Kamis, 09 April 2020

Cerita WNI tentang Lockdown India, Benarkah Terjadi Kekacauan?

 India memutuskan untuk mengunci (lockdown) negaranya mulai 25 Maret 2020 untuk mencegah penyebaran COVID-19. Sempat dikabarkan kacau, bagaimana sebenarnya sistem lockdown di India?
Virus COVID-19 yang semakin menjangkiti masyarakat dunia telah memaksa sejumlah negara untuk mengambil kebijakan agar virus tak menelan semakin banyak korban jiwa. India sebagai negara terpadat kedua di dunia dengan penduduk berjumlah 1,3 miliar jiwa, mencoba melindungi para penduduknya itu dengan menetapkan lockdown.

Sayangnya, memberlakukan lockdown ini tak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Ketika lockdown dimulai pada 25 Maret, tersiar kabar bahwa masyarakat justru panik dan segera mudik ke kampung halaman. Hal ini justru menyebabkan kericuhan dan antrean panjang yang dikhawatirkan malah membuat COVID-19 makin menyebar.

Berkaitan dengan kabar tersebut, salah seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang juga merupakan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Mumbai, Agus Saptono, berbagi kisah mengenai apa yang sebenarnya terjadi selama India lockdown.

"Pada dasarnya lockdown diartikan sebagai perintah agar masyarakat tetap berada di tempat tinggal masing-masing dengan mengedepankan social distancing (menjaga jarak sosial) ketika memang terpaksa keluar (rumah),"ujar Agus.

Agus tak menampik bahwa pada awal diberlakukannya lockdown masyarakat mengalami kekagetan yang berimbas pada kekacauan.

"Memang pada awal penerapan lockdown sempat terjadi dimana para migrant worker (pekerja migran) yang sebagian besar bekerja sebagai pekerja harian memilih untuk pulang ke kampung halamannya. Dalam hal ini pemerintah India telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi hal tersebut," kata Agus.

Penduduk India mulai jalani lockdown di tengah lonjakan kasus Corona di negara itu. Milyaran warga India dikarantina guna memutus rantai penyebaran COVID-19.Penduduk India mulai jalani lockdown di tengah lonjakan kasus Corona di negara itu. Miliaran warga India dikarantina guna memutus rantai penyebaran COVID-19. (Foto: Getty Images)
Agus menjelaskan sebenarnya keputusan lockdown di India ini tidak serta merta dilakukan. Sejak kasus COVID-19 pertama terdeteksi di India, pemerintah telah memberikan arahan pada masyarakat.

"Kasus Virus Corona pertama kali ditemukan di India pada tanggal 30 Januari 2020, ketika ada warga India kembali dari negara Timur Tengah.Pemerintah negara bagian Maharashtra menyatakan bahwa COVID-19 adalah pendemi sejak tanggal 13 Maret 2020," ungkapnya.

"Sebelum diberlakukan total lockdown di seluruh India, sesuai instruksi dari Perdana Menteri (PM) Modi, telah dilaksanakan Janata Curfew yaitu A day Curfew di seluruh India pada tanggal 22 Maret 2020,"imbuhnya.

Sebagaimana diwartakan Aljazeera, a day curfew mewajibkan semua orang tidak keluar rumah mulai pukul 7 pagi sampai 9 malam pada hari Minggu (22/3). Pemberlakuan ini dapat disebut sebagai uji coba sebelum lockdown dilakukan secara total.

"Langkah ini akan dilakukan untuk kepentingan negara untuk mengikuti dan mempersiapkan kita menghadapi tantangan di masa depan,"ujar PM Modi pada saat itu.

Namun tak lama setelah uji coba dilakukan, PM Modi mengumumkan akan memberlakukan lockdown nasional di India.

"Pengumuman total lockdown disampaikan PM Modi pada tanggal 24 Maret 2020, dimulainya total lockdown adalah per tanggal 25 Maret sampai 14 April 2020 selama 21 hari," kata Agus.

Kendati sempat kacau di hari pertama, Agus bercerita," hingga saat ini, penerapan lockdown berjalan dengan baik."

Meskipun tak boleh keluar rumah, masyarakat di India masih dapat mengakses kebutuhan pokok dan kesehatan.

"Toko kebutuhan sehari hari, bahan makanan, dan apotek diizinkan untuk tetap membuka layanan secara normal,"ujarnya.

Selain itu, beberapa moda transportasi seperti bus umum dalam kota juga masih beroperasi untuk mengakomodir karyawan yang bekerja di sektor strategis, kantor pemerintah, petugas kesehatan, dan masyarakat yang membutuhkan.

Selain hal-hal tersebut, operasi dan kegiatannya dihentikan selama masa lockdown.

"Pemerintah India melarang kegiatan pengumpulan massa dan penutupan dilakukan di tempat-tempat keramaian, sekolah, tempat hiburan, kursus dan gym, mall, dan lain-lain. Pemerintah India menghentikan semua transportasi umum termasuk seluruh penerbangan nasional dan internasional dari dan keluar India," Agus menerangkan.

Ini juga berlaku untuk tempat wisata yang semuanya ditutup.

"Terkait dengan kondisi tempat wisata di India, sesuai dengan ketentuan lockdown, semua tempat wisata saat ini ditutup,"tukasnya.

Perkembangan terkini dari COVID-19 di India berdasarkan data dari Worldometer pada Kamis (9/4/2020), jumlah kasus positif berjumlah 5.916 orang dimana 506 orang sembuh sedangkan 178 orang meninggal dunia.

Kemenparekraf Imbau Pelaku Pariwisata dan Ekraf Patuhi PSBB

 Kemenparekraf mengimbau industri pariwisata dan para pelaku ekonomi kreatif untuk lapor diri dan patuhi PSBB.

Dari rilis yang diterima detikcom, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio menjelaskan, Kemenparekraf telah merealokasi anggaran sebesar Rp500 miliar untuk mendukung penanganan COVID-19, seperti kerja sama dengan industri perhotelan dan transportasi dalam penyediaan akomodasi bagi tenaga kesehatan, gerakan masker kain, ajakan masyarakat untuk jaga jarak, pelatihan online serta berkoordinasi dengan K/L terkait dalam kebijakan stimulus bagi industri.

"Untuk itu, para pelaku parekraf saya minta untuk segera melapor ke Pusat Krisis Terintegrasi sebagai jalur komunikasi dan edukasi bagi masyarakat melalui contact center COVlD-19 +628118956767 whatsapp atau email info@kemenparekraf.go.id," kata Wishnutama.

Kemenparekraf terus berupaya mengumpulkan data-data tenaga kerja, baik dari dinas, asosiasi, industri, asosiasi musisi, produser film, seni pertunjukan, dan lainnya agar pendataan penyaluran kartu pra kerja yang sedang dilakukan dapat tepat sasaran.

Data tersebut nantinya akan dikroscek dengan K/L lain supaya tidak ada duplikasi data sehingga pekerja yang menerima manfaat kartu prakerja semakin lebih luas.

Menparekraf juga menerima laporan, bahwa terdapat kendala untuk pendataan. Sebagai contoh dari data yang masuk ke PHRI saat ini terdapat 1.266 hotel yang terpaksa tutup di 31 provinsi. Dari 1.266 hotel baru 844 hotel dan 74.101 karyawan yang terdata.

"Kami terus berusaha mendata baik itu pekerja formal maupun informal. Yang formal kami terus berkoordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan yang informal bisa kami tangani. Data yang masuk di tim, ada 80.000 data yang masuk. Kami harapkan setelah proses _clean snyc_ akan bertambah menjadi 120.000 tenaga kerja. Jumlah itu gabungan dari tenaga kerja yang informal, PHK, dan dirumahkan. Pelaku seni dari federasi musisi Indonesia, persatuan karyawan film dan televisi juga termasuk di dalamnya," katanya.

Selain itu, Wishnutama juga mengimbau, agar masyarakat dan pelaku parekraf mematuhi penerapan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta yang akan berlangsung pada 10 April 2020 hingga 14 hari sejak diberlakukan. Pembatasan yang telah dilakukan itu seperti penghentian kegiatan peribadatan di rumah ibadah, imbauan bekerja dan sekolah dari rumah, hingga pembatasan moda transportasi.

"Pembatasan pergerakan dan interaksi di ibu kota akan sangat mempengaruhi kemampuan ibu kota mengendalikan penyebaran virus corona. Mari sama-sama semangat dan optimisme harus kita bangun. Dengan sikap positif saya berharap kondisi akan menjadi lebih baik. Setelah pandemi COVID-19 ini saya juga berharap sektor pariwisata dan ekonomi kreatif jauh lebih baik lagi," kata Wishnutama.

Cerita WNI tentang Lockdown India, Benarkah Terjadi Kekacauan?

 India memutuskan untuk mengunci (lockdown) negaranya mulai 25 Maret 2020 untuk mencegah penyebaran COVID-19. Sempat dikabarkan kacau, bagaimana sebenarnya sistem lockdown di India?
Virus COVID-19 yang semakin menjangkiti masyarakat dunia telah memaksa sejumlah negara untuk mengambil kebijakan agar virus tak menelan semakin banyak korban jiwa. India sebagai negara terpadat kedua di dunia dengan penduduk berjumlah 1,3 miliar jiwa, mencoba melindungi para penduduknya itu dengan menetapkan lockdown.

Sayangnya, memberlakukan lockdown ini tak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Ketika lockdown dimulai pada 25 Maret, tersiar kabar bahwa masyarakat justru panik dan segera mudik ke kampung halaman. Hal ini justru menyebabkan kericuhan dan antrean panjang yang dikhawatirkan malah membuat COVID-19 makin menyebar.

Berkaitan dengan kabar tersebut, salah seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang juga merupakan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Mumbai, Agus Saptono, berbagi kisah mengenai apa yang sebenarnya terjadi selama India lockdown.