Jumat, 17 Januari 2020

Resah Isu Arabisasi, Tokoh Agama Minta Pemkab Banyuwangi Bersikap

Wisata halal yang dikembangkan Pemkab Banyuwangi disebut Arabisasi oleh sebagian netizen. Resah dengan ini, tokoh agama dan budayawan minta Pemkab bersikap.

Segmentasi wisata halal di Banyuwangi dengan mengembangkan pantai syariah beberapa tahun silam jadi perbincangan yang cukup hangat di media sosial beberapa waktu terakhir. Ada tulisan yang menuding konsep itu sebagai bentuk Arabisasi.

Tuduhan tersebut mendapat respons keras dari sejumlah tokoh lintas agama dan budayawan Banyuwangi. Mereka menggelar pertemuan dengan pejabat Pemkab Banyuwangi, di Pendopo Sabha Swagata Blambangan Banyuwangi, Sabtu (29/6/2019).

Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banyuwangi KH Nur Khozin menyebut pengembangan pariwisata halal di Banyuwangi sama sekali jauh dari Arabisasi.

"Arabisasi itu berarti menerapkan budaya Arab. Di Banyuwangi tidak ada seperti itu," ujarnya.

Perwakilan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi I Komang Sudira mengatakan, pengembangan wisata dan kebudayaan di Banyuwangi telah berjalan dengan sangat baik dan menghargai keberagaman. Seni-budaya berbasis kearifan lokal Suku Osing (masyarakat asli Banyuwangi) digelar rutin dan semarak.

"Sampai saat ini, tidak saya temukan upaya untuk memaksakan nilai-nilai agama tertentu yang dapat merusak keberagaman yang ada. Apalagi dalam hal kebudayaan dan kesenian," terangnya.

Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) Banyuwangi Pendeta Anang Sugeng Sulistiyo mengatakan, kebudayaan dan kesenian yang berkembang dari suku Osing selama ini berlaku universal. Dia mencontohkan Tari Gandrung yang tak hanya ditarikan warga beragama tertentu. Anak-anak muda lintas agama juga menarikannya dalam berbagai festival seni yang ada di Banyuwangi.

"Semua agama bisa menarikannya. Baik muslim, Hindu, Kristen, Budha dan lainnya, semuanya bisa menarikannya. Jadi, tak ada pemaksaan sebagaimana yang dituduhkan dengan istilah arabisasi itu," tutur Pendeta Anang.

Sejumlah budayawan juga menolak tuduhan arabisasi terhadap pariwisata di Banyuwangi. Apalagi tuduhan tersebut hanya berdasarkan potongan informasi yang tak lengkap.

"Jika diamati, tuduhan miring yang disematkan kepada pariwisata Banyuwangi ini dilakukan oleh orang luar Banyuwangi. Yang saya yakin, dia tidak tahu benar dengan kenyataan yang ada," ungkap budayawan Banyuwangi Samsudin Adlawi.

Bahkan, tambah Samsudin, sejumlah foto dan narasi yang dibangun untuk melegitimasi tuduhan arabisasi itu hanya berdasarkan prasangka. "Menyebut suku Osing dan kebudayaannya itu sebagai Hindu adalah tuduhan yang buta sejarah dan tak faktual," tegas mantan ketua Dewan Kesenian Blambangan tersebut.

Samsudin meminta tak ada upaya memecah belah kerukunan di Banyuwangi. Dia menyebut tulisan yang menuding ada Arabisasi terhadap umat Hindu di Banyuwangi adalah upaya mengadu domba. "Tapi itu tidak akan berhasil karena semua orang mengetahui betapa keberagaman dan kearifan lokal di Banyuwangi ini dirawat dan dirayakan, bukan dihilangkan," ujarnya.

Pengembangan destinasi wisata halal, imbuh Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, tak lebih dari strategi pemasaran saja. Pangsa pasar wisata halal di dunia terus mengalami kenaikan. Pasar inilah yang kini coba dibidik oleh Banyuwangi.

"Halal tourism selama ini terus meningkat trendnya. Bahkan, di negara-negara yang notabenenya orang muslim bukan mayoritas, wisata halalnya sangat maju. Sementara itu, kita yang merupakan negara dengan mayoritas penduduknya muslim, jauh tertinggal," ungkap Anas.

Ceruk pasar tersebut yang coba diambil oleh dunia wisata di Banyuwangi. Dengan branding halal tourism diharapkan mampu menarik peminat wisata halal ke ujung timur pulau Jawa ini.

"Banyuwangi sendiri, sebenarnya, wisatanya sudah memenuhi standarisasi halal tourism. Hampir semua wisata, ada tempat ibadahnya. Makanannya pun makanan halal. Jadi, halal tourism ini bukan soal arabisasi, tapi soal promosi dan segmentasi pasar sana. Urusan komersial untuk mendatangkan wisatawan, tidak lebih, dan jelas bukan Arabisasi," tegas Anas.

