Sabtu, 11 April 2020

Saat Ratusan Juta Turis China Siap Berlibur Kembali, ke Mana?

China mulai melonggarkan aturan karantina di wilayahnya. Tak terduga, begitu banyak yang menyambut dan orang-orang langsung berlibur.
Peningkatan jumlah turis China di dalam negerinya belum bisa dibarengi dengan arus ke luar negeri. Hal itu terungkap dalam penelitian terbaru yang dilakukan oleh Trip.com Group, agen perjalanan online terbesar di China.

Berdasarkan survei terhadap 15.000 orang di 100 kota di China pada akhir Maret, perusahaan menemukan bahwa 16% responden menyatakan siap berlibur bulan Mei saat Golden Week, hari libur umum lima hari.

Namun, sebagian besarnya berjumlah hingga 90% lebih suka bepergian di dalam negeri. Destinasi yang ingin mereka kunjungi yakni Yunnan, Pulau Hainan, dan Shanghai.

Kabar baik pariwisata China belum bisa dirasakan negara-negara lain karena harus berjuang melawan Corona. Banyak biro perjalanan, hotel hingga toko oleh-oleh di seluruh dunia bergantung pada turis China.

Diketahui bahwa China adalah pasar terbesar turis di dunia. Jumlah turisnya meroket dari total 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 150 juta orang pada 2018.

Pada tahun 2020-an, jumlah ini diperkirakan akan berlipat ganda lagi, karena kepemilikan paspor di China juga meningkat. Jumlahnya 10% populasi saat ini dan diperkirakan menjadi 20%.

China juga merupakan negara paling boros terbesar di dunia, menyumbang USD 277 miliar atau 16% dari total pengeluaran pariwisata internasional sebesar USD 1,7 triliun, menurut UNWTO.

"Liburan dalam negeri adalah langkah pertama menuju pemulihan. Kami tetap optimis tentang masa depan," kata Jane Sun, CEO Trip.com Group.

Orang-orang China sudah memikirkan liburan pasca-COVID 19 karena tertunda di momen Imlek. Bagi sebagian orang, perjalanan itu sudah dekat.

Menurut Trip.com, sekitar 61% pelancong Tiongkok yang disurvei menunjukkan bahwa mereka siap untuk bepergian lagi pada bulan Agustus.

Dalam sebuah survei berskala lebih kecil dengan 1.000 responden dari seluruh penjuru negeri oleh konsultan manajemen Oliver Wyman mendukung temuan ini. Sementara, turis China ingin mengeksplorasi yang dekat dari rumah mereka.

77% dari mereka mengatakan mereka akan lebih memilih destinasi wisata domestik setelah epidemi Corona. Alasan utamanya adalah negerinya berada dalam kondisi yang jauh lebih stabil dibandingkan negara-negara lain di dunia, setidaknya dalam tiga hingga empat bulan mendatang.

Warga New York Tetap Bisa Lakukan Kegiatan Bersama di Tengah Pandemi

Untuk menghilangkan jenuh di tengah wabah Corona, banyak hal menarik yang bisa dilakukan bersama, seperti para warga New York City ini.
Seperti dilansir Travel+Leisure pada bulan lalu, New York City menjadi pusat pandemi virus Corona di AS. Ada sekitar 122.000 kasus yang dikonfirmasi. Seluruh warga diinstruksikan untuk tetap di rumah untuk mencegah penyebaran virus. Namun ada hal menarik yang dilakukan oleh warga New York dalam menghadapi situasi ini.

Kota ini masih tetap hidup walaupun jalan-jalan kosong. Para warga melakukan kegiatan bersama di depan balkon masih-masing. Mulai dari olahraga, menari hingga bernyanyi bersama.

Segala sesuatu yang sulit memang akan terasa ringan dan menyenangkan bila dilakukan bersama. Seperti dalam menghadapi wabah virus Corona, memang menyulitkan. Namun jika dihadapi dengan hati yang lapang seperti para warga New York ini, beban akan terasa berkurang.

Seorang pensiunan guru tari bernama Sandy baru saja pindah ke New York beberapa bulan lalu. Dia menginstruksikan gerakan olahraga di teras dan diikuti oleh beberapa orang di balkon.

Selain berolahraga, setiap malam pada pukul 19.00, warga New York berjalan ke jendela, balkon mereka untuk bertepuk tangan menyemangati mereka yang masih harus bekerja di tengah pandemi Corona. Mulai dari petugas kesehatan, karyawan toko kelontong hingga orang-orang yang bekerja untuk membantu pasien Corona.

Calon Kota Tercanggih Dunia dari Arab Saudi Tertunda Dulu

Arab Saudi menggagas sebuah kota penuh teknologi di perbatasan Provinsi Tabuk. Namun pembangunan kota harus terhenti karena pandemi Corona.

Minyak milik Arab Saudi menipis. Untuk tetap membuat negara ini stabil, Arab Saudi berencana untuk mengembangkan pariwisatanya.

Sudah ada beberapa destinasi yang mulai diperkenalkan. Namun adanya pandemi Corona membuat Arab Saudi pusing.

Tak hanya promosi wisata yang terhenti, wisata religi umroh pun ikut setop sementara. Sampai saat ini, Arab Saudi telah mengkonfirmasi lebih dari 2.000 kasus Corona.

Selain kegiatan wisata, pembangunan kota tercanggih dunia juga harus dihentikan. Neom, adalah calon kota futuristik kebanggaan Arab Saudi.

Mari mengenal kota ini dengan lebih dekat. Neom ini dibangun di atas lahan seluas 26.500 km persegi atau 35 kali luas Singapura dan memiliki 450 km garis pantai.

Nama kota ini terdiri dari 2 bahasa, Neo dari Yunani artinya baru, sedangkan huruf m diambil dari kata Mostaqbal yang dalam bahasa Arab memiliki arti masa depan. Arab Saudi menggagas sebuah kota penuh teknologi di perbatasan Provinsi Tabuk. Namun pembangunan kota harus terhenti karena pandemi Corona.

Kota Neom dibangun dengan dana yang tidak sedikit. Sebagai kota futuristik, Neom memiliki nilai inventasi sebesar USD 500 miliar.

Targetnya, Neom tahan pertama akan selesai pada tahun 2025. Sedangkan tahun 2030, Neom dipercaya akan menggantikan Dubai dan Hong Kong. Neon muncul dengan julukan kota masa depan dari timur tengah.

Pangeran Mohammed bin Salman mengatakan bahwa Neon adalah kota fantasi yang jadi nyata. Nantinya Neon akan diisi dengan mobil terbang dan restoran Michelin.

Targetnya, Neon akan menjadi rumah bagi 1 juta residen. Nantinya, kawasan Neom akan menampung area yang didedikasikan untuk teknologi masa depan di 16 sektor, termasuk biotek, makanan, manufaktur, dan teknologi.

Juga akan ada desa konstruksi yang berisi area hijau dengan kebun, petak sayur dan kebun hias. Dilengkapi lapangan sepakbola, tempat gym, lapangan tenis dan basket, dan lainnya.

Neom mendapat julukan sebagai 'jendela keberuntungan' untuk Laut Merah karena letaknya dekat dengan perbatasan Yordania dan Mesir. Atau sederhananya, zona internasional independen pertama yang membentang di tiga negara.

Sayang, semua mimpi itu harus ditunda dulu.

Saat Ratusan Juta Turis China Siap Berlibur Kembali, ke Mana?

China mulai melonggarkan aturan karantina di wilayahnya. Tak terduga, begitu banyak yang menyambut dan orang-orang langsung berlibur.
Peningkatan jumlah turis China di dalam negerinya belum bisa dibarengi dengan arus ke luar negeri. Hal itu terungkap dalam penelitian terbaru yang dilakukan oleh Trip.com Group, agen perjalanan online terbesar di China.

Berdasarkan survei terhadap 15.000 orang di 100 kota di China pada akhir Maret, perusahaan menemukan bahwa 16% responden menyatakan siap berlibur bulan Mei saat Golden Week, hari libur umum lima hari.

Namun, sebagian besarnya berjumlah hingga 90% lebih suka bepergian di dalam negeri. Destinasi yang ingin mereka kunjungi yakni Yunnan, Pulau Hainan, dan Shanghai.

Kabar baik pariwisata China belum bisa dirasakan negara-negara lain karena harus berjuang melawan Corona. Banyak biro perjalanan, hotel hingga toko oleh-oleh di seluruh dunia bergantung pada turis China.

Diketahui bahwa China adalah pasar terbesar turis di dunia. Jumlah turisnya meroket dari total 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 150 juta orang pada 2018.

Pada tahun 2020-an, jumlah ini diperkirakan akan berlipat ganda lagi, karena kepemilikan paspor di China juga meningkat. Jumlahnya 10% populasi saat ini dan diperkirakan menjadi 20%.

China juga merupakan negara paling boros terbesar di dunia, menyumbang USD 277 miliar atau 16% dari total pengeluaran pariwisata internasional sebesar USD 1,7 triliun, menurut UNWTO.

"Liburan dalam negeri adalah langkah pertama menuju pemulihan. Kami tetap optimis tentang masa depan," kata Jane Sun, CEO Trip.com Group.

Orang-orang China sudah memikirkan liburan pasca-COVID 19 karena tertunda di momen Imlek. Bagi sebagian orang, perjalanan itu sudah dekat.

Menurut Trip.com, sekitar 61% pelancong Tiongkok yang disurvei menunjukkan bahwa mereka siap untuk bepergian lagi pada bulan Agustus.

Dalam sebuah survei berskala lebih kecil dengan 1.000 responden dari seluruh penjuru negeri oleh konsultan manajemen Oliver Wyman mendukung temuan ini. Sementara, turis China ingin mengeksplorasi yang dekat dari rumah mereka.

77% dari mereka mengatakan mereka akan lebih memilih destinasi wisata domestik setelah epidemi Corona. Alasan utamanya adalah negerinya berada dalam kondisi yang jauh lebih stabil dibandingkan negara-negara lain di dunia, setidaknya dalam tiga hingga empat bulan mendatang.