Selasa, 04 Februari 2020

Mau Solo Traveling ke Ho Chi Minh City, Baca Ini Dulu Ya! (2)

Saat tiba disana jarang sekali saya menemukan sopir yang bisa berbahasa Inggris, sehingga cukup sulit untuk berkomunikasi. Di Vietnam posisi kemudi dan jalannya kendaraan berada di kanan, kebalikan dari Indonesia.

Penginapan yang saya pilih berada di Distrik 1 di Pham Ngu Lao Ward, karena dekat dengan tempat-tempat menarik yang akan saya kunjungi. Suasana di HCMC tidak berbeda jauh seperti di Indonesia. Banyak sekali kendaraan yang berlalu lalang terutama kendaraan bermotornya, Namun trotoar di sini cukup lebar sehingga cukup nyaman untuk berjalan kaki.

Selain itu pada saat akan menyebrang jalan dibutuhkan keberanian yang tinggi karena Vietnam itu terkenal dengan jumlah motornya yang luar biasa banyak. Jadi, jangan berharap jalan akan kosong dan bisa melenggang nyaman saat menyeberang jalan, apalagi lampu lalu lintas di sini tergolong minim.

Tujuan pertama saya adalah menuju Benh Than Market. Masyarakat setempat menyebutnya Cho Ben Thanh, pasar tradisional yang bertempat di bangunan tua ini mengingatkan akan Pasar Beringharjo di Yogyakarta.

Pasar ini menjual berbagai pakaian, makanan, dan berbagai souvenir menarik. Saat teramainya adalah pagi hingga sore. Selepas senja, area ini berganti menjadi Ben Thanh Night Market di luar bangunan, di mana kedua sisi jalannya dipenuhi pedagang makanan, pakaian, dan suvenir.

Bila ingin berbelanja di sini, jangan lupa untuk menawar. Bila tak suka berbelanja pun, pengunjung tetap dapat menikmati pasar dengan mengudap pho atau banh mi dan menyeruput kopi ala Vietnam.

Selanjutnya tempat yang dikunjungi adalah Ho Chi Minh City Hall. Terletak di ujung Nguyen Hue Street. Bangunan yang awalnya bernama Hotel de Ville Saigon ini dibangun pada tahun 1902-1908, pada masa penjajahan Prancis.

Sedikit informasi, sebaiknya kalian mengunjungi City Hall pada malam hari karena saat malam hari lampu-lampu pada bagian luar gedung dinyalakan dan efek dari iluminiasi cahaya tersebut sangat menarik perhatian.

Sayangnya tempat ini tidak terbuka untuk publik, sehingga tidak dapat masuk ke dalam City Hall, jadi hanya bisa menikmati bagian luar City Hall saja.

Setelah puas berphoto-photo di depan City Hall, selanjutnya menuju Saigon Notre-Dame Basilica yaitu Katedral bergaya Gothic yang megah. Berasal dari masa kolonial Perancis pada abad ke-19. Dibangun menyerupai Notre Dame di Paris, terdapat beberapa kesamaan antara lain dua lonceng menaranya yang menawan.

Katedral ini dibangun di atas sebuah pagoda yang telah ditinggalkan. Pada tahun 1863, Admiral Bonard memutuskan untuk membangun sebuah gereja dari kayu, yang kemudian dinamai Gereja Saigon.

Seiring waktu, kayu lapuk oleh rayap sehingga ibadah dipindahkan sementara ke Istana Gubernur Perancis (sekarang Reunification Palace), sementara gereja direnovasi dengan hampir semua material diimpor dari Perancis, termasuk batu bata untuk tembok yang didatangkan dari Marseille.

Meski tidak menggunakan pelapis beton, namun batu bata ini terbukti awet hingga hari ini. Di depan gereja terdapat taman bunga dengan patung Bunda Maria dari Vatikan di tengahnya.

Tidak jauh dari Saigon Notre-Dame Basilica, terdapat gedung kantor pos Dalam bahasa Vietnam disebut Buu Dien Trung Tam Sai Gon. Gedung kantor pos ini dibangun saat Vietnam menjadi bagian dari Perancis Indocina pada 1860.

Bangunan ini masih terawat dengan baik, bahkan jam besar di gerbang utama masih berfungsi dengan baik. Bangunan ini mempunyai langit-langit tinggi yang melengkung dengan perabotan kayu serta dua peta raksasa dari abad ke-18.

Meski kantor pos ini sudah tidak sesibuk dulu karena perkembangan teknologi, namun Ho Chi Minh Central Post Office masih terus buka melayani pelanggan setiap hari mulai pukul 08:00-17:00.

Keesokan harinya dilanjut kembali menjelajah kota HCMC yaitu menuju Museum Sisa Perang (bahasa Vietnam: Beo tang chang ta­ch chin tranh; bahasa Inggris: War Remnant Museum) adalah museum di Kota Saigon yang menampilkan sisa-sisa Perang Vietnam.

Mau Solo Traveling ke Ho Chi Minh City, Baca Ini Dulu Ya!

Punya rencana solo traveling ke Ho Chi Minh City di Vietnam dalam waktu dekat? Sebaiknya baca kisah pengalaman ini dulu ya!

Perjalanan solo traveling kali ini saya memilih mengunjungi negara Vietnam. Vietnam termasuk negara yang bebas visa dengan maksimal stay 30 hari, menyenangkan bukan?

Perjalanan ke Vietnam dapat ditempuh selama kurang lebih 4 jam yaitu 2 jam dari Soetta-KL, lalu dilanjut 2 jam dari KL-HCMC. Banyak sekali tempat-tempat menarik yang bisa dikunjungi di HCMC.

Selain itu Vietnam juga terkenal dengan tempat-tempat peninggalan bersejarahnya. Menurut sejarahnya, Pada 1 Mei 1975, setelah jatuhnya Vietnam Selatan, pemerintah komunis yang kini berkuasa mengganti nama kota ini dengan menggunakan nama samaran pemimpin mereka Ho Chi­ Minh.

Nama yang resmi sekarang adalah Tha nha ph (artinya kota) Ho Chi Minh, yang seringkali disingkat menjadi TPHCM. Dalam bahasa Indonesia, nama ini diterjemahkan menjadi Kota Ho Chi Minh, dan dalam bahasa Perancis diterjemahkan menjadi Ho Chi Minh Ville.

Namun, nama lama Saigon/Saigon masih banyak digunakan oleh orang Vietnam dan ditemukan dalam nama-nama perusahaan, judul-judul buku, dan kadang-kadang dalam papan keberangkatan di bandara.

Di Kota Ho Chi Minh terdapat penduduk etnis Tionghoa yang telah mapan. Cholon, yang kini dikenal sebagai Distrik 5 dan bagian-bagian dari Distrik 6, 10 dan 11, berfungsi sebagai Kawasan Pecinannya.

Setelah sampai dibandara HCMC hal pertama kali yang harus dilakukan adalah menukarkan uang di money changer di bandara, rate disini pun bermacam. Nama mata uang Vietnam adalah Dong (VND).

Salah satu hal yang menyenangkan traveling kali ini bagi saya adalah karena mata uang Rupiah lebih tinggi dibandingkan dengan mata uang Dong, namun sayangnya di Vietnam tidak menerima penukaran uang Rupiah, jadi dari Indonesia jangan lupa untuk menukarkan ke Dollar. Dan setelah sampai di sana barulah tukarkan ke Dong, ratenya cukup tinggi. Menyenangkan bukan?

Transportasi yang dapat digunakan dari bandara menuju kota yaitu menggunakan taksi online yang berbasis aplikasi, juga bisa dipesan dari bandara, sama halnya dengan di Indonesia.

Untuk harganya pun lebih hemat dibandingkan dengan tarif taksi biasanya, hanya saja kamu harus bisa berbahasa lokal untuk memesan dan menentukan lokasi penjemputannya.

Bila ingin menggunakan taksi konvensional, salah satu yang terpercaya adalah VINASUN. Pastikan juga taksi tersebut menggunakan argometer supaya tidak menjadi korban taksi nakal.

Untuk mempermudah tunjukkan alamat yang jelas, dapat menggunakan alamat hotel yang ada di aplikasi atau dengan menunjukkan peta ke sopirnya.

Saat tiba disana jarang sekali saya menemukan sopir yang bisa berbahasa Inggris, sehingga cukup sulit untuk berkomunikasi. Di Vietnam posisi kemudi dan jalannya kendaraan berada di kanan, kebalikan dari Indonesia.

Penginapan yang saya pilih berada di Distrik 1 di Pham Ngu Lao Ward, karena dekat dengan tempat-tempat menarik yang akan saya kunjungi. Suasana di HCMC tidak berbeda jauh seperti di Indonesia. Banyak sekali kendaraan yang berlalu lalang terutama kendaraan bermotornya, Namun trotoar di sini cukup lebar sehingga cukup nyaman untuk berjalan kaki.

Selain itu pada saat akan menyebrang jalan dibutuhkan keberanian yang tinggi karena Vietnam itu terkenal dengan jumlah motornya yang luar biasa banyak. Jadi, jangan berharap jalan akan kosong dan bisa melenggang nyaman saat menyeberang jalan, apalagi lampu lalu lintas di sini tergolong minim.

Tujuan pertama saya adalah menuju Benh Than Market. Masyarakat setempat menyebutnya Cho Ben Thanh, pasar tradisional yang bertempat di bangunan tua ini mengingatkan akan Pasar Beringharjo di Yogyakarta.

Pasar ini menjual berbagai pakaian, makanan, dan berbagai souvenir menarik. Saat teramainya adalah pagi hingga sore. Selepas senja, area ini berganti menjadi Ben Thanh Night Market di luar bangunan, di mana kedua sisi jalannya dipenuhi pedagang makanan, pakaian, dan suvenir.

Bila ingin berbelanja di sini, jangan lupa untuk menawar. Bila tak suka berbelanja pun, pengunjung tetap dapat menikmati pasar dengan mengudap pho atau banh mi dan menyeruput kopi ala Vietnam.

Selanjutnya tempat yang dikunjungi adalah Ho Chi Minh City Hall. Terletak di ujung Nguyen Hue Street. Bangunan yang awalnya bernama Hotel de Ville Saigon ini dibangun pada tahun 1902-1908, pada masa penjajahan Prancis.

Sedikit informasi, sebaiknya kalian mengunjungi City Hall pada malam hari karena saat malam hari lampu-lampu pada bagian luar gedung dinyalakan dan efek dari iluminiasi cahaya tersebut sangat menarik perhatian.

Sayangnya tempat ini tidak terbuka untuk publik, sehingga tidak dapat masuk ke dalam City Hall, jadi hanya bisa menikmati bagian luar City Hall saja.