Minggu, 02 Februari 2020

Sambil Kerja Gendong Bayi Penumpang, Pramugari Ini Dipuji

Kisah ini viral di media sosial di Amerika Serikat. Seorang pramugari yang menggondong bayi penumpang, tapi masih bisa bekerja. Salut!

Dirangkum detikcom dari berbagai sumber, Senin (22/4/2019) itu terjadi pada penerbangan Southwest Airlines dengan rute Austin-Reno. Seorang penumpang wanita, Savannah Blum naik pesawat bersama bayinya yang masih berusia 19 bulan, Brittan.

Biasanya, Brittan tidur di pesawat, tapi tidak saat itu. Brittan tidak tidur dan membuat ibunya, Savannah sedikit kewalahan. Namun yang terjadi, seorang pramugari menenangkan dan bermain dengan Brittan.

Diketahui pramugari yang bernama Jessica tersebut, menggendong Brittan dan mengajaknya jalan-jalan di dalam kabin. Bahkan sembari bekerja seperti menutup bagasi kabin (pesawat mau lepas landas), Jessica tetap menggendong Brittan.

Tak sampai di situ, Brittan diajak berkenalan dengan penumpang. Savannah pun merekam apa yang dilihatnya di depan mata dan memostingnya di media sosial pribadinya.



Netizen pun dibuat tersenyum dan memuji Jessica. Meski sedang menggendong bayi, Jessica masih bisa membereskan pekerjaannya sebagai pramugari. Malah ada yang bilang, menjaga bayi penumpan, juga merupakan salah satu tanggung jawab awak kabin. Supaya, situasi di dalam kabin tetap nyaman.

"Sangat bangga dengan memberikan Southwest Hospitality. Sungguh luar biasa awak kabin kami menjaga penumpang termuda dengan cara yang manis dan menyenangkan," tulis pernyataan Southwest Airlines.

Cara Pemprov Sulawesi Utara Lawan Sampah di Bunaken

Sampah menjadi masalah besar di Taman Nasional Bunaken. Pemprov Sulawesi Utara menyiapkan beberapa cara untuk mengatasinya.

Pada Senin malam, (22/4/2019) Sulawesi Utara meluncurkan Calendar of Event Sulut 2019. Dalam 14 event yang diluncurkan, 3 event masuk ke dalam agenda nasional. 3 Event unggulan itu adalah Festival Pesona Bunaken, Tomohon International Flower Festival dan Festival Pesona Selat Lembeh.

Beberapa waktu lalu, kasus sampah di Taman Nasional Bunaken menjadi sorotan. Menyikapi ini, pemerintah Provinsi Sulut punya cara.

"Pengelolaan Taman Bunaken itu di bawah Kementerian Lingkungan Hidup. Mengenai permasalahan sampah kita selalu berkoordinasi. Adapun arahan dari Gubernur yaitu dengan cara OPD, Operasi Perangkat Daerah. Arahan ini tidak hanya untuk Dispar saja, namun untuk semua perangkat daerah di Sulawesi Utara untuk bersih-bersih pantai," ungkap Daniel Mewengkang, Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Utara kepada wartawan.

Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Provinsi, Edwin Silangen terkait permasalahan sampah di Taman Nasional Bunaken. Mereka mengikuti arah gubernur untuk mengatasi permasalahan ini.

"Kita telah dan sedang berupaya untuk mengatasi ini. Gubernur telah menginstruksikan semua perangkat daerah bersama masyarakat bersama-sama mengatasi permasalahan sampah yang terjadi," tutup Edwin.

Taman Nasional Bunaken merupakan salah satu daya tarik utama pariwisata di Sulawesi Utara. Bahkan keindahan bawah lautnya menjadi ikon pariwisata Kota Manado dan sudah ternama di kancah internasional. Jadi sayang sekali, jika masalah sampah yang merupakan perbuatan manusia menjadi hal yang merusak alam dan laut yang indah ini.

