gunung yang sesungguhnya.