Pertemuan tersebut juga diikuti Ketua I Forum Kerukunan Umat Beragama, budayawan senior Banyuwangi, Hasnan Singodimayan, serta sejumlah tokoh budaya lainnya seperti Taufiq Hidayat dan Budianto.

Main Ski di Trans Snow World Bekasi Serasa di Pegunungan Salju

Tak hanya bermain salju, Trans Snow World Bekasi juga menyediakan banyak wahana seru untuk mengeksplorasi hamparan salju. Salah satunya adalah wahana ski. Di Ski Area, traveler bisa merasakan main ski dan berseluncur layaknya di pegunungan bersalju negara empat musim.

Ski Area merupakan satu dari lima wahana yang ada di Trans Snow World Bekasi selain Snow Area, Toboggan Area, Zorb Ball, dan Chair Lift. Kawasan Ski Area dikhususkan untuk wisatawan yang hobi atau baru ingin mencoba bermain ski dan berselancar di area menurun layaknya di pegunungan salju.

Untuk ke puncak atau ski slope, wisatawan bisa menggunakan kursi gantung atau chair lift. Jadi tak perlu mengeluarkan tenaga untuk jalan menanjak ke 'puncak'. Selama di chair lift, traveler bisa melihat hamparan salju dan pengunjung lainnya yang sedang bermain aneka wahana. Rasanya benar-benar seperti ada di pegunungan salju!

Untuk mencoba main ski, traveler tak perlu repot menyiapkan ragam perlengkapan. Sebab, Trans Snow World Bekasi menyediakan fasilitas penyewaan alat main ski dengan harga Rp 100 ribu untuk bermain sepuasnya.

Untuk merasakan serunya main salju di Trans Snow World Bekasi, traveler cukup membayar Rp 200 ribu untuk weekdays dan Rp 275 ribu untuk weekend, hari libur, dan musim liburan.

Sebagai informasi, lokasi Trans Snow World Bekasi hanya berjarak 100 meter dari Stasiun Bekasi Timur.

Cukup ke Bekasi dan tak perlu ke luar negeri untuk merasakan salju. Langsung ajak orang tersayang ke Trans Snow World Bekasi dan pilih jam bermain di www.transsnowworld.com.

Resah Isu Arabisasi, Tokoh Agama Minta Pemkab Banyuwangi Bersikap

Wisata halal yang dikembangkan Pemkab Banyuwangi disebut Arabisasi oleh sebagian netizen. Resah dengan ini, tokoh agama dan budayawan minta Pemkab bersikap.

Segmentasi wisata halal di Banyuwangi dengan mengembangkan pantai syariah beberapa tahun silam jadi perbincangan yang cukup hangat di media sosial beberapa waktu terakhir. Ada tulisan yang menuding konsep itu sebagai bentuk Arabisasi.

Tuduhan tersebut mendapat respons keras dari sejumlah tokoh lintas agama dan budayawan Banyuwangi. Mereka menggelar pertemuan dengan pejabat Pemkab Banyuwangi, di Pendopo Sabha Swagata Blambangan Banyuwangi, Sabtu (29/6/2019).

Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banyuwangi KH Nur Khozin menyebut pengembangan pariwisata halal di Banyuwangi sama sekali jauh dari Arabisasi.

"Arabisasi itu berarti menerapkan budaya Arab. Di Banyuwangi tidak ada seperti itu," ujarnya.

Perwakilan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi I Komang Sudira mengatakan, pengembangan wisata dan kebudayaan di Banyuwangi telah berjalan dengan sangat baik dan menghargai keberagaman. Seni-budaya berbasis kearifan lokal Suku Osing (masyarakat asli Banyuwangi) digelar rutin dan semarak.

"Sampai saat ini, tidak saya temukan upaya untuk memaksakan nilai-nilai agama tertentu yang dapat merusak keberagaman yang ada. Apalagi dalam hal kebudayaan dan kesenian," terangnya.

Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) Banyuwangi Pendeta Anang Sugeng Sulistiyo mengatakan, kebudayaan dan kesenian yang berkembang dari suku Osing selama ini berlaku universal. Dia mencontohkan Tari Gandrung yang tak hanya ditarikan warga beragama tertentu. Anak-anak muda lintas agama juga menarikannya dalam berbagai festival seni yang ada di Banyuwangi.

"Semua agama bisa menarikannya. Baik muslim, Hindu, Kristen, Budha dan lainnya, semuanya bisa menarikannya. Jadi, tak ada pemaksaan sebagaimana yang dituduhkan dengan istilah arabisasi itu," tutur Pendeta Anang.