Mari kita jaga bawah laut serta alam ini. Belum terlambat untuk kita bersama-sama menjaga dan membuang sampah sesuai dengan tempatnya. Yuk liburan cerdas!

Ini Kata Peneliti Soal Pergerakan Sampah Plastik di Laut

Menjaga Bumi tak bisa lepas dari laut yang bebas dari sampah. Terombang-ambing di samudera, sebenarnya bagaimana sih perjalanan plastik di laut.

Hari Bumi menjadi saat yang tepat untuk kita melihat sejauh perjalanan manusia dalam menjaga alam. Bumi punya sampah hampir seluas Indoenesia di Samudera Pasifik, inilah tanggapan DR-Ing Widodo S Pranowo, Ketua Laboratorium Data Laut dan Pesisir, Pusat Riset Kelautan KKP, Selasa (23/4/2019).

"Sebal, kecewa, sedih beraduk jadi satu. Problem global saat ini yang krusial dihadapi manusia di bumi adalah sampah plastik dan perubahan iklim-laut," ujar Widodo.

Widodo menambahkan bahwa sampah plastik di laut punya banyak macam dengan berbagai kualitas dan bahan. Sehingga ada yang cepat terdegradasi menjadi mikroplastik dan ada yang membutuhkan lebih lama. Bahkan ada yang bisa lebih dari 100 tahun untuk terdegradasi.

Rupanya sampah makroplastik yang terdegradasi menjadi mikroplastik memiliki dampak tersendiri. Ini akan membuat densitas massa air Samudera Pasifik menjadi lebih kental karena penuh dengan larutan mikroplastik.

Sementara itu, samudera dan lautan saling terhubung satu sama lain. Sehingga bisa saja massa air Samudera Pasifik yang mengandung banyak mikroplastik tersebut akan tertransportasi menuju samudera dan laut lainnya. Hal lain yang memungkinkan adalah mikroplastik yang berkeliling terbawa aliran arus ke seluruh samudera dan lautan di bumi.

"Aliran massa air global tersebut sering disebut sebagai The Conveyor Belt Global Current atau dikenal sebagai Atlantic Meridinal Overturning Current (AMOC). Sehingga bisa saja mikroplastik dari seluruh lautan dan samudera suatu saat bisa saling bertemu berkumpul satu sama lain," jelas Widodo.

AMOC adalah aliran arus laut dari area tropis yang lebih hangat ke utara. Sampah mikroplastik tersebut dimungkinkan terbawa aliran arus di kolom air permukaan. Kemudian bisa saja teralirkan ke lapisan kolom massa air yang lebih dalam, sesuai dengan lintasan the conveyor belt global current tersebut.

"Kesempatan mikroplastik terbawa masuk ke kolom air yang lebih dalam bisa saja terjadi. Misalnya, ada aliran massa air yang mengandung larutan mikroplastik dalam jumlah yang sangat masif mengalir di permukaan menuju Samudera Atlantik. Kemudian aliran tersebut terbawa ke arah utara mendekati kawasan perairan kutub utara. Karena massa air menjadi dingin maka secara natural densitasnya akan menjadi lebih berat. Densitas tersebut bertambah berat dengan penambahan mikroplastik terlarut tadi. Maka massa air tersebut akan tenggelam dan mengalir di kolom bawah permukaan, tentunya bersama mikroplastik di dalamnya," ungkap Widodo.

Menurut beberapa penelitian, penyebaran sampah mikroplastik di lautan bisa berdampak bagi kehidupan biota dan manusia. Mikroplastik yang terakumulasi di badan ikan, kemudian dikonsumsi oleh manusia akan memberikan efek samping, seperti kanker.

Dari mikroplastik, sampah juga bisa terdegradasi ke ukuran yang lebih kecil menjadi nano. Nanoplastik yang terkonsumsi oleh hewan atau manusia memiliki dampak mutasi gen. Penelitian ini masih terus dikembangkan oleh para peneliti.