Minggu, 26 Januari 2020

Tempat Ngabuburit Asyik di Semarang, Kopi Banaran

 Ngabuburit tak hanya sekedar menikmati waktu sebelum berbuka. Di Kopi Banaran Semarang, kamu bisa ngabuburit sambil main ATV.

Perkebunan kopi dan cafe yang beralamat di Jalan Raya Semarang-Bawen KM 1,5 bernama Kampoeng Kopi Banaran. Di sini, traveler bisa menikmati kopi yang otentik dan berkualitas dari perkebunan sendiri.

Tidak hanya menyediakan kopi dan makanan ringan, namun ada juga aneka makanan berat yang nikmat seperti soto, rawon dan nasi goreng. Ada dua tempat yang bisa kita pergunakan untuk bersantap, zona indoor dan outdoor.

Untuk zona outdoor kita bisa bersantap di gazebo dengan suasana pepohonan yang rindang dan udara yang sejuk. Sambil menunggu waktu berbuka puasa, terdapat banyak hal menarik yang bisa kita lakukan di kampung kopi Banaran ini.

Mulai dari berkeliling perkebunan kopi dengan kendaraan shuttle yang tersedia, bermain ATV, atau sekedar menikmati pemandangan danau Rawa Pening. Saat singgah di kampung kopi banaran, selepas berbuka puasa saya dan ayah menyempatkan untuk mencicipi kopi di tempat ini.

Walaupun yang kami pesan kopi susu, namun kopi nya terasa sangat kuat, sungguh berbeda dengan kopi instan yang selama ini saya nikmati. Bagi para penderita sakit maag, harap berhati-hati jika tidak terbiasa meminum kopi, karena kopi yang otentik dan cukup kuat bisa membuat perasaan kurang nyaman.

Di area ini juga tersedia hotel, tempatnya pun nyaman dan sangat tenang. Cocok sekali untuk traveller yang ingin beristirahat di tempat yang sunyi dan jauh dari keramaian.

Ngabuburit di Ketinggian 99 Meter Surabaya

 Surabaya punya masjid untuk ngabuburit, Masjdi Al Akbar. Bisa memandangan keindahan kota Surabaya dan punya mihrab terbesar di Indonesia, kamu pasti terpesona.

Kala itu di tahun 2002, perjalanan panjang kami dari Jakarta menuju ke Probolinggo harus terhenti di Masjdi Al Akbar yang tepat berada disisi jalan tol Surabaya-Porong. Kami sekeluarga pun beristirahat dimasjid tersebut sambil menunaikan ibadah sholat. 17 tahun telah berlalu tanpa terasa dan kini dibulan Ramadhan 2019, alhamdullilah saya bisa berkunjung kembali ke masjid ini.

Kekaguman akan luasnya masjid ini dan memang saat ini menjadi masjid terluas kedua di Indonesia serta bisa menampung 60.000 jamaah. Setelah sholat azhar, saya menyempatkan diri mengabadikan setiap sisi masjid ini.

Berkeliling dari satu sisi kesisi lain, menikmati setiap keindahan dari ornamen yg terukir baik dipintu maupun dinding masjid.

Kubah berwarna biru mendominasi atap dari masjid megah tersebut, ada satu kubah utama yang sangat besar dan dikelilingi oleh 4 kubah kecil. Memasuki bulan Ramadhan, banyak pengunjung yang beritikaf atau bahkan beristirahat melepas lelah.

Masjid ini diresmikan pada tahun 2000 dan memakan waktu pembangunan hampir 5 tahun, diresmikan secara resmi oleh Presiden RI KH Abdurrahman Wahid.

Keunikan dari kubah tersebut, memiliki desain kubah ala Ottoman dengan ketinggian 27 meter dan dominasi warna biru. Arsitektur masjid ini, dirancang oleh tim ITS (Institut Teknologi Surabaya) dan beberap konsultan lainnya.

Keunikan lainnya, masjid ini memiliki 2000 tiang pancang sebagai pondasi dikarenakan tanah yang labil. Rangka kubah dibuat dengan sistim space frame, menggunakan bahan besi baja dgn sistim chremon atau struktur segitiga yang disambung-sambung. S

elanjutnya kubah dibentuk diatas rangka atap dengan bentangan utama berukueran 54 x 54 m tanpa ada soko guru atau tiang penyangga. Bobot kubah hampir mencapai 200 ton dan ddilapisi oleh plat baja coating yg tahan karat hingga 50 tahun lebih. Kelebihan lainnya, plafon kubah dilapisi dengan bahan kedap suara sehingga akuitik bangunan masjid ini juga sangat baik.

Ada 45 pintu dengan bukaan ganda dengan lebar 1,5 meter dan tinggi 4,5 meter, semua pintu terbuat dari kayu jati khusus. Sementara untuk mihrab, saat ini merupakan mihrab terbesar di Indonesia, ornamen madura diberikan sebagai sentuhan etnis terutama pada sisi mimbar.

Keunikan lainnya lagi yaitu menara masjid, sebuah menara setinggi 99 meter. Menara ini dilengkapi oleh lift agar para pengunjung bisa naik untuk menikmati keindahan masjid dan pemandangan kota Surabaya 360 derajat.

Pengunjung hanya cukup membayar tiket naik sebesar Rp 7.000 per orang. Pengunjung bisa berfoto-foto sepuasnya dipuncak menara. Jadi apabila Anda sedang berencana mudik atau liburan ke Surabaya, sempatkan berkunjung ke masjid yang megah ini.

Cerita Suku Pedalaman Indonesia yang Tak Pernah Dijajah

Hampir seluruh wilayah Indonesia dijajah oleh berbagai negara pada saat itu. Namun ada satu suku pedalaman yang tak tersentuh oleh kolonialisme.

Jauh di dalam perbukitan Desa Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten, Suku Baduy Dalam berdiam dalam harmonisnya hubungan antara manusia dan alam. Sepuluh kilo meter berjalan mendaki dan menuruni bukit adalah akses yang harus mereka tempuh untuk pulang ke rumah atau minimal melihat keramaian di Desa Cibolegar.

Seperti kita tahu, Suku Baduy sendiri dibagi menjadi dua, yakni Baduy Luar dan Baduy Dalam. Berbeda dengan Orang Baduy Luar yang sudah boleh menikmati kemodernan dalam batas tertentu, Orang Baduy dalam dikenal sebagai suku yang menolak modernisasi.

Listrik, segala jenis detergen, alat telekomunikasi hingga alat transportasi adalah hal-hal yang pantang hadir di desa mereka. Sederhana dan secukupnya sesuai aturan adat adalah prinsip hidup utama yang selalu dijunjung tinggi.

Tak heran ketika kita memasuki salah satu desa di Baduy Dalam, kehidupan seperti dikembalikan ke masa kerajaan, persis seperti pada setting sebuah film kolosal.

Kemarin, aku berkesempatan mengunjungi Desa Cibeo di Baduy Jero (dalam). Kesempatan emas ini tak boleh disia-siakan. Segala pertanyaan tentang keberadaan mereka yang tak bisa diakses kecuali mendatanginya langsung pun terlontar. Kang Safri dengan fasih menjawab pertanyaan-pertanyaan yang meluncur tak henti.

Dari tanya jawab sepanjang perjalanan dengan Kang Safri diketahui bahwa Orang Baduy adalah salah satu suku yang tak pernah tersentuh kolonialisme. Mereka bebas dari jajahan. Bentang alam yang menantang ternyata menjadi salah satu hal menguntungkan teman-teman di Baduy.

Tak cuma dilindungi oleh alamnya, untuk mengelabuhi para penjajah, diciptakanlah cerita tentang Baduy Empat Puluh. Mereka menyiarkan kabar bahwa penduduk Baduy hanya berjumlah empat puluh orang saja sehingga para penjajah jadi tak tertarik untuk datang.

Fakta tentang masyarakat Baduy Dalam yang tak pernah tersentuh penjajah sangat menarik. Itu artinya kebudayaan yang diturunkan dan dijaga oleh masyarakat Baduy adalah kebudayaan asli tanpa intervensi pihak manapun. Salah satu hal yang membuktikannya adalah sistem kepercayaan yang mereka anut, yakni Sunda Wiwitan.

Meskipun tak banyak yang paham mengenai sistem kepercayaan ini, paling tidak keberadaannya diakui oleh pemerintah. Hal ini terlihat di kartu penduduk mereka. Masyarakat Baduy diberi hak istimewa untuk mengosongkan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk Mereka.

Dulu, kehidupan masyarakat Baduy Dalam benar-benar tak terjamah. Alasannya adalah mereka masih takut dengan kolonialisme dan komunisme yang kala itu menjadi hal besar di Indonesia.

Sampai akhirnya pada tahun 1998 mereka mulai membuka diri terhadap orang dari luar Baduy. Pengunjung-pengunjung pun mulai berdatangan. Bahkan saat ini banyak sekali pihak yang membuka jasa wisata untuk mengunjungi mereka.

Baduy Dalam adalah tempat yang sangat layak dikunjungi, terutama ketika kita ingin melihat kebudayaan yang benar-benar asli dari salah satu suku di Indonesia.

Namun, kita tidak akan bisa menikmati keindahan dan kesahajaan mereka tanpa datang langsung ke sana. Jika penasaran, sekarang ini banyak sekali penyedia jasa wisata yang membuka trip mengunjungi masyarakat Baduy Dalam. Tapi untuk ke sana, siapkan fisik yang betul-betul prima.

Jangan lupa pula untuk mematuhi segala aturan yang ada karena tamu yang terhormat adalah mereka yang mampu menghormati tuan rumahnya.