Senin, 20 Januari 2020

Pemisahan Pendaki Non Muhrim Gunung Rinjani Dimulai Minggu Ini

 Pendaki laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim akan dipisah saat tidur atau kemping. Penerapannya diperkirakan mulai minggu ini.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Sudiyono menjelaskan hal tersebut dalam sambungan telepon dengan detikcom, Rabu (19/6/2019). Nantinya pendaki yang belum sah secara agama tak boleh naik dari Jalur Sembalun.

"Kalau yang pendakian untuk Sembalun ini kemungkinan minggu depan atau minggu ini bisa kita terapkan. Kalau pun ada pendaki yang tetap ke sana ya kita bisa alihkan ke jalur yang lain gitu," jelas Sudiyono.

"Di jalur lain masih bisa. Itu untuk pendaki lokal juga mancanegara yang ingin mendaki lewat Sembalun," imbuh dia.

Jika ditilik dari sisi pariwisata, pemisahan pendaki ini memang tak jauh dari konsep wisata halal yang dianut Pemda NTB. Itu digaungkan pemerintah dalam memasarkan potensi wisatanya agar berbeda dengan daerah di sebelahnya, Bali.

Lalu penerapan pemisahan pendaki non muhrim di jalur lain, seperti di Timbanuh, Senaru dan Aik Berik?

"Kita saat ini sedang konsentrasi pembenahan manajemen terutama e-ticketing. Terutama juga masalah sampah. Kalau menyangkut pemisahan pendaki laki-laki dan perempuan itu kan menyangkut sarpras pengelolaan termasuk MCK, CCTV dan perlu penganggaran lagi. Kami akan menyesuaikan setelah ada penganggaran dari kami atau pemda," urai dia.

"Secara umum kami terbuka bagi yang ingin membantu kita. Yang memperhatikan keindahan view dan lain-lain," tambah dia.

Apakah sudah ada CCTV di jalur Sembalun terkait penerapan pemisahan pendaki https://www.detik.com/tag/pendaki/ non muhrim? Kata Sudiyono, rencana pemasangannya sudah ada dari tahun lalu, namun terhalang bencana gempa bumi.

"Tahun lalu sudah membuat konsep seperti itu tapi belum diterapkan ya. Kemudian disusul oleh gempa dan ini kan kalau memang ingin diterapkan, setiap rest area atau camping ground harus disediakan dan diatur ulang," tegas dia.

Sudiyono mengatakan bahwa ada masyarakat yang pro dan kontra terkait kebijakan ini. Tapi pada umumnya mereka menyetujuinya.

"Itu karena menghormati adat istiadat dan kebijakan lokal. Wisatawan siapa yang ngatur, kalau nggak boleh ya nggak boleh. Mereka pasti menghormati hal-hal yang sifatnya positif. Ini kan juga tidak terlalu mengganggu mereka sebetulnya kalau ingin tujuannya wisata gitu ya. Kalau tujuannya lain ya mencari tempat yang lain saja. Gitu," tegas dia.

Bagaimana keramaian pendakian setelah seminggu berjalan? Sudah hampir setahun pendakian Gunung Rinjani ditutup untuk umum, yakni dari Juli 2018 ketika Lombok dilanda gempa.

"Sampai sekarang belum (terlalu padat pendakiannya). Belum ada yang penuh tiap harinya karena publikasi kita baru beberapa hari gitu. Kemudian ini bukan hari libur nasional atau apa, jadi ya ini terbatas pada pendaki yang memang hobi ke sana yang ingin mengetahui perkembangan Gunung Rinjani," pungkas Sudiyono.

Selain Pisahkan Lelaki-Perempuan, Gunung Rinjani Juga Akan Tutup Hari Jumat

Pengelola Gunung Rinjani tak hanya berencana memisahkan pendaki laki-laki dan perempuan. Jalurnya juga akan ditutup di hari Jumat.

