Komentar Pitana didasari, bahwa Pariwisata Indonesia melompat tajam dari ranking 70 pada tahun 2013 menjadi ranking 50 pada tahun 2015. Indeks daya saing Indonesia kembali melesat naik 8 peringkat ke peringkat 42 pada tahun 2017.
"Maka, lagi-lagi dengan memasang promosi digital di New York, di Paris di Jerman dan sebagainya memang harus dilakukan. Mau kapan lagi, bangsa kita sekarang berwibawa," katanya.
Ucapan Pitana bukan sembarang komentar. Reputasi itu dipotret oleh Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) 2017, yang dikeluarkan secara resmi oleh World Economic Forum (WEF) pada 6 April 2017 lalu. Menariknya, kinerja pariwisata Indonesia naik 8 level, di saat Malaysia turun 2 peringkat di posisi 26. Singapura juga turun 2 peringkat dan Thailand naik hanya 1 peringkat di papan 34. Pekerjaan besar justru berawal dari sini, berawal dari akhir.
Pitana juga mengomentari shadow management yang diterapkan Arief Yahya sebagai transformasi ilmu untuk para ASN.
"Sebagai seorang ASN, saya setuju dengan kehadiran tim percepatan. Saya contohkan Hiramsyah (Hiramsyah S Thaib, Ketua Tim Percepatan 10 Destinasi Prioritas). Beliau sudah 30 tahun berdarah-darah berlumpur mengembangkan properti pariwisata. Hal yang tidak pernah dilakukan ASN. Saya tidak melihat ada anggota percepatan yang tidak berpengalaman. Dan semua ada transformasi ilmu buat ASN. Jadi sangat positif," katanya.
Mengenai 10 Bali Baru, Pitana menilai banyak orang yang tidak memahami konsep sesungguhnya dari 10 Bali Baru. Pitana yang memiliki darah Bali, menilai konsep 10 Bali Baru diterapkan untuk menyelamatkan sekaligus membangun Bali.
Karena, Bali memiliki keterbatasan. Keterbatasan bandara, keterbatasan infrastruktur. Dengan hadirnya 10 Bali Baru, justru Bali bisa semakin maju. Dan memberikan kesempatan Bali untuk membangun.
"Dan masyarakat serta pelaku industri di Bali semua sangat memahami dengan istilah Bali Baru. Intinya, orang yang berkomentar miring terhadap menteri saya Arief Yahya itu artinya memang dia tidak mengerti pariwisata Indonesia, tidak mengerti kemajuan yang sudah banyak dilakukan Presiden Joko Widodo lewat Menteri Pariwisata Arief Yahya," kata pria yang biasa dipanggil Prof Pit itu.
Memang, masih ada 30% yang masih nyaman dengan cara lama, cara konvensional. Pitana juga menilai Arief Yahya sebagai sosok Menteri yang berani dalam mengambil keputusan dan sangat fokus dalam bekerja.
"Contohnya begini, Indonesia memiliki sekitar 222 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Tapi, kita di Kementerian Pariwisata fokus pada 10 destinasi prioritas. Masalah setuju atau tidak setuju pasti ada, tapi beliau tetap fokus pada pekerjaan. Buat saya, Pak Menteri adalah guru besar The Power of Focus. Mengutamakan yang utama adalah benar dan nyata. Daripada banyak tapi tak terurus. Saya datang bermodalkan akademisi, dan ini sudah saya kaji. Keputusan pak menteri sangat tepat dan benar," katanya.
Pitana mengaku sangat setuju langkah Menpar Arief Yahya dengan mempersepit penitikberatan pembangunan. Sebab, sebuah destinasi tidak bisa dibangun dalam setahun atau dua tahun. Pembangunan destinasi harus fokus, dan Pitana sangat gembira Menteri yang saat ini sebagai pimpinannya itu adalah manusia yang super fokus.
Hal serupa ditanamkan Arief Yahya dalam promosi pariwisata Indonesia di luar negeri. Menurutnya, dari sekitar 187 negara yang ada di seluruh dunia, tidak di semua negara promosi dilakukan.
"Pak Menteri sangat fokus. Keputusan untuk promosi di luar negeri efektif. Promosi kita fokuskan pada pasar utama kita di luar negeri. Karena kita membutuhkan impact positif dari promosi. Jadi bukan sembarangan promosi, ini lagi-lagi arahan dan ide pak Menteri Arief Yahya. Selama saya berkarir di pariwisata, inilah menteri yang punya banyak terobosan," tuturnya.
Hal ini juga berpengaruh terhadap brand pariwisata Indonesia. Apalagi, brand pariwisata Indonesia sudah tertinggal sangat jauh dari Thailand, Singapura, dan Malaysia, sebelum hadirnya Arief Yahya sebagai Menteri Pariwisata.
"Mengapa brand kita tertinggal, karena Thailand, Singapura, dan Malaysia, apa yang kita lakukan sekarang terhadap pariwisata, sudah dilakukan tiga negara itu sejak 10 tahun lalu. Kalau tidak dimulai, kita akan semakin jauh tertinggal. Dan pariwisata tidak seperti sekarang.