Senin, 13 Januari 2020

5 Mitos Saat Liburan di Selandia Baru, Benar Nggak Sih?

 Traveling ke Selandia Baru diliputi banyak mitos susah liburan karena jarak yang jauh antardestinasi. Yuk cari tahu kebenarannya.

Salah satu negara dengan banyak mitos traveling adalah Selandia Baru. Berkunjung ke salah satu negara Pasifik ini seringkali dibumbui dengan kabar simpang siur.

Apakah di Selandia Baru hanya berisi petualangan ekstrem? Apakah pemandangannya benar-benar indah? Kuliner apa saja yang ada di sana?

Tetapi, tidak selamanya kabar tersebut benar atau salah lho. Berdasarkan rilis yang diterima detikcom dari Tourism New Zealand, Senin (15/7/2019) berikut selengkapnya 5 mitos dan fakta tentang berlibur di Selandia Baru:

1. Kesulitan mengeksplor berbagai wilayah

Selandia Baru diberkahi alam yang luar biasa indah. Mulai dari pegunungan hingga danau-danau cantik serta pepohonan hijau. Beberapa traveler mungkin khawatir akan mencapai beberapa destinasi alam karena aksesnya.

Nyatanya, Selandia Baru punya sejumlah opsi transportasi untuk mencapai sejumlah tempat wisata alam. Traveler dapat naik seluruh transportasi umum seperti kereta atau kapal feri hanya dengan menggunakan kartu prabayar, seperti AT HOP dan Snapper. Kartu tersebut dapat dibeli dengan mudah via online atau di toko serba ada dan terminal. Pembayaran dengan kartu juga lebih murah jika dibandingkan dengan membayar secara tunai.

Traveler pun bisa mencoba naik TransAlpine, kereta yang memiliki jalur dengan pemandangan indah. Cocok banget untuk menghemat waktu namun tetap mendapat pengalaman mengesankan.

2. Cuma bisa mencoba aktivitas ekstrem?

Skydiving, menjelajah balon udara atau menyusuri pegunungan mungkin erat kaitannya dengan Selandia Baru. Buat si adrenaline junkie sih jadi hal menyenangkan, tapi kalau mau liburan santai?

Traveler bisa mencoba mengunjungi Wellington Chocolate Factory untuk melihat secara langsung seluruh proses pembuatan coklat, mulai dari biji hingga menjadi coklat yang lezat. Bahkan, traveler juga dapat memesan tur untuk berwisata coklat sambil mencoba semua coklat yang diproduksi.

3. Cuaca sangat dingin

Kalau melihat potret keindahan Selandia Baru, mungkin traveler akan berpikir akan sangat dingin. Tetapi, bagaimana sebenarnya?

Selandia Baru memiliki sejumlah jenis iklim yang berbeda. Saat awal tahun, musim panas pun datang. Sedangkan musim dingin datang di pertengahan tahun. Suhu di bulan Januari dan Februari adalah yang paling hangat, sementara bulan Juli adalah saat-saat terdingin.

4. Pilihan makanan yang minim

Ada yang berpendapat, Selandia Baru memiliki ragam kuliner yang minim. Tetapi, banyak makanan lezat yang harus dicicipi saat ke sana.

Hampir seluruh wilayah Selandia Baru menyajikan berbagai hidangan laut, mulai dari udang karang hingga tiram. Jangan lupa mencoba makanan tradisional suku Maori; seperti Hangi, yaitu makanan berisi ikan, ayam, dan Kumara (ubi manis), yang dimasak di lubang dalam tanah.

5. Jarak yang jauh antar tempat

Selandia Baru memiliki dua pulau utama yang terletak di wilayah barat daya Samudra Pasifik. Namun, sejumlah penerbangan sudah terkoneksi ke beberapa wilayah.

Traveler juga bisa menyewa van atau mobil, yang memungkinkan mobilisasi lebih mudah dan cepat. Sekaligus, lebih efektif jika bepergian bersama kerabat atau keluarga.

Berdiri di 2 Negara, Rumah Ini Jadi Daya Tarik Wisatawan di Nunukan

Festival Crossborder Nunukan 2019 yang telah sukses digelar memiliki banyak keseruan yang tersaji dan bisa dinikmati sepuasnya selama dua hari perhelatan, pada 13-14 Juli 2019. Event yang digelar di wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia ini menjadi daya tarik tersendiri.

Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Area II Adella Raung yang menyempatkan diri untuk singgah di Pulau Sebatik. Secara administratif, Pulau Sebatik masuk dalam wilayah Kecamatan Sebatik, yaitu kecamatan paling timur di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.

Adella menjelaskan, Pulau Sebatik terbagi menjadi dua. Belahan utara seluas 187,23 km² merupakan wilayah Negara Bagian Sabah, Malaysia. Sedangkan belahan selatan dengan luas 246,61 km² masuk ke wilayah Indonesia di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Dari luas ini, sekitar 375, 52 hektare adalah kawasan konservasi.

"Yang paling unik dari Pulau Sebatik adalah keberadaan rumah warga yang dibangun tepat di perbatasan. Bagian ruang tamu berada di Indonesia, sementara bagian dapurnya ada di Malaysia," ujar Adella, dalam keterangan tertulis, Senin (15/7/2019).

Adella menceritakan, konon bangunan yang ada sejak tahun 1977 itu adalah milik WNI bernama Mangapara. Ia tercatat sebagai penduduk Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan. Tempat tinggalnya terletak di Tugu Patok 3 perbatasan Indonesia dan Malaysia.

"Perbatasan di sini hanya ditandai dengan Tiang Bendera Merah Putih. Jumlahnya ada dua. Salah satunya bertuliskan 'Kokohkan Merah Putih di Tapal Batas'. Tak jauh dari rumah Mangapara, dibangun pula pos TNI sebagai penjaga perbatasan," jelasnya.

Menurut Adella, awalnya Mangapara hanya mendiami wilayah Indonesia. Warga Malaysia yang menjadi tetangganya kemudian berbaik hati memperbolehkan Mangapara membangun dapur di tanahnya. Jadilah, rumah di dua wilayah negara.

"Meski hanya rumah biasa, namun keunikan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Khususnya para pelancong dari luar daerah yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Nunukan atau wilayah perbatasan," bebernya.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani mengatakan, Nunukan sendiri menjadi salah satu wilayah perbatasan yang diprioritaskan. Artinya, Kemenpar terus berupaya agar wilayah ini lebih 'hidup' sehingga roda perekonomian warga dapat berputar.

"Festival Crossborder Nunukan bukan sekali ini saja digelar. Sebelumnya juga sudah kita helat dan sukses menarik banyak wisatawan. Bisa saja ini menjadi agenda rutin karena berpotensi mendatangkan wisman," ungkapnya.

Sementara itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan Kemenpar memang berusaha menghidupkan wilayah perbatasan, salah satunya di Nunukan. Caranya, antara lain dengan memperbanyak event dan acara yang bisa dinikmati oleh tetangga negara seperti Tawau di Malaysia.

"Kegiatan rutin seperti Festival Crossborder bisa menaikkan ekonomi di perbatasan. Rumusnya, perpindahan orang itu sama dengan perpindahan uang," tandasnya.

Sebagai informasi, Kecamatan Sebatik terdiri dari empat desa, yaitu Tanjung Karang, Pancang, Sungai Nyamuk Tanjung Aru, dan Setabu. Pulau ini merupakan salah satu pulau terluar yang menjadi prioritas utama pembangunan, karena berbatasan langsung dengan Malaysia. Selain pariwisata, program utama yang dilakukan di Pulau Sebatik adalah pembangunan sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan.