Jumat, 17 April 2020

Pasangan Dianjurkan Tidak Melakukan Program Bayi Tabung Saat Pandemi Corona

Program bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) menjadi salah satu solusi agar pasutri bisa mendapatkan keturunan. Walau tak ada anjuran menunda kehamilan di tengah pandemi Corona, namun pasutri tidak disarankan melakukan program bayi tabung.
Kenapa tidak dianjurkan, karena program bayi tabung kita berharap dalam fase 2-3 bulan akan menjadi masa tenang, tapi kita tidak bisa prediksi. Saat ini ketidaktahuan kita terhadap status COVID-19 pada kehamilan apalagi kehamilan awal membuat kita berhati-hati," tutur itu ahli kandungan dari Morula Indonesia, dr Ivan Sini, SpOG, dalam webminar yang diadakan Morula Indonesia, Kamis (16/4/2020).

Saat melaksanakan program bayi tabung, pasien akan sering berkunjung ke rumah sakit baik untuk konsultasi atau melakukan tindakan. Mengingat saat ini penyebaran virus Corona sudah sangat masif dan banyak pasien COVID-19 tidak menunjukkan gejala, sebisa mungkin menghindari untuk keluar rumah.

"Sekarang ini memang semua menahan diri untuk melakukan program bayi tabung makanya ada pembatasan dan cara lain seperti telekonsultasi atau komunikasi jarak jauh," tuturnya.

Apabila sudah terlanjur menjalani program bayi tabung, maka dapat melanjutkan perawatan namun tetap memperhatikan prosedur yang ditetapkan rumah sakit atau klinik. Selain itu dr Ivan mengatakan ada opsi yang bisa dipilih selain bayi tabung yakni egg banking.

"Setelah 3-6 bulan mungkin pandemi selesai tapi usia (wanita) tidak bisa ditunda sehingga bisa melakukan egg banking," paparnya.

Mengutip Woman and Infants, egg banking atau pembekuan telur adalah tindakan medis bagi wanita untuk 'menyimpan' indung telur mereka yang sehat dan berkualitas untuk pembuahan di masa depan. Pembekuan telur umumnya dilakukan pasien yang sedang menjalani perawatan medis seperti kemoterapi.

Ramai Warga AS Minum ASI Perah untuk Cegah Corona karena Diklaim 'Super Food'

Adanya ketakutan dan kekhawatiran akan penularan virus Corona membuat banyak orang mencari berbagai cara agar tidak terinfeksi. Warga Amerika Serikat bahkan sampai meminum ASI (air susu ibu) perah karena menganggap bisa mencegah COVID-19 karena dipercaya memiliki antibodi.
Penjualan ASI perah di seluruh wilayah AS mengalami peningkatan. Media The Daily Beast melihat banyak yang membeli ASI perah bukan untuk bayi tetapi dikonsumsi sendiri.

"Tidak ada bukti bahwa ASI dapat menyembuhkan (COVID-19) atau memberi Anda antibodi," tegas spesialis anak Dr Dyan Hes dari Pediatrics Gramercy New York kepada CBSN.

Selama bertahun-tahun, banyak warga AS yang mengonsumsi ASI perah karena menganggapnya sebagai 'super food'. Klaim tersebut telah berkali-kali dibantah oleh dokter yang mengatakan bahwa tidak ada manfaat kesehatan saat orang dewasa minum ASI.

"Itu semua hanya hipotesis. ASI adalah hal paling terakhir yang ada di daftar saya. Anda bisa membeli vitamin C atau zinc jika mau, tetapi jangan membeli ASI untuk mencegah COVID-19. Sangat tidak membantu," jelasnya.

Namun yang terpenting adalah belum ada deteksi virus di dalam ASI yang berarti ibu menyusui masih bisa menyapih anaknya. Ibu yang dites positif COVID-19 disebut masih boleh menyusui namun memakai sarung tangan dan masker.

5 Hal yang Meningkatkan Risiko Kematian Pasien Corona

Jumlah kasus positif pandemi virus Corona semakin bertambah di dunia. Saat ini virus Corona telah menginfeksi lebih dari dua juta orang di dunia, dengan 145 ribu kematian dan 540 ribu orang yang dinyatakan sembuh.
Walaupun jumlah orang yang sembuh memiliki angka yang tinggi. Tetapi semakin hari angka kematian akibat virus Corona juga semakin bertambah.

Dikutip Daily Star, berikut 5 faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat terinfeksi virus Corona COVID-19:

1. Jenis kelamin
Sebuah penelitian menemukan bahwa 72,0 persen kematian akibat virus Corona terjadi pada pria. Banyak alasan mengapa lebih banyak pria yang meninggal dibanding wanita, salah satunya adalah gaya hidup dan kebiasaan merokok. Pria mendominasi perokok di dunia dibanding wanita. Orang yang merokok meningkatkan risiko kematian saat terinfeksi virus Corona.

2. Usia
Virus Corona pada umumnya dapat menginfeksi siapapun dari segala usia. Tetapi para ahli menyebut orang tua yang berusia 60 tahun ke atas memiliki risiko tinggi kematian yang disebabkan oleh virus ini.

Dr Sarah Jarvis Direktur Klinis Patient Access mengatakan bertambahnya usia dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Jadi, ini yang menyebabkan orang yang lebih tua memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.

3. Penyakit komorbid
Penelitian menyebutkan sebagian besar orang yang meninggal karena virus Corona memiliki penyakit komorbid atau bawaan. Beberapa penyakit komorbid yang meningkatkan risiko kematian di antaranya jantung, diabetes, hipertensi hingga jantung koroner.

4. Berat badan
Orang yang memiliki kelebihan berat badan atau obesitas secara serius memiliki risiko yang tinggi jika terinfeksi virus Corona. Karena obesitas dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh atau imunitas seseorang.

National Health Service (NHS) mengatakan orang yang memiliki Body Mass Index (BMI) 40 atau lebih memiliki risiko lebih besar terkena komplikasi jika tertular virus ini. Sedangkan orang yang memiliki berat badan normal hanya memiliki BMI sekitar 18,5-22,9.

5. Sel darah putih rendah
Sebuah penelitian menyebutkan 81,2 persen orang yang meninggal karena virus Corona memiliki jumlah eosinofil yang sangat rendah saat masuk ke rumah sakit. Eosinofil adalah jenis sel darah putih yang merupakan sel kekebalan khusus yang membantu melawan infeksi. Petugas medis mengatakan, memiliki kadar eosinofil rendah dapat berkorelasi dengan risiko kematian yang lebih besar jika terinfeksi virus Corona.

Pasangan Dianjurkan Tidak Melakukan Program Bayi Tabung Saat Pandemi Corona

Program bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) menjadi salah satu solusi agar pasutri bisa mendapatkan keturunan. Walau tak ada anjuran menunda kehamilan di tengah pandemi Corona, namun pasutri tidak disarankan melakukan program bayi tabung.
Kenapa tidak dianjurkan, karena program bayi tabung kita berharap dalam fase 2-3 bulan akan menjadi masa tenang, tapi kita tidak bisa prediksi. Saat ini ketidaktahuan kita terhadap status COVID-19 pada kehamilan apalagi kehamilan awal membuat kita berhati-hati," tutur itu ahli kandungan dari Morula Indonesia, dr Ivan Sini, SpOG, dalam webminar yang diadakan Morula Indonesia, Kamis (16/4/2020).

Saat melaksanakan program bayi tabung, pasien akan sering berkunjung ke rumah sakit baik untuk konsultasi atau melakukan tindakan. Mengingat saat ini penyebaran virus Corona sudah sangat masif dan banyak pasien COVID-19 tidak menunjukkan gejala, sebisa mungkin menghindari untuk keluar rumah.

"Sekarang ini memang semua menahan diri untuk melakukan program bayi tabung makanya ada pembatasan dan cara lain seperti telekonsultasi atau komunikasi jarak jauh," tuturnya.

Apabila sudah terlanjur menjalani program bayi tabung, maka dapat melanjutkan perawatan namun tetap memperhatikan prosedur yang ditetapkan rumah sakit atau klinik. Selain itu dr Ivan mengatakan ada opsi yang bisa dipilih selain bayi tabung yakni egg banking.

"Setelah 3-6 bulan mungkin pandemi selesai tapi usia (wanita) tidak bisa ditunda sehingga bisa melakukan egg banking," paparnya.

Mengutip Woman and Infants, egg banking atau pembekuan telur adalah tindakan medis bagi wanita untuk 'menyimpan' indung telur mereka yang sehat dan berkualitas untuk pembuahan di masa depan. Pembekuan telur umumnya dilakukan pasien yang sedang menjalani perawatan medis seperti kemoterapi.