Selasa, 31 Maret 2020

Saat 'Lockdown' Cegah Corona di India Berubah Jadi Tragedi Kemanusiaan

Ketika saya berbicara dengannya di telepon, ia baru saja pulang ke desanya di Negara Bagian Rajasthan, India bagian utara, tempat dia bekerja sebagai tukang batu.
Di bawah terik panas matahari, Goutam Lal Meena telah berjalan menyusuri jalan aspal sejauh 300 km dengan mengenakan sandal. Dia mengaku bertahan dengan mengonsumsi air dan biskuit.

Di Gujarat, Meena dapat menghasilkan hingga 400 rupee (Rp 87.000) sehari dan mengirim sebagian besar penghasilannya ke rumah.

Pekerjaan dan upah mengering setelah India pada tengah malam 24 Maret lalu menyatakan karantina wilayah alias lockdown demi membatasi penyebaran virus corona. Pemerintah memberi warganya empat jam untuk bersiap-siap.

India telah mencatat lebih dari 1.000 kasus COVID-19 dan 27 orang meninggal dunia. Penutupan wilayah itu juga berimbas pada transportasi sehingga Meena terpaksa berjalan kaki.

"Aku berjalan sepanjang hari dan berjalan sepanjang malam. Pilihan apa yang kumiliki? Aku punya sedikit uang dan hampir tidak ada makanan," kata Meena, dengan suaranya yang terdengar serak dan tegang.

Kaum miskin India takut kelaparan akan membunuh kami lebih dulu sebelum virus corona

Ia tidak sendirian. Di seluruh India, jutaan pekerja migran melarikan diri dari kota-kota yang tutup dan kembali ke desa mereka.

Para pekerja informal ini adalah tulang punggung perekonomian kota besar, mereka membangun rumah, memasak makanan, melayani di restoran-restoran, mengantar makanan, memotong rambut di salon, membuat mobil, membuat pipa toilet, dan mengantarkan koran.

Mereka berusaha melarikan diri dari kemiskinan di desa mereka dan sebagian besar dari 100 juta pekerja informal itu tinggal di perumahan kumuh sambil berharap dapat meraih masa depan yang lebih sejahtera.

Migrant workers head home on Day 5 of the 21 day nationwide lockdown imposed by PM Narendra Modi to curb the spread of coronavirus, at NH9 road, near Vijay Nagar, on March 29, 2020 in Ghaziabad, India

Para pekerja migran ini seketika menjadi pengungsi akibat penutupan wilayah minggu lalu. Tempat kerja mereka ditutup, dan sebagian besar karyawan dan kontraktor yang membayar mereka menghilang.

Pekan lalu, segerombol laki-laki, perempuan, hingga anak-anak memulai perjalanan mereka pada saat yang berbeda-beda.

Mereka membawa barang-barang mereka yang seadanya, seperti makanan, minuman dan pakaian di dalam tas sederhana yang terbuat dari kain murah. Para pria muda membawa tas ransel. Ketika anak-anak terlalu lelah untuk berjalan, orang tua mereka menggendong mereka.

Mereka berjalan di bawah matahari dan berjalan di bawah bintang-bintang. Sebagian besar mengatakan mereka kehabisan uang dan takut mereka akan kelaparan.

"India berjalan pulang," bunyi tajuk utama surat kabar The Indian Express.

Eksodus besar-besaran itu mengingatkan khalayak dunia pada pelarian para pengungsi selama masa perpisahan berdarah pada 1947 lampau. Jutaan pengungsi berjalan ke Pakistan timur dan barat, dalam sebuah migrasi yang menelantarkan 15 juta orang.

Sabtu, 28 Maret 2020

Tak Hanya Indonesia, Maskapai Amerika Juga Pangkas Tiket Setengah Harga

Wabah Corona memberi efek pada semua kalangan dan juga negara. Termasuk maskapai Amerika yang memberikan potongan tiket setengah harga.

Seperti yang diberitakan Fox News, Sabtu (28/3/2020) United Airlines membuat kebijakan dengan memangkas harga tiket domestik hingga 52 persen. Hal ini dalam menyikapi dampak yang diberikan virus Corona.

Selain pemotongan harga tiket, sebelumnya United Airlines juga telah mengumumkan pengurangan penerbangan internasional sebesar 90 persen. Dan maskapai ini hanya melayani 6 kali sehari ke Asia, Australia, Amerika Latin, Timur Tengah dan Eropa.

Dalam pernyataannya ke media, United menyebutkan bahwa mereka mengalami penurunan secara keseluruhan sebesar 68 persen.

Langkah lain yang juga diambil United Airlines yaitu bekerja sama dengan Departemen Luar Negeri AS dan pemerintah negara bagian, serta kota setempat untuk mengoperasikan penerbangan dengan tujuan tertentu.

Mereka juga menawarkan membawa orang Amerika kembali ke Amerika Serikat apabila terjebak di luar negeri karena imbas virus Corona.

Virus Corona dan Kebijakan Emirates

 Tidak hanya menghentikan layanan terbang untuk penumpang saja. Emirates mengambil beberapa langkah dalam menghadapi COVID-19, salah satunya dengan mengurangi gaji.

Dari rilis yang diterima detikcom, Sabtu (28/3/2020) Emirates Group telah menjalankan beberapa tindakan untuk membatasi biaya. Hal ini dilakukan dengan melihat prediksi terhadap permintaan perjalanan yang akan tetap lemah di seluruh pasar dalam beberapa waktu ke depan.

Hal-hal ini termasuk:

1. Menunda atau membatalkan pengeluaran yang tidak wajib
2. Penghentian semua pekerjaan rekrutmen dan konsultasi yang tidak krusial
3. Bekerja sama dengan suppliers untuk berhemat dan melakukan efisiensi biaya
4. Menganjurkan karyawan untuk mengambil cuti berbayar atau tidak dibayar karena berkurangnya frekuensi penerbangan
5. Pengurangan gaji pokok sementara untuk sebagian besar karyawan Emirates Group selama tiga bulan, mulai dari 25% hingga 50%. Tunjangan lainnya akan tetap dibayar selama waktu ini. Karyawan level junior akan dibebaskan dari pengurangan gaji pokok ini.
6. Presiden Emirates dan dnata - Sir Tim Clark dan Gary Chapman - akan menerima 100% potongan gaji pokok selama tiga bulan

Mengenai keputusan untuk mengurangi gaji pokok, Chairman and Chief Executive of Emirates Group, Sheikh Ahmed menegaskan untuk mengambil pilihan lain daripada harus memecat karyawannya.

"Daripada meminta karyawan untuk meninggalkan perusahaan, kami memilih untuk menjalankan pemotongan gaji pokok sementara karena kami ingin melindungi mereka dan mempertahankan karyawan yang bertalenta sebaik mungkin. Kami ingin menghindari memberhentikan karyawan. Ketika permintaan naik kembali, kami juga ingin dapat segera menjalankan layanan kembali dan melanjutkan layanan kami kepada pelanggan," ujarnya.

Emirates juga sangat tidak menganjurkan para karyawan untuk melakukan perjalanan yang tidak penting. Oleh karena itu, Emirates menjalankan kebijakan bekerja di rumah untuk semua karyawan jika memungkinkan. Serta melakukan pembersihan dan protokol disinfeksi tingkat tinggi di setiap fasilitas, melakukan pemeriksaan suhu di titik pintu masuk utama kantor, dan meluncurkan kampanye edukasi internal mengenai kebersihan tangan dan kesehatan untuk mengurangi risiko COVID-19.

Beberapa minggu belakangan ini, perusahaan juga menerapkan pembersihan dan disinfeksi tingkat tinggi di seluruh pesawat dari Dubai sebagai tindakan pencegahan. Emirates juga bekerja sama dengan pihak bandara untuk menerapkan pemeriksaan seperti yang diwajibkan oleh otoritas lokal.

Karyawan yang berada di garis depan seperti awak kabin dan tim bandara juga telah disediakan bantuan agar tetap aman selama bertugas, termasuk menyediakan sanitasi tangan dan masker saat dibutuhkan. Emirates Group mendukung sepenuhnya semua inisiatif untuk menjaga kesehatan komunitas di semua wilayah operasional Emirates, termasuk arahan UEA terhadap COVID-19.