Selasa, 14 Januari 2020

Tempat Liburan Teristimewa Untuk Ringgo Agus Rahman, di Mana Sih?

Ada banyak destinasi wisata di dunia. Namun, ada satu yang spesial di hati Ringgo Agus Rahman.

Tempat itu adalah Australia Barat. Ringgo dan keluarganya pernah traveling ke berbagai tempat di Australia Barat.

"Suasana alamnya bagus banget. Rasanya berkunjung ke 7 negara. Dari gurun pasir, tiba-tiba bisa ketemu pohon besar dan gede banget," kata Ringgo dalam Mid Year Gathering Event Tourism Western Australia (TWA)di Hotel Morrissey, Jakarta, Rabu (10/7/2019).

Bukan cuma Kota Perth, Ringgo juga pergi ke perkebunan anggur di Margaret River, menikmati gumuk pasir Yeagarup Dunes dan pepohonan raksasa di Valley of Giants sampai ke ujung selatan di daerah Albany.

"Nyetir di Australia juga aman banget," kata dia.

Ringgo menikmati suasana santai di Australia Barat yang tidak seramai di wilayah Australia lainnya. Itu sebabnya Australia Barat menjadi destinasi favorit.

"Kenapa favorit, karena sering ke tempat terkenal dan orang banyak sekali, akhirnya nggak enak ngapa-ngapain. Tapi tidak begitu di Australia Barat karena ya ampun enak banget," ujarnya.

Satu alasan lagi bagi Ringgo adalah faktor jarak. Hanya butuh 4 jam untuk terbang dari Indonesia ke Australia Barat.

"Gue takut kalau terbang jauh karena bawa anak. Kalau ini cuma 4 jam jadi ideal banget buat liburan bersama keluarga," kata dia.

Acara diskusi ini juga ikut dihadiri oleh Vincent Lim, Celebrity Chef dari Perth dan Andrew Oldfields, Director Partnerships TWA. Andrew membenarkan cerita Ringgo. Bukan cuma alam, Australia Barat juga punya banyak event keren.

"Kita punya banyak event keren sepanjang tahun. Ada Western Australia Gourment Escape sampai Fringe Festival. Ini festival Senin paling besar di Australia dengan 700 acara. Setiap bulan selalu spesial, jadi traveler bisa datang dan datang lagi," kata Andrew Oldfields.

Hore! Diskon 60 Persen Hotel Bagi Penumpang Bandara Kertajati

Diskon hotel hingga 60 persen diberikan kepada penumpang yang melakukan penerbangan melalui Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). Hore@

Harga spesial itu diberikan sejumlah hotel yang berada di wilayah Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan (Ciayumajakuning).

"Ya, kemarin sudah disepakati ada special rate (harga spesial) hotel untuk penumpang atau wisatawan yang terbang di BIJB," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar, Dedi Taufik saat dihubungi, Rabu (10/7/2019).

Menurutnya syarat mendapatkan potongan harga bagi penumpang dan wisatawan yang terbang dari Bandara Kertajati cukup mudah. Mereka hanya tinggal menunjukan tiket kepada petugas hotel.

"Sekarang sudah berlaku, memang belum semua hotel. Tapi sosialisasi terus berjalan," ungkap dia.

Ia menuturkan potongan harga ini diberikan sebagai upaya meningkatkan jumlah penumpang di Bandara Kertajati. Apalagi, sejak 1 Juli, sejumlah penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara dialihkan ke Kertajati.

Kesepakatan ini juga sebagai bentuk dukungan menyusul kebijakan bus Damri dari Bandung ke Kertajati digratiskan selama setahun penuh.

Ketua PHRI Jabar, Herman Muhtar mengaku kesepakatan ini lahir untuk mempertahankan tren positif kunjungan wisatawan ke wilayah Ciayumajakuning pascaperalihan sebagian rute penerbangan.

"Diskon ini sudah berjalan. Sejauh ini sudah ada 24 hotel yang menjalankannya. Di antaranya di wilayah Cirebon tiga atau empat dan satu hotel di Majalengka. Jumlah (hotel yang memberikan diskon) bisa bertambah," jelas dia.

Kebijakan ini diujicobakan selama empat bulan. Jika hasilnya memuaskan, maka kebijakan ini terus diperpanjang selama setahun penuh.

"Kami akui, kalau (pemberian diskon) ditinjau dari sisi bisnis, hitungannya ya rugi. Tapi ini untuk dukungan pemerintah sekaligus BIJB. Kalau trennya bagus, ini akan berdampak positif untuk industri hotel," kata dia.

Pak Jokowi, Tolong Jangan Tutup Pulau Komodo

Isu penutupan Taman Nasional Komodo tepatnya Pulau Komodo masih diperbincangkan. Bukan hanya soal konservasi, tapi juga menyangkut kehidupan masyarakatnya.

Di bulan Januari awal tahun 2019, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mencanangkan penutupan Taman Nasional (TN) Komodo. Alasannya, kondisi habitat komodo sudah semakin berkurang serta kondisi tubuh komodo yang kecil sebagai dampak berkurangnya rusa yang menjadi makanan utama komodo.

"Pemerintah NTT akan melakukan penataan terhadap kawasan Taman Nasional Komodo agar menjadi lebih baik, sehingga habitat komodo menjadi lebih berkembang. Kami akan menutup Taman Nasional Komodo selama satu tahun," kata Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat ketika ditemui di Kupang sebagaimana dikutip dari Antara (20/1).

"Kondisi tubuh komodo tidak sebesar dulu lagi, karena populasi rusa sebagai makanan utama komodo terus berkurang karena maraknya pencurian rusa di kawasan itu," lanjutnya menjelaskan.

Hal tersebut menjadi isu yang terus bergulir. Isu yang bikin was-was, baik bagi wisatawan dalam dan luar negeri serta bagi masyarakat di Labuan Bajo khususnya di Desa Komodo di Pulau Komodo.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kabarnya sudah mempunyai tim khusus untuk meneliti habitat komodo di TN Komodo. Hanya saja, kini belum ada informasi ter-update.

Jika sampai dilakukan penutupan, maka yang berhak menutup suatu taman nasional adalah KLHK. KLHK dapat melakukan penutupan taman nasional, melalui penilaian dari berbagai aspek yang harus diperhitungkan matang-matang.

Isunya terus bergulir, penutupan TN Komodo pun mengerucut pada Pulau Komodo saja. Memang, habitat komodo juga ada di Pulau Rinca. Namun, 4.000 ribu-an warga di Desa Komodo akan terancam pendapatannya jika Pulau Komodo ditutup.

Asal tahu saja, masyarakat Pulau Komodo menggantungkan hidup dari pariwisata. Banyak dari mereka yang beralih haluan, dari awalnya nelayan menjadi penjaja suvenir, pemandu wisata hingga menyewakan kapalnya untuk wisatawan.

Presiden Jokowi, hari ini berkunjung ke Labuan Bajo. Ditanya awak media soal penutupan Pulau Komodo, dia menjawab baiknya itu ditanyakan langsung kepada Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Pemda setempat.

"Dalam rangka konservasi, baguslah. Komodo tidak hanya di Pulau Komodo, di Pulau Rinca juga ada. (Soal penolakan-red), masalah komunikasi tanyakan Pak Gubernur," katanya di Puncak Waringin, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.

Bagaimana tanggapan warga Desa Komodo?

"Sampai saat ini, kami khususnya anak-anak mudanya melakukan penolakan. Sebenarnya begini, memangnya separah apa kondisi habitat Komodo sampai harus ditutup pulaunya?" ujar Ardi, warga asli Pulau Komodo.

Pria yang bekerja sebagai pemandu wisata tersebut menjelaskan, alasan penutupan Pulau Komodo oleh Pemprov NTT adalah karena komodo badannya kecil-kecil dan hewan buruannya sedikit. Namun, hal itu belum dibuktikan dengan data yang kongkrit.

"Katanya mau dibentuk tim terpadu, tapi sampai sekarang belum ada kabarnya. Selama ini, kami melihat hidup komodo masih baik-baik saja. Memang ada perburuan rusa, tapi itu tidak banyak dan sudah ditangani oleh kepolisian," paparnya.

"Satu lagi, hanya 10 persen dari luas wilayah Pulau Komodo yang digunakan sebagai wilayah wisata. Sisanya 90 persen, adalah kawasan konservasi yang artinya masih alam liar tempat tinggalnya komodo," sambung Ardi.

Bukan hanya itu, perekonomian warga Desa Pulau Komodo akan terancam jika Pulau Komodo ditutup. Orang-orang yang berjualan suvenir di Pulau Komodo tepatnya di Loh Liang (kawasan wisatanya), akan kehilangan pendapatannya.

"Kalau mereka sampai harus jualan suvenir di Pulau Rinca, tentu ada biaya lagi untuk naik kapal dan keluar uang lagi. Jarak Pulau Komodo ke Pulau Rinca itu 2-3 jam," katanya.

Ardi berharap, pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat dan Pemprov NTT dapat memikirkan matang-matang soal penutupan Pulau Komodo. Warga Desa Komodo juga punya hak untuk hidup, yang menggantungkan hidupnya dari pariwisata.

"Kita cuma takut, nanti orang-orang jadi nelayan lagi dan ya bisa-bisa nanti ada saja yang menangkap teripang terus malah menghancurkan karang. Sekarang dengan pariwisata, kita sudah menjaga alam dan lautan supaya tidak rusak," papar Ardi.

Selama ini, menurut Ardi tidak ada masalah antara habitat komodo, pariwisata dan kehidupan warga Desa Komodo. Dia hanya berharap keadilan dan transparan, apakah benar habitat komodo sudah parah sehingga pulaunya harus ditutup?

"Sekarang kita buktikan saja siapa yang benar. Kami pun minta kepada Pak Presiden Jokowi untuk tidak menutup Pulau Komodo. Ada kami yang hidup di sini, yang selama ini tidak pernah ada masalah dengan konservasi dan sebagainya," tutupnya.