Hal di atas diungkapkan oleh Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Sudiyono dalam sambungan telepon dengan detikcom, Rabu (19/6/2019). Kata dia, penutupan di hari Jumat atas usulan masyarakat dan hanya di Jalur Sembalun.

"Kami memang belum pernah diajak diskusi oleh pemda. Tapi ada usulan yang mengarah ke situ, antara lain di Sembalun minta kalau hari Jumat itu pendakian ke Gunung Rinjani ditutup," kata Sudiyono.

"Kita nggak memasalahkan hal itu. Kita anggap itu hal yang baik dan bentuk kepedulian terhadap Gunung Rinjani," imbuh dia.

Lalu bagaimana cara penutupan di hari Jumat? Ia menjelaskan bahwa sistem e-ticketing mempermudah pelaksanaannya.

"Lalu kita menggunakan tiket online, jadi cukup membuat nol di hari Jumat. Seolah-seolah penuh atau tidak menjual tiket di hari tersebut jadi kan pendaki itu nggak bisa naik," jelas Sudiyono.

Jika ditilik dari sisi pariwisata, pemisahan pendaki ini memang tak jauh dari konsep wisata halal yang dianut Pemda NTB. Itu digaungkan pemerintah dalam memasarkan potensi wisatanya agar berbeda dengan daerah di sebelahnya, Bali.

Cara Memisahkan Pendaki Laki-laki dan Perempuan

Gunung Rinjani akan menerapkan aturan baru yang lebih syariah. Pendaki adam dan hawa akan dipisah. Bagaimana cara melakukannya?

"Kan area kemping itu bisa saja di tengah-tengah itu ada jalan masuk, kemudian yang sebelah kiri itu laki-laki dan kanan perempuan, yang tengah itu buat petugas atau (porter) apa gitu," urai Sudiyono.

Prosesi Bakar Tongkang di Bagansiapiapi, Heboh dan Meriah!

Masyarakat Tionghoa tumpah ruah ke jalan untuk mengikuti proses tradisi bakar tongkang di Bagansiapiapi. Api besar melalap kapal menandai puncak acara heboh dan meriah ini.

Bagansiapiapi adalah ibukota Kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Prosesi ini dilaksanakan, Rabu (19/6/2019) dimulai pukul 15.15 WIB. Peserta berkumpul di Kelenteng In Kok Kiong yang berpusat di tengah kota.

Tradisi bakar tongkang ini diikuti 100 kelenteng yang ada di sana. Masing.masing kelenteng ikut andil dalam memeriahkan tradisi yang konon sudah berjalan 135 tahun lalu.

Festival ini diikuti dari berbagai tingkatan usia. Mereka berbaris dari depan kelenteng hingga memanjang seratusan meter. Badan jalan sesak oleh warga Tionghoa yang melakukan ritual.

Setiap kelompok juga menenteng sejumlah peralatan ibadah yang mereka panggul. Berbagai hiasan alat Tiongkok meramaikan festival ini. Setelah memanjang sekitar 200 meter, barulah muncul tongkang alias kapal replika dengan panjang sekitar 8 meter lebar 2 meter. Kapal itu dihiasi tiang layar dengan kontruksi dari kayu. Dinding kapal tongkang ini hanya dilipasi kertas berwana warni.

Tongkang inilah yang dipinggul oleh sekelompok pria. Dari depan kelenteng tongkang ini diarak bersama-sama. Lebih dari 100 meter lagi warga mengiringinya dari belakang.

Mereka ini menuju ke lokasi tempat pembakaran tongkang yang mesti berjalan kaki sepanjang 2 km. Seluruh perserta membawa hio yang telah dibakar ujungnya. Bisa dibayangkan bagaimana sesaknya napas akibat asap Hio yang terus menyala sampai ke lokasi yang memakan waktu hampir 1 jam.

Tak hanya itu saja, mata juga rawan terkena debu hio sepanjang jalan. Namun demikian, seluruh perserta tetap hikmat mengikuti prosesi pembakaran tongkang ini.

Sepanjang jalan yang dilalui perserta, warga Tionghoa lainnya sudah menyedikan berbagai jenis minuman kaleng yang dingin. Minuman dibagikan secara gratis ke seluruh perserta yang jumlahnya ribuan orang. Berbagai sumbangan minuman di terima para perserta karena mereka berjalan di suasana yang cukup panas di bawah teriknya matahari.

Setelah berjalan beriiringan, akhirnya mereka sampai di lokasi dipercayai dulunya tempat awal kapal warga Tionghoa pertama kali mendarat dan dibakar bersama agar tidak kembali ke kampung halaman di Fujian, China.

Di lokasi ini, jutaan tumpukan kertas bertuliskan China sudah lebih dulu dikumpulkan. Di atas tumpukan kertas itulah, kapal tongkang replika yang diarak tadi diletakan. Sebelum dilakukan pembakaran, maka sejumlah pejabat pemerintah diundang ke atas.

Bupati Rohil, Suyatno, dan utusan Kementerian Pariwisata, Kadis Parwisata Riau, Fahmizal turut naik. Termasuk juga jajaran Polres dan Kodim setempat. Mereka melambaikan tangan dari atas kapal tersebut yang disambut tepuk tangan meriah.

Begitu para pejabat pemerintah ini turun, proses pembakaran mulai dilakukan. Jutaan lembar tumpukan kertas tadi mulai disulut api. Secepat kilat api menyambar ke seluruh tumpukan kertas dan kapal tongkang tadi.

Api yang membakar membuat suasana sekitarnya menjadi panas. Tumpukan kertas pun menjadi lautan api yang memerah. Sekelompok orang dalam acara ini juga ada yang keserupan. Di saat api membara, hawa panas sangat terasa berjarak 50 meter. Namun ada satu pria yang kesurupan justru berjarak hanya 10 meter saja dari bara api sambil mengibarkan bendera.

Saat api membara inilah, seluruh perserta juga melemparkan hio yang mereka bawa ke lokasi. Selama proses pembakaran berlangsung, seluruh perserta berdoa.

Dari prosesi ini, ada yang paling dinantikan warga Tionghoa. Dua tiang kapal yang berdiri tegak dengan panjang yang berbeda sebagai tempat tiang layar, harus ditunggu sampai jatuh.

Mereka akan melihat arah mana kedua tiang tadi jatuhnya. Dalam proses kali ini, kedua tiang kapal sama-sama jatuh ke arah laut. Mereka meyakini bahwa rezeki tahun ini akan mereka dapatnya dari laut.

Setelah kedua tiang ini terjatuh, barulah masyarakat Tionghoa membubarkan diri. Sekalipun ini tradisi mereka, namun masyarakat Rohil tetap ramai ikut menonton acara tersebut.

Kepala Dinas Pariwisata Riau, Fahmizal menjelaskan, bahwa acara ini sudah menjadi tahun kalender wisata di nasional. Masyarakat Tionghoa yang merantau ke sejumlah kota di Indonesia kembali ke kampung halamannya di Bagan.

"Acara bakar tongkang ini sangat ramai didatangi wisatawan luar negeri juga. Tahun ini ada wisatawan asal Prancis yang datang," kata Fahmizal.

Bupati Rohil, Suyatno di lokasi yang sama mengatakan, bahwa tahun ini ada perantau warga Tionghoa yang mendanai 500 orang dari Jakarta untuk ikut acara ini.

"Saya tidak tahu pasti siapa pengusahanya itu. Yang pasti kita menerima laporan ada 500 warga Jakarta yang asal usul keluarganya dari Bagan diongkosi tiket pesawat PP oleh satu orang. Ini menunjukan warga perantau asal Bagan tetap cinta tanah kelahirannya," kata Suyatno.

Dia juga berharap, acara bakar tongkang ini dapat mempererat persatuan warga khususnya di Rohil dan umumnya di Indonesia. "Mari lewat tradisi ini kita tetap menjaga persatuan dan kesetuan bangsa," tutupnya.