Sabtu, 28 Maret 2020

Cerita Traveler Aman dari Corona, Tapi Terjebak di Antartika

Traveler satu ini boleh jadi aman dari serangan virus Corona, tapi kenyataannya dia tidak bisa ke mana-mana karena terjebak di Antartika.

Adalah Sarah Slack (44), traveler dari Amerika Serikat yang punya kisah unik terkait pandemi virus Corona. Sampai saat ini, Sarah merasa aman-aman saja, karena di tempatnya sekarang, belum ada kasus orang yang positif terjangkit virus Corona.

Masalahnya, posisi Sarah sekarang berada di benua Antartika. Sarah juga tidak bisa ke mana-mana karena semua perbatasan di lockdown dan posisi tepatnya sedang berada di antah berantah.

"Saat ini kami sedang berada di Laut Bellingshausen, tak jauh dari sisi selatan Antartika Peninsula. Kami dijadwalkan bersandar di Chile, kami berharap bisa sampai ke sana dalam beberapa hari ke depan," kata Sarah seperti dilansir detikTravel dari New York Post, Kamis (27/3/2020).

Sarah sendiri tergabung dalam tim penelitan dari International Thwaites Glacier Collaboration. Proyek yang didanai oleh PolarTREC ini bertugas meneliti perubahan permukaan laut di sisi barat benua Antartika.

Meski perbatasan Chile sudah ditutup, tapi Sarah dan timnya dibekali visa waiver yang mengizinkan mereka untuk bersandar dan pergi ke bandara. Tapi Sarah tidak tahu apakah bisa terbang atau tidak karena belum tentu ada penerbangan kembali ke Amerika Serikat.

"Saya mau pulang ke rumah, bertemu kembali dengan kekasih dan anjing saya. Saya juga khawatir dengan murid-murid saya," imbuh Sarah.

Untuk membunuh waktu di atas kapal, Sarah dan timnya bermain ping pong dan juga aneka permainan lainnya. Selain itu, mereka juga punya 'stok' ribuan film untuk ditonton dalam server komputer kantornya.

"Kami semua berencana nonton film 'Up'. Saya rasa menangis tu perlu dan bakal membantu kita semua," pungkas Sarah.

India Lockdown, Binatang Langka Ini Malah Muncul Lagi

Baru-baru ini Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan penutupan India atau lockdown. Namun, binatang langka ini malah muncul kembali di India.
Sebuah kejadian tak biasa terjadi di Kota Meppayur, Kerala, di hari kedua lockdown di India. Sebuah binatang yang disebut telah punah pada tahun 1990-an tampak di jalanan kota tersebut yang tengah lengang.

Keunikan itu pun pertama kali diketahui lewat unggahan video di laman Twitter Parveen Kaswan, seorang anggota petugas kehutanan India sekaligus Union for Conservation of Nature (IUCN).

Dilihat detikcom, Sabtu (28/3/2020), video singkat berdurasi 14 detik itu menampilkan seekor Civet atau Musang Malabar yang tampak sedang berjalan di zebra cross kota Meppayur.

"Seekor Civet india yang merupakan binatang nokturnal tengah berjalan santai di siang hari di Kota Meppayur, Kozhikode, Kerala, India. Mereka merupakan fauna tempat ini. Jalanan yang lengang memebuat mereka dapat berjalan dengan bebas," cuit Parveen.

Sayang, Parveen tidak menemukan siapa pengunduh asli video tersebut. Di satu sisi, tak sedikit yang meragukan kebenaran dari video tersebut.

Hanya dalam takarirnya, Parveen berujar kalau video itu asli dan bukan rekayasa. Ia pun telah memastikan kebenaran dari video tersebut.

"Itu bukan 3D, sudah saya konfirmasi. Mungkin juga binatang itu tengah sakit, tapi mereka adalah makhluk nokturnal. Jadi wajar kalau mereka kesulitan berjalan di siang bolong," cuit Parveen.

Menurut catatan IUCN pada tahun 1990, keberadaan musang malabar ini hanya tersisa sekitar 250 ekor saja di dunia. Diprediksi kalau musang tersebut malah sudah punah atau benar-benar terisolasi di habitat aslinya di pedalaman Malabar Selatan. Setidaknya, video tersebut telah membuktikan keberadaan mereka yang disebut punah.

India Lockdown, Pukulan Bagi Pariwisatanya

India resmi lockdown. Hal ini jelas menjadi pukulan telak bagi industri pariwisatanya dimana perhotelan dan pariwisata India lumpuh karena pandemi Corona. Sebelum lockdown, India mengalami penurunan turis hingga 9,3 persen mulai dari Februari dan diprediksi terus menurun.

India memiliki 3.691 situs arkeologi dan 38 di antaranya terdaftar sebagai situs warisan dunia. Salah satunya adalah Taj Mahal.

Pada bulan Januari-Februari, Taj Mahal sanggup untuk menjual sebanyak 22.000 tiket. Namun dua hari sebelum penutupan Taj Mahal, tiket bahkan tak terjual sampai 8.000.

Tak hanya itu, sektor maskapai pun ikut merasakan imbasnya. Centre for Asia Pacific Aviation India (CAPA) mengatakan bahwa industri penerbangan di India sudah merugi sebesar USD 500-600 juta di awal tahun sejak wabah pandemi Corona atau sekitar Rp 9 triliun.

CAPA memperingkatkan pemerintah, jika tidak melakukan intervensi maka beberapa maskapai penerbangan India akan tutup pada bulai Mei atau Juni karena krisis keuangan.

Padahal musim panas sudah di depan mata. Musim ini menjadi momen yang ditunggu oleh India untuk mendapatkan uang dari pariwisata.

"Bisnis benar-benar tersendat. Bahkan jika COVID-19 menurun, pemulihan masih akan memakan waktu 8-10 bulan. Stakeholder swasta tak akan pulih tanpa bantuan keuangan dari pemerintah," ujar Siddhart Jain, CEO Sapphire Ventures dan Direktur Kazin Travel Consultants LLP.

"Kami berharap akan menerima wisatawan kembali pada 2-3 minggu ke depan. Namun hal ini tergantung dari seberapa baik penangan di negara kami," katanya.

India lockdown sejak 24 Maret dan akan berlangsung selama 21 hari. Sampai Sabtu (28/3/2020) sudah ada 887 kasus yang dikonfirmasi oleh India.

Cerita Traveler Aman dari Corona, Tapi Terjebak di Antartika

Traveler satu ini boleh jadi aman dari serangan virus Corona, tapi kenyataannya dia tidak bisa ke mana-mana karena terjebak di Antartika.

Adalah Sarah Slack (44), traveler dari Amerika Serikat yang punya kisah unik terkait pandemi virus Corona. Sampai saat ini, Sarah merasa aman-aman saja, karena di tempatnya sekarang, belum ada kasus orang yang positif terjangkit virus Corona.

Masalahnya, posisi Sarah sekarang berada di benua Antartika. Sarah juga tidak bisa ke mana-mana karena semua perbatasan di lockdown dan posisi tepatnya sedang berada di antah berantah.

"Saat ini kami sedang berada di Laut Bellingshausen, tak jauh dari sisi selatan Antartika Peninsula. Kami dijadwalkan bersandar di Chile, kami berharap bisa sampai ke sana dalam beberapa hari ke depan," kata Sarah seperti dilansir detikTravel dari New York Post, Kamis (27/3/2020).

Sarah sendiri tergabung dalam tim penelitan dari International Thwaites Glacier Collaboration. Proyek yang didanai oleh PolarTREC ini bertugas meneliti perubahan permukaan laut di sisi barat benua Antartika.

Meski perbatasan Chile sudah ditutup, tapi Sarah dan timnya dibekali visa waiver yang mengizinkan mereka untuk bersandar dan pergi ke bandara. Tapi Sarah tidak tahu apakah bisa terbang atau tidak karena belum tentu ada penerbangan kembali ke Amerika Serikat.

"Saya mau pulang ke rumah, bertemu kembali dengan kekasih dan anjing saya. Saya juga khawatir dengan murid-murid saya," imbuh Sarah.

Untuk membunuh waktu di atas kapal, Sarah dan timnya bermain ping pong dan juga aneka permainan lainnya. Selain itu, mereka juga punya 'stok' ribuan film untuk ditonton dalam server komputer kantornya.

"Kami semua berencana nonton film 'Up'. Saya rasa menangis tu perlu dan bakal membantu kita semua," pungkas Sarah.