Sabtu, 18 April 2020

Thank You Coronavirus Helper Jadi Google Doodle, Ini Kisah di Baliknya

 Google mengucapkan terima kasih kepada seluruh profesi yang berjuang melawan virus Corona COVID-19. Salah satunya dengan membuat doodle berjudul "thank you coronavirus helper" yang bisa kita lihat mulai hari Sabtu (18/4/2020) ini di halaman utama Google.
Dalam Google doodle tersebut ada berbagai ilustrasi profesi yang disebut terlibat dan berjala dalam penanganan virus corona mulai dari dokter, perawat, guru, sopir, polisi, hingga koki. Rencananya ilustrasi berbagai profesi tersebut akan muncul secara bergantian selama dua minggu.

"Hari ini kami menghormati berbagai profesi di bidang kesehatan masyarakat yang memegang peran kunci dalam upaya penanggulangan pandemi ini," kata Kepala Staf Kesehatan Google, Karen DeSalvo, seperti dikutip dari halaman resmi Google.

"Terima kasih untuk semua yang terus bekerja menyelamatkan nyawa dan menjaga komunitas kita tetap aman selama pandemi," lanjutnya.

Belum lama ini Google juga mengapresiasi tokoh pelopor gerakan cuci tangan Ignaz Semmelweis. Hal ini juga berkaitan dengan pandemi virus Corona yang salah satu cara mencegahnya adalah dengan rutin mencuci tangan.

Kiat-kiat agar Puasa Tetap Lancar bagi Penderita Maag

Perut kosong dan telat makan merupakan pantangan besar bagi penderita maag. Namun saat bulan Ramadan, umat Muslim diwajibkan untuk tidak makan selama kurang lebih 14 jam.
Medical Manager Consumer Health Division PT Kalbe Farma, dr. Helmin Agustina Silalahi menjelaskan saat lambung dalam kondisi kosong, dapat mengakibatkan kambuhnya sakit maag. Dari penelitian yang dilakukan oleh para ahli memang terjadi peningkatan asam lambung saat puasa dan akan kembali normal setelah puasa selesai.

"Selain itu lambung juga akan mengadakan proses adaptasi dengan pola makan yang berubah, sehingga seringkali pada awal-awal puasa keluhan sakit maag ini meningkat," jelas dr Helmin kepada detikHealth, Sabtu (18/4/2020).

Lebih lanjut dr Helmin mengatakan sakit maag biasa bukan merupakan penyakit yang mematikan, namun sangat mengganggu aktivitas sehari-hari apalagi saat harus menjalankan puasa