Setelah direvitalisasi, kawasan Kota Lama Semarang kini sudah rapi dan indah. Kawasan ini jauh lebih bagus dari Kota Tua Jakarta yang kotor dan semrawut.
Kembali ke Semarang, seperti membuka kenangan lama ketika masih bersama almarhum bapak. Setiap mudik Lebaran, pasti kami selalu mampir ke kota di ujung utara Jawa dan menjadi ibukota propinsi Jawa Tengah ini.
Memasuki musim panas, hawa panas menyengat khas kota pesisir segera menyergap. Dengan menggunakan jalur darat dan masuk tol Cipali, Jakarta - Semarang dapat ditempuh selama 6 jam, dari sebelumnya non tol bisa memakan waktu 12 jam.
Dengan semakin mudahnya akses darat dengan mobil atau kereta, dan akses udara melalui pesawat, kota Semarang menjadi tujuan wisata baru. Terbukti dengan semakin penuhnya pemesanan kereta Jakarta - Semarang (PP).
Ada banyak yang bisa dilakukan traveler di kota pelabuhan tua ini. Salah satunya yaitu wisata ke Kota Lama. Dari kawasan pusat oleh-oleh khas Semarang yaitu di Jalan Pandanaran, Kota Lama bisa ditempuh hanya dengan waktu 10 menit saja.
Pertama kali, kami berkunjung sabtu malam minggu. Pukul 8 malam, kawasan Kota Lama Semarang tersebut sudah ramai dengan para wisatawan asing dan lokal. Macet pun menerjang ketika memasuki jalan utama kota lama yang tidak terlalu lebar.
Bagi yang menggunakan mobil pribadi, agak sulit untuk menemukan parkir mobil, karena dilarang parkir sembarangan di kawasan ini. Hanya ada beberapa lokasi parkir mobil dan motor. Selebihnya pengunjung kota lama harus berjalan kaki untuk menikmati suasana sekitar.
Akhirnya kami hanya bisa menikmati suasana kota lama yang cantik di malam hari dari dalam mobil. Minggu pagi pukul 9, kami segera bergegas kembali ke kawasan Kota Lama dan pilihan kami benar. Suasana kota lama Semarang lebih lengang dan kami bisa parkir di kawasan yang telah ditentukan dengan jarak hanya 100 meter dari lokasi Gereja Blendoeg yang menjadi ikon kota lama tersebut.
Dulu waktu saya masih kecil, masih ingat betul suasana kota lama yang lusuh dan tidak terawat. Bangunan kunonya seperti sedang menunggu untuk hancur atau dihancurkan serta diganti dengan bangunan baru.
Kini kawasan kota lama Semarang masih dalam revitalisasi. Sejumlah jalan sudah dirapikan, pedestrian pun makin ciamik dan dibatasi dengan rantai besi agar motor tidak parkir sembarangan, serta penjaja makanan tidak seenaknya saja berjualan.
Gedung tua sudah beralih fungsi dan dihidupkan kembali menjadi restoran dan yang paling hits menjadi kedai kopi. Beberapa kedai kopi menjadi tempat nongkrong yang instagenic dan mengasyikan. Salah satunya kedai kopi Filosofi Kopi & Keris Cafe.
Taman Sri Gunting yang nyaman dan rindang menjadi oase tersendiri di kota lama. Beberapa manusia silver siap untuk difoto bersama dan jangan lupa sisihkan sedikit uang atas jas mereka.
Gereja Blendoeg dengan atap kubahnya yang unik, bangunan Spiegel yang kini beralih fungsi menjadi restauran serta bangunan Marba dengan dindingnya yang berwarna merah menjadi spot Instagenic.
Belum lagi pemerintah kota Semarang yang menjadikan kawasan kota lama menjadi kawasan kreatif. Bayangkan ketika ekonomi rakyat diaktifkan dari kota lama ini. Salah satu bangunan lama, menjadi pusat kreatif UKM, di dalamnya kita bisa membeli sejumlah kerajinan tangan buatan lokal dengan harga terjangkau.
Kota Lama Semarang lebih menarik dibandingkan dengan kota tua Jakarta, lebih rapi dan bersih. Jalanan pun lebih tertata dan sangat menarik sekali, sementara kota tua Jakarta jauh tertinggal.
Revitalisasi kedua kota ini masih berjalan, tetapi kota lama Semarang sudah lari di depan, sementara kota tua Jakarta masih jalan di tempat. Beberapa area masih sangat kotor dan semrawut, pedestrian belum tertata rapi padahal kawasan kota tua Jakarta luasnya 2x dibandingkan Semarang. Belajarlah Jakarta dari Semarang!