Minggu, 05 Januari 2020

Di Sendang Suci Ini, Rambut Anak Gembel Dieng Dijamas

Setiap tahun, anak berambut gembel di Dieng diruwat dan dijamas. Untuk menjamas rambut gimbal anak-anak tersebut, digunakan air dari 2 sendang suci ini.

Memasuki kawasan Candi Arjuna di Dieng, wisatawan akan melihat situs penyucian diri kuno di sebelah utara sebelum masuk ke obyek wisata Candi. Namanya adalah Dharmasala.

Lokasi ini digunakan untuk jamasan anak gembel sebelum dilakukan ruwatan. Di situs tersebut, terdapat tumpukan batu, bangunan mirip pendapa dan terdapat dua sumur, yakni sendang Sedayu dan sendang Maerokoco.

Selain digunakan untuk tempat jamasan, air dari dua sumur tersebut juga digunakan untuk menjamasi rambut anak gembel.

Pemangku adat Dieng, Sumanto mengatakan, air yang digunakan saat jamasan anak rambut gembel berasal dari tujuh sumber mata air. Dua di antaranya adalah air sendang Sedayu dan sendang Maerokoco.

"Untuk jamasan menggunakan air tujuh sumber mata air, ada yang dari sumur Jalatunda, kawah Candradimuka, Tuk Bimalukar, termasuk juga air dari dua sendang tersebut, Sedayu dan sendang Maerokoco," jelasnya saat ditemui di rumahnya di Desa Dieng Kulon, Minggu (4/8/2019).

Ia menceritakan, dua sendang tersebut adalah peninggalan kuno, berbarengan dengan Candi Arjuno. Mitosnya, air dari dua sendang tersebut membuat wajah menjadi awet muda juga digunakan untuk cuci muka.

"Bagi yang percaya, air dari sendang Sedayu dan sendang Maerokoco ini bisa membuat muka kita awet muda," kata dia.

Sebelum gelaran DCF, sendang ini juga menjadi salah satu titik napak tilas. Napak tilas ini dimaksudkan memohon kepada Tuhan agar gelaran DCF berjalan lancar dan aman.

"Ada 37 titik lokasi napak tilas termasuk sendang itu. Intinya, kami memohon kepada Alloh, agar gelaran DCF ini berjalan lancar dan semuanya selamat baik warga maupun wisatawan," tuturnya.

Asyik! Turis Indonesia Bebas Visa ke Sri Lanka

Kebijakan baru diambil Pemerintah Sri Lanka. Mulai 1 Agustus 2019, turis asal Indonesia dapat bebas visa buat liburan ke Sri Lanka selama 30 hari.

Kebijakan bebas visa ke Sri Lanka ini berlaku untuk turis dari Indonesia dan 47 negara lainnya. Dilihat detikcom dari situs resmi Kedutaan Besar Sri Lanka, Senin (5/8/2019) kebijakan ini mulai berlaku efektif 1 Agustus 2019.

Turis Indonesia hanya diminta untuk mengisi formulir bebas visa begitu menginjakkan kaki di Bandara Internasional Bandaranaike di Sri Lanka. Formulir ini kemudian diserahkan di Konter Imigrasi.

Namun untuk menghindari antrean panjang di bandara, turis Indonesia yang mau liburan ke Sri Lanka disarankan untuk mengisi form bebas visa yang tersedia online lewat situs eta.gov.lk.

Setelah diisi, traveler wajib untuk mencetak Approval Notice yang nantinya akan ditunjukkan di Konter Imigrasi Bandara Bandaranaike, Sri Lanka. Layanan ini gratis, tanpa dipungut biaya apapun.

Menteri Tourism Development, Wildlife, and Christian Religious Affair Sri Lanka, John Amaratunga mengatakan bebas visa untuk turis Indonesia dan 47 negara lainnya ini berlaku selama 30 hari.

Traveler bisa liburan ke Sri Lanka dan mengunjungi beberapa destinasi yang masuk ke dalam daftar World Heritage UNESCO seperti Anuradhapura, Polonnaruwa hingga Benteng Belanda Galle.

Sri Lanka bahkan duduk di peringkat pertama Best Travel Destination 2019 versi Lonely Planet. Semuanya bisa traveler kunjungi tanpa perlu ribet mengurus visa.

Koteka: Dari Pembungkus Kelamin Pria Menjadi Suvenir

Selain dipakai oleh pria dari suku adat Papua, koteka juga menjadi suvenir bagi para traveler. Inilah buah tangan khas Papua.

Sejak zaman nenek moyang, koteka telah dipakai oleh pria suku Dani, suku Mee, suku Amungme, Suku Lani, Suku Yali dan Suku Mek yang mendiami tanah Papua.

Bagi masyarakat adat Papua, kehadiran koteka dari buah labu sebagai alat pembungkus alat kelamin pria telah menjadi bagian adat yang tak terpisahkan sejak dini.

Hanya seiring dengan modernitas, perlahan budaya memakai koteka ini mulai ditinggalkan oleh generasi sekarang. Hal itu pun jadi kekhawatiran oleh Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto saat dihubungi detikcom.

"Generasi muda di pegunungan tengah Papua saat ini, sebagian tidak berkoteka dari usia balita hingga dewasa bahkan sebagian dari mereka tidak mengetahui tentang budaya berkoteka yang merupakan warisan nenek moyang," ujar Hari kepada detikcom, Senin (5/8/2019).

Dijelaskan lebih lanjut oleh Hari, di masa mendatang keberadaan labu bahan dasar koteka disebutnya akan mengalami pergeseran makna. Dari yang tadinya merupakan bagian esensial dari budaya adat Papua, menjadi sayur hingga souvenir semata.

"Pada masa mendatang dikhawatirkan labu pembuat koteka hanya akan menjadi sayur untuk dikonsumsi, sebagai obat tipes atau obat sakit tenggorokan, serta koteka dijual sebagai suvenir," ujar Hari.

Apabila traveler bertandang ke Papua kini, tak sulit untuk menjumpai koteka sebagai komoditi jualan. Di Jayapura misalnya, ada Pasar Hamadi yang terkenal sebagai tempat beli oleh-oleh khas Papua.

Di sepanjang Jalan Sentral Hamadi berjajar toko cinderamata yang menjual koteka berbagai ukuran, noken atau tas khas Papua. Untuk koteka, harganya disesuaikan dengan ukuran, motif serta hiasannya. Yang paling biasa atau koteka polos misalnya, masih dapat dibeli dengan harga Rp 30 ribuan.

Kalau singgah ke Sorong usai pelesir ke Raja Ampat, traveler juga bisa mencari koteka di Pegunungan Arfak. Jangan tertipu, Pegunungan Arfak merupakan salah satu toko suvenir khas Papua yang terkemuka di Sorong.

Seperti di Pasar Hamadi, traveler juga bisa menjumpai berbagai suvenir khas Papua seperti koteka, noken, gelang hingga kerajinan kayu khas Suku Asmat.

Pada akhirnya, membeli suvenir koteka mungkin dapat menjadi salah satu cara untuk memelihara kesadaran akan koteka sebagai adat budaya Papua yang perlu dilestarikan.

Di Sendang Suci Ini, Rambut Anak Gembel Dieng Dijamas

Setiap tahun, anak berambut gembel di Dieng diruwat dan dijamas. Untuk menjamas rambut gimbal anak-anak tersebut, digunakan air dari 2 sendang suci ini.

Memasuki kawasan Candi Arjuna di Dieng, wisatawan akan melihat situs penyucian diri kuno di sebelah utara sebelum masuk ke obyek wisata Candi. Namanya adalah Dharmasala.

Lokasi ini digunakan untuk jamasan anak gembel sebelum dilakukan ruwatan. Di situs tersebut, terdapat tumpukan batu, bangunan mirip pendapa dan terdapat dua sumur, yakni sendang Sedayu dan sendang Maerokoco.

Selain digunakan untuk tempat jamasan, air dari dua sumur tersebut juga digunakan untuk menjamasi rambut anak gembel.

Pemangku adat Dieng, Sumanto mengatakan, air yang digunakan saat jamasan anak rambut gembel berasal dari tujuh sumber mata air. Dua di antaranya adalah air sendang Sedayu dan sendang Maerokoco.

"Untuk jamasan menggunakan air tujuh sumber mata air, ada yang dari sumur Jalatunda, kawah Candradimuka, Tuk Bimalukar, termasuk juga air dari dua sendang tersebut, Sedayu dan sendang Maerokoco," jelasnya saat ditemui di rumahnya di Desa Dieng Kulon, Minggu (4/8/2019).

Ia menceritakan, dua sendang tersebut adalah peninggalan kuno, berbarengan dengan Candi Arjuno. Mitosnya, air dari dua sendang tersebut membuat wajah menjadi awet muda juga digunakan untuk cuci muka.