Rabu, 19 Februari 2020

Alquran Kuno dari Kulit Kayu Jadi Ikon Wisata Religi di Alor

 Siapa bilang di Alor hanya ada wisata alam? Kawasan yang berada di ujung timur NTT ini juga ternyata memiliki wisata religi. Salah satunya adalah Alquran kuno yang terbuat dari kulit kayu. Sampai sekarang, banyak misteri yang belum terungkap dari Alquran kuno tersebut. Belum diketahui secara pasti berapa usia Alquran kuno itu, siapa pemilik awalnya, dan dari bahan apa lembaran kitab suci itu dibuat.

Saat ini, Alquran kuno tersebut disimpan oleh Nurdin Gogo yang tinggal di Desa Alor Besar, Kecamatan Alor Barat Laut. Ia adalah keturunan ke-14 dari Iang Gogo, sosok yang diyakini sebagai pembawa Alquran kuno tersebut. Nurdin menyimpan Alquran itu di kamar khusus di rumahnya. Alquran tersebut dimasukkan ke dalam kotak kayu seperti saat pertama kali ditemukan.

"Diperkirakan ini dari kulit kayu tapi jenisnya belum diketahui walaupun sudah sering diteliti. Para peneliti menduga bahannya dari kayu yang sudah punah," tutur Nurdin dalam keterangan tertulis, Senin (4/3/2019).

Meski kuno, huruf-huruf di Alquran ini masih jelas terlihat. Isinya juga lengkap 30 juz dengan lembaran yang tebal dan halus. Kerusakan hanya terlihat di beberapa lembar pertama yang robek. Kotak kayu penyimpan Alquran itu juga masih 90 persen utuh, hanya rompal sedikit di bagian penutup.

Nurdin menceritakan Alquran itu dibawa ke Alor Besar oleh seseorang bernama Iang Gogo. Pada masa Kesultanan Baabullah V, Iang Gogo merantau bersama 4 saudaranya dari Ternate, Maluku Utara menuju Alor. Keempat saudaranya yang lain, yakni Ilyas Gogo, Djou Gogo, Boi Gogo, dan Kimales Gogo melanjutkan perjalanan ke daerah lain, sedangkan Iang Gogo menetap di Alor.

Sekitar tahun 1982, terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan rumah dan seluruh peninggalan Iang Gogo. Namun anehnya, Alquran itu tidak terbakar dan menjadi satu-satunya benda yang selamat dari kebakaran tersebut.

Bagi Nurdin, Alquran kuno itu seolah memiliki energi tersendiri. Menurutnya, banyak pengunjung yang juga merasakan kuatnya energi Alquran dari kulit kayu tersebut.

"Beberapa kali ada pengunjung yang tidak berani masuk rumah ini waktu mau melihat Alquran. Dia bilang ruangannya tidak muat padahal secara kasat mata ruangan ini masih luas," tuturnya.

Meski tergolong sebagai peninggalan bersejarah, Nurdin tak akan menyerahkan pengelolaan Alquran kuno kepada pemerintah. Menurutnya, Alquran tersebut hanya bisa disimpan di rumah yang ia tinggali saat ini.

Selain Alquran kuno, Alor juga memiliki wisata religi lainnya. Bagi yang suka berziarah, ada makam salah satu penyebar Islam di Alor, Sultan Alamudin, yang disebut-sebut sebagai keturunan Walisongo. Makam tersebut berada di Pulau Sika, yakni pulau tak berpenghuni seluas sekitar 8 hektare yang dahulu dikeramatkan warga.

Untuk traveler yang tertarik berkunjung ke Alor, saat ini ada penerbangan langsung Denpasar-Alor dengan pesawat NAM Air. Jadwal penerbangan pukul 10.50 WITA dari Bandara Ngurah Rai Denpasar setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu. Untuk rute sebaliknya, dijadwalkan pukul 13.50 WITA di hari yang sama, yakni Selasa, Kamis, dan Sabtu.

Festival Lampion, Waktu Terbaik Liburan ke Taiwan

Taiwan sudah sejak lama menjadi favorit destinasi wisata luar negeri bagi turis asal Indonesia. Dari sisi pengeluaran, untuk berlibur di negara yang dulunya bernama Formosa ini, bisa dikatakan relatif lebih irit dibandingkan Jepang, Korea, bahkan China.

Jika melancong ke Taiwan, ada baiknya memilih waktu beberapa hari setelah Hari Raya Imlek. Ini karena ada Festival Lampion atau Lantern Festival yang digelar setiap tahunnya oleh pemerintah Taiwan pada hari ke-15 setelah Imlek atau bertepatan dengan bulan purnama perdana dalam penanggalan Tiongkok.

Lantern Festival digelar setiap tahun sejak 1990 dan dijadikan sebagai agenda pariwisata paling ramai wisatawan di Taiwan, sekaligus menandai perayaan Tahun Baru China dan awal musim semi. Tahun ini, Lantern Festival berada di Pen Bay, Kota Donggang, Distrik Pingtung, yang terkenal sebagai kota pelabuhan kapal ikan.

Sementara untuk tahun 2020, Kota Taichung dipilih sebagai kota berikutnya sebagai penyelenggara festival. Awalnya, selama beberapa tahun, festival ini selalu diselenggarakan di Taipei, namun kemudian pemerintah Taiwan menggilir di beberapa kota karena banyak pemerintah daerah yang ingin berpartisipasi.

Selama 15 hari penuh di Donggang, banyak lampion-lampion dengan beragam bentuk, dari ukuran kecil hingga raksasa memenuhi lapangan Pelabuhan Pen Bay yang letaknya berada di paling ujung Pulau Taiwan. Lampion berbentuk ikan tuna berwarna emas yang dijadikan lampion utama dan dengan ukuran paling raksasa setinggi 16 meter sebagai simbol mata pencaharian serta lambang kemakmuran warga Pingtung.

Area lampion utama ditempatkan di tepi Teluk Dapeng, sementara lampion-lampion lainnya dengan dengan tema tematik dari benteng, kuil, dewa-dewa, teknologi, instalasi seni, hingga kartun ditempatkan di jalan hingga gerbang utama. Anak-anak hingga orang tua tumpah ruah di area hampir seluas 38 hektar.

Festival ini semakin menarik karena tak hanya cahaya lampion dengan warna-warni lampu dari 16.000 lampion, area pelabuhan juga disiram cahaya dari teknologi laser. Lampion-lampion ini ditempatkan sesuai tema yang ditonjolkan yakni representasi sejarah, budaya, makanan, dan pariwisata Taiwan.

Jika ingin menikmati Lantern Festival, sangat disarankan datang saat bertepatan dengan waktu pembukaan di hari pertama dan penutupan di hari terakhir. Ini karena banyak sekali pertunjukan selama semalaman penuh sejak pukul 17.00.

Atraksi yang paling ditunggu pengunjung festival yaitu pertunjukan 300 pesawat drone yang diterbangkan secara bersamaan di atas laut sebagai lampion. Drone tersebut membentuk formasi rumit sehingga menciptakan bentuk binatang, bunga, hingga kata Taiwan.

Lampu-lampu yang berganti warna dari drone sangat teratur membentuk konfigurasi dalam waktu cepat tanpa bertabrakan meski drone-drone tersebut terbang dalam waktu bersamaan dan jarak yang sangat dekat.

Tak cukup di situ, setelah cahaya dari pesawat drone lenyap, langit di atas Deluk Dapeng seketika jadi terang benderang setelah ribuan kembang api tepat di atas laut.

Sangat disarankan datang ke lokasi Festival Lampion pada sore harinya karena kondisi jalanan yang macet saat festival. Tahun ini saja selama 15 hari penyelenggaraan, total pengunjungnya oleh pemerintah Taiwan diklaim mencapi 12 juta orang baik lokal maupun turis asing, jumlah itu setara dengan setengah penduduk negara tersebut.