Minggu, 05 April 2020

Sedapnya Ikan Kayu Khas Aceh, Cocok untuk Santap Siang #diRumahAja

Saat terjadi pandemi COVID-19 seperti sekarang, sebaiknya traveler berdiam dulu di rumah dan menyetok bahan makanan untuk dimasak sendiri. Di Aceh, ada salah satu makanan yang sering disetok karena tahan lama.
Namanya ikan keumamah atau disebut ungkot kaye atau ikan kayu. Disebut ikan kayu karena bentuk ikan ini mirip kayu.

Cara membuatnya sangat mudah yaitu dengan membersihkan ikan tongkol dengan cara disisik. Lalu cuci hingga bersih.

Setelah itu lumuri dengan garam dan jeruk nipis. Kemudian masukkan ikan ke dalam wajan perebusan dan tambahkan air secukupnya. Rebus ikan sampai matang.

Setelah matang , angkat ikan dan tiriskan.

Langkah selanjutnya adalah membelah ikan menjadi dua atau beberapa bagian tergantung ukuran ikannya. Jemur kurang lebih 2 hari di bawah sinar matahari. Jangan lupa untuk membolak-balik ikan saat proses penjemuran.

Setelah dijemur selama 2 hari dan ikan tongkolnya pun sudah berubah nama menjadi ikan kayu karena sudah kering dan bertekstur lebih keras.

Untuk mengolahnya, ambil ikan kayu lalu cuci dengan bersih. Selanjutnya, ambil pisau dan iris/rajang kecil-kecil dan tipis ikan kayunya.

Kemudian untuk bumbunya, kupas kulit bawang dan buang tangkai cabai merah atau cabai rawitnya, lalu cuci yang bersih.

Setelah dicuci bersih lalu bawang merah dan cabainya dirajang/diiris kecil-kecil tipis. Gunanya dirajang agar lebih mudah digiling langsung dengan blander. Nah, jangan lupa tambahkan asam sunti sedikit.

Usai bumbu teraduk rata, goreng bumbu di wajan berisi minyak goreng panas. Lalu ikan dan bahan diaduk rata dengan menambahkan sedikit daun kari/daun salam koja atau dalam bahasa Acehnya disebut on temurui.

Tambahkan garam secukupnya, lalu tambahkan juga air atau bisa juga sedikit santan agar lebih terasa lemaknya.

Masak ikan kayu kurang lebih 20 menit dan jangan luapa sesuaikan apinya jika diperlukan agar masaknya sempurna.

Jika sudah matang, ikan kayu pun siap disajikan menjadi lauk yang cocok disantap dengan nasi panas bersama keluarga. 

Lihat Lagi Keindahan Phuket Sebelum Corona

Pantai merupakan salah satu destinasi favorit wisatawan ketika memasuki musim liburan. Banyak aktivitas yang dapat dilakukan di pantai, seperti camping, bermain voli, berjemur, snorkelling, diving, berenang, dan masih banyak lainnya.
Ketika mendengar kata pantai, sebagian besar dari kita pasti membayangkan keindahan pantai yang terdapat di Gunung Kidul, Karimuna Jawa atau bahkan Bali. Akan tetapi, kali ini penulis akan membahas keindahan pantai yang terdapat di Phuket, Thailand.

Wisata pantai di Phuket, Thailand mungkin masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia cenderung lebih tertarik untuk mengunjungi Bangkok daripada Phuket.

Hal itu terbukti dengan tutupnya beberapa penerbangan langsung dari Jakarta ke Phuket. Padahal faktanya, Phuket memiliki potensi wisata yang tinggi dengan sejuta keindahan alam didalamnya.

Pantai Patong merupakan salah satu pantai yang paling popular dari pantai-pantai lainnya di Phuket. Air pantai yang cukup tenang dengan penyinaran matahari yang cukup membuat wisatawan dapat melakukan berbagai aktivitas seperti berenang, sun-bathing, jetsky, atau sekadar berjalan-jalan di pinggir pantai.

Ribuan Hotel Terpukul Corona Tapi Harus Berjuang Sendiri

Ribuan hotel dan ratusan restoran terpaksa tutup karena pandemi Corona. Asosiasi dan pelaku usaha berharap adanya uluran tangan pemerintah agar mereka bisa bertahan.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyampaikan data bahwa jumlah hotel yang tutup dan terpaksa meminta karyawan cuti atau PHK berjumlah 1.174 per 1 April 2020. Masih dari data yang sama, sebanyak 286 restoran dan tempat hiburan juga tutup. Hal ini dilakukan sebab pendapatan yang mereka terima sudah tak mampu menutup biaya utilitas dan membayar gaji karyawan.

Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran berharap pemerintah dapat membuat kebijakan tepat bagi industri karena dampak Corona ini sudah terasa di seluruh Indonesia.

"Pemerintah sudah tidak seharusnya melihat satu atau dua sektor lagi. Kondisi ini, terkendala semua jenis usaha, semua sektor. Pariwisata sudah lebih dulu merasakan ini dan ini bukan terjadi hanya sekitar Jawa, sudah di Sumatera, Ambon, Papua, semua sudah terjadi," kata Maulana pada detikcom.

Salah satu biaya yang saat ini memberatkan perhotelan adalah biaya listrik. Menurut Maulana, kebijakan pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 mengenai penggratisan tarif listrik 450 VA dan diskon 50 persen untuk 900 VA tidak berpengaruh bagi industri pariwisata.

Ia justru berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan khusus untuk listrik bagi pelaku industri.

"Kita berharap listrik ini berapa yang kita pakai, segitulah yang kita bayar," imbuhnya.

Selain itu, Maulana juga berharap pemerintah dapat membantu para karyawan yang saat ini terpaksa cuti tanpa gaji akibat lesunya industri pariwisata. Terkait tenaga kerja ini, Maulana menyampaikan beberapa poin.

"Urusan ketenagakerjaan, yang kita harapkan masalah BPJS-nya. BPJS Kesehatan itu kita minta iurannya dibebaskan dulu karena kita (hotel) kan nggak bisa membayar gaji mereka penuh," kata Maulana.

Serupa dengan BPJS, Maulana juga menjelaskan bahwa saat ini industri perhotelan dan restoran sudah tidak mampu membayar THR.

Di sisi lain, Maulana juga mengatakan bahwa para karyawan ingin bisa mencairkan jaminan hari tua yang mereka miliki.

"Karena mereka butuh (uang) cash untuk memperpanjang hidup mereka dengan kondisi situasi seperti ini," ungkapnya.

Poin berikutnya adalah mengenai kartu pra-kerja yang juga masuk dalam Perrpu yang dikeluarkan pemerintah tersebut. Maulana menilai pemberian kartu pra-kerja ini lebih tepat sasaran jika diberikan dalam bentuk uang tunai.

"Kartu pra-kerja itu kan ada bentuk cash, ada bentuk pelatihan. Totalnya per orang sekitar Rp 1 jutaan. Kita minta pelatihannya itu diabaikan dulu karena hari gini nggak ada orang mau ikut pelatihan. Orang sudah banyak yang lapar kok. Mendingan dikasi bulat Rp 1 juta supaya mereka masih bisa menghidupi keluarga mereka," ia menjelaskan.

Kemudian, Maulana juga menyarankan alih-alih hanya menggratiskan Pajak Hotel dan Restoran, pemerintah juga sebaiknya mempertimbangkan untuk mengatur mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang saat ini masih harus dibayar hotel dan restoran.

"Saya yakin banyak PBB yang tidak terbayar karena nilainya juga cukup besar,"tukasnya.

"Jadi jangan dipikir pengusaha itu punya uang banyak. Nggak semua. 80 persen di Indonesia itu adalah UMKM, "lanjutnya.

Maulana menyampaikan bahwa pengambilan kebijakan itu tak bisa dilakukan oleh kementerian atau lembaga tertentu saja. Maka ia berharap Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dapat membantu menjembatani mereka dengan kementerian atau lembaga terkait. Selain itu, sebaiknya Kemenparekraf juga fokus membantu mengatasi dampak Corona di sektor pariwisata.

"Kementerian Pariwisata harusnya mengawal ini. Dan kita pernah mengajukan juga ke Kementerian Pariwisata, mohon untuk dapat anggarannya itu dialokasikan untuk penanganan COVID-19, maksudnya fokus ke dampak-dampak di sektor pariwisata," katanya.

Maulana menjelaskan situasi industri saat ini,"kita sudah ada dalam situasi yang terjepit tapi terus berjuang sendiri."

Maulana masih berharap pemerintah dapat membantu pelaku industri dengan membuat terobosan kebijakan lainnya, terutama yang menjamin kelangsungan hidup para tenaga kerja.