Kasihan Gunung Rinjani. Hutannya dibabat menjadi gundul, kemudian mata airnya pun mengering.
Perambahan hutan secara ilegal di beberapa titik di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) kian marak terjadi. Kondisi itu membuat mata air terancam rusak dan debit air berkurang.
Parahnya kondisi hutan Pesugulan di Taman Nasional Gunung Rinjani masih menyimpan bukti-bukti kegiatan Pemanfaatan Kawasan Tanpa Izin (PKTI) oleh oknum masyarakat. Tonggak pohon yang ditebang dan dibakar, batang kayu yang berserakan serta tanah yang gersang menjadi salah satu sisa bukti perambahan hutan yang kian marak.
"Luasan lahan yang ada dari hasil kegiatan pengelolaan kawasan tanpa izin kurang lebih 110 hektare. Hasil monitoring kita yang mengelolanya ada 100 orang, bukan per kepala keluarga (KK) karena ada yang satu keluarga yang menguasai beberapa lahan," ucap Kepala BTNGR Sudiyono kepada detikcom, Rabu (18/9/2019).
Berdasarkan hasil pengecekan BTNGR, sumber mata air di Hutan Pesugulan saat kegiatan operasi simpatik revitalisasi fungsi kawasan hutan, kondisi mata air yang ada di sana kini terancam rusak dan debit airnya sudah mulai berkurang. Kondisi tersebut merupakan dampak nyata dari penebangan pohon dan penggundulan hutan yang terjadi sejak tahun 2015 hingga 2019.
"Temuan di lapangan, mereka masih memperluas lahan dengan menebang hutan dan menghilangkan jejak pohon dengan membakar tunggaknya (batang pokok)," ujarnya.
Sumber mata air untuk masyarakat di bawah kaki hutan pun mulai terancam keberadaannya. Sudiyono menyebut terdapat 54 sungai utilitas di Pulau Lombok, 51 di antaranya berhulu di TNGR. Selain itu, terdapat 59 sumber mata air yang telah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.
Pada areal PKTI ada dua sumber air, yaitu Olor Sangga dan mata air Bunut Baok. Beberapa mata air yang ada oleh warga dibuatkan semacam bendungan.
"Indikasi menyusutnya air terjadi di beberapa lokasi. Sumber air mulai tergerus serta 2 tahun terakhir ini mulai ada konflik pemanfaatannya. Yang konflik itu antara masyarakat bawah dengan pelaku PKTI," kata dia.
Banyak Kecelakaan di Nusa Penida & Nusa Lembongan, Harus Bagaimana?
Maraknya turis asing yang mengalami kecelakaan hingga tewas di Nusa Penida dan Nusa Lembongan jadi sorotan himpunan pramuwisata Indonesia (HPI). Apa katanya?
Ketua HPI I Nyoman Nuarta mengusulkan adanya moratorium alias penutupan sementara ke kawasan wisata itu sampai infrastruktur penunjang selesai dibangun.
"Terkait dengan persoalan matinya warga negara asing di kawasan pantai memang harus segera dilakukan moratorium terkait dengan persoalan yang ada di Nusa Penida, Ceningan, dan Lembongan. Kami mengusulkan agar ada satu badan atau otoritas yang punya kewenangan mengendalikan tata kelola pariwisata yang ada di laut Nusa Penida," kata Nuarta saat dihubungi wartawan, Rabu (8/9/2019).
Nuarta mengusulkan perlu adanya pengawasan zona darat dan laut di tiga nusa tersebut. Dia berharap pemda Klungkung membentuk suatu badan untuk menata kedua zonasi tersebut.
"Jadi agar zona laut ini bisa berjalan efektif dalam sisi pengawasan terhadap masyarakat yang bergerak di bidang pariwisata di sana.Juga membangun kesadaran bagi SDM yang ada di tiga nusa tersebut. Kemudian, dibentuk oleh Pemda Klungkung yang memberikan kewenangan atau diskresi kepada badan ini untuk mengendalikan tata kelola di zonasi laut," urainya.
Nuarta mengatakan saat ini obyek wisata Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan memang populer di kalangan wisatawan mancanegara. Hanya saja menurutnya infrastruktur hingga penegakan hukum masih belum siap menampung kunjungan wisatawan yang ada.