Rabu, 29 Januari 2020

Pacu Jawi, Event Wajib Pecinta Fotografi di Tanah Datar

 Pacu jawi adalah permainan tradisional yang dilombakan di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Para joki saling lomba menggiring sapi di sawah berlumpur.
Kali ini saya solo backpackeran lagi di Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Tanah Datar. Jauh sebelumnya, saya memang sudah punya rencana untuk menyaksikan secara langsung tradisi Pacu Jawi, bertanya kepada teman tentang jadwal event tersebut, juga langsung mencari kalender event dari buku dinas pariwisata Sumatera Barat.

Akhirnya sudah dapat tanggalnya. Bertepatan dengan jadwal libur penugasan saya di Mandailing Natal, saya mereschedule jadwal penerbangan saya ke Jakarta dan memutuskan untuk stay di Bukittinggi untuk beberapa hari.

Dari Bukittinggi saya menuju Tanah Datar dengan menggunakan angkot. Turun di dekat pasar tanah datar, dari sini saya naik ojek menuju desa yang dimaksud dalam kalender event. Setelah sampai di desa tersebut, eng ing eng! Kok sepi? Tidak ada tanda-tanda akan ada acara budaya.

Setelah bertanya pada penduduk setempat, ternyata bulan ini tidak ada pacu jawi di desa ini karena musim panen belum tiba. Mungkin sekitar dua minggu lagi. Yah, kena zonk deh saya. Tapi untungnya diberitahu kalau hari itu ada event pacu jawi juga di desa lain (nama desanya lupa), jaraknya lumayan jauh kurang lebih 30 menit naik motor.

Saya pun cepat-cepat naik ojek menuju desa yang dimaksud. Wah akhirnya, suasananya sudah mulai ramai. Banyak pedagang, peserta pacu jawi dengan membawa sapi-sapi mereka mulai berdatangan.

Terlihat banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang, sebagian besar mungkin merupakan fotografer professional karena saya lihat membawa peralatan fotografi yang lengkap. Memang event Pacu Jawi ini menjadi salah satu incaran bagi fotografer professional dari berbagai Negara.

Sekitar pukul 13.00 wib, acara akan segera dimulai. Peserta pacu jawi tampak bersiap di arena lomba yang berupa sawah penuh berisi air. Acara dimulai, sepasang sapi dengan seorang pemacunya berada di belakang. Berteriak, menepak-nepak bagian belakang sapi, terkadang sampai menggigit ekor sapi untuk merangsang agar berlari dengan kencang.

Seru sekali melihatnya, sawah yang tadi penuh air sekarang sudah berubah menjadi berlumpur. Tak jarang pula pemacu jawi harus terseret oleh sapi yang sulit dikendalikan. Inilah momen-mome yang menjadi incaran fotografer. Saya juga tidak mau melewatkannya. Penonton ikut bersorak, dipinggir arena tampak penuh oleh warga yang ingin menyaksikan keseruan event ini.

Hari sudah semakin sore, saya memutuskan untuk melanjutkan destinasi yang lainnya di Tanah Datar. Apa itu? Ya, Istano Basa yang lebih terkenal dengan nama Istana Pagaruyung. Lokasinya tidak begitu jauh dari arena pacu jawi tadi. Naik ojek beberapa menit, sampai deh.

Sekian cerita saya tentang keseruan Pacu Jawi, senang rasanya saya bisa menonton langsung acara tersebut. Kapan-kapan nonton lagi yuk! Sahabat traveler apalagi yang hobi fotografi, Pacu Jawi harus ada dalam bucket list. Dijamin gak nyesal.

Masjid Kakbah, Bukti Kerinduan Umat Muslim Makassar Akan Makkah

Berkunjung ke Kakbah di Makkah tentu menjadi impian umat Muslim di seluruh dunia. Sebelum sampai sana, kamu bisa mampir ke Masjid Kakbah di Makassar.

Untuk mengobati rasa rindu ke Baitullah, sebuah masjid di Makassar, Sulawesi Selatan hadir berkonsep menyerupai bangunan Kakbah. Masjid ini diberi nama Masjid Al Fatih Al Anshar yang berlokasi di Jalan Paccinang Raya, Kelurahan Tallo, Kecamatan Panakukang Makassar, Sulawesi Selatan.

Masjid berkonsep Kakbah ini dilengkapi lafaz Allah yang ada di dinding Kakbah, tak ketinggalan sebuah hajar aswad juga nampak menempel di sudut bangunan Masjid Kakbah dan menjadi keunikan tersendiri Masjid Kakbah.

Tak heran banyak warga sekitar hingga luar Makassar yang datang beribadah sekaligus untuk berfoto dan berselfie bersama mengobati kerinduan ke Kakbah.

Masjid Kakbah atau Masjid Al Fatih Al Anshar ini diambil dari nama cucu pendiri Masjid Kakbah, yakni Mustamin Anshor. Masjid ini dibangun pada 2015 lalu saat Mustamin Anshor mendapat hidayah atau bisikan untuk mendirikan bangunan masjid sudut Kakbah di Makassar, saat menunaikan haji di tanah suci.

"Masjid Kakbah, masjid ini kurang lebih 4 tahun di manfaatkan sholat oleh jemaah dan kegiatan keislaman. Terkait kenapa ada miniatur Kakbah di tempat sebelah kiri dari depan saya ini bermula saat pendirinya melaksanakan ibadah haji satu keluarga berulang kali ada bisikan terjadi yang mana mengatakan, mustamin nanti kalau pulang ke tanah air, bangun rumah Allah masjid kemudian bisikan itu selalu teriang setiap beliau datang ke Kakbah," kata Imam Masjid Kakbah, Wahyu Bastany Al Banjari, ditemui detikcom, Rabu (8/5/2019).

Masjid Kakbah ini berdiri di area seluas 600 meter dengan lebar 9 meter dan panjang 17 meter, serta tinggi 12 meter yang diambil karena memiliki makna tersendiri.

"Angka 9 merupakan angka penanggalan Arab didirikannya bangunan masjid, yakni di bulan 9 September 2015. Angka 17 merupakan angkat sholat 5 waktu yang memiliki 17 rakaat. Sementara 12 meter tinggi bangunan dari Kakbah diambil lantaran terdapat 5 rukun islam dan 6 rukun iman dan 1 merupakan Allah," jelasnya.

Keunikan lain Masjid Kakbah ini, jika masuk ke dalam masjid terdapat ornamen klasik yang menggabungkan unsur modern. Di dinding masjid lantai 1 terdapat sejumlah lafaz Allah dengan tulisan Arab, sementara di lantai 2 Masjid Kakbah terdapat ornamen kayu besi yang didatangkan dari Kalimantan berbentuk pohon yang dihiasi 99 nama Allah pada setiap daun pohon dan telah menempel di dinding masjid.

"Nama Al Fatih sebagai syukur lahirnya cucu beliau pertama Al Fatih beliau mengambil nama itu," paparnya.

Masjid Kakbah ini pun menjadi destinasi wisata religi selama ramadhan bagi warga Sulawesi Selatan, khususnya Makassar.

Pacu Jawi, Event Wajib Pecinta Fotografi di Tanah Datar

 Pacu jawi adalah permainan tradisional yang dilombakan di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Para joki saling lomba menggiring sapi di sawah berlumpur.
Kali ini saya solo backpackeran lagi di Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Tanah Datar. Jauh sebelumnya, saya memang sudah punya rencana untuk menyaksikan secara langsung tradisi Pacu Jawi, bertanya kepada teman tentang jadwal event tersebut, juga langsung mencari kalender event dari buku dinas pariwisata Sumatera Barat.

Akhirnya sudah dapat tanggalnya. Bertepatan dengan jadwal libur penugasan saya di Mandailing Natal, saya mereschedule jadwal penerbangan saya ke Jakarta dan memutuskan untuk stay di Bukittinggi untuk beberapa hari.

Dari Bukittinggi saya menuju Tanah Datar dengan menggunakan angkot. Turun di dekat pasar tanah datar, dari sini saya naik ojek menuju desa yang dimaksud dalam kalender event. Setelah sampai di desa tersebut, eng ing eng! Kok sepi? Tidak ada tanda-tanda akan ada acara budaya.

Setelah bertanya pada penduduk setempat, ternyata bulan ini tidak ada pacu jawi di desa ini karena musim panen belum tiba. Mungkin sekitar dua minggu lagi. Yah, kena zonk deh saya. Tapi untungnya diberitahu kalau hari itu ada event pacu jawi juga di desa lain (nama desanya lupa), jaraknya lumayan jauh kurang lebih 30 menit naik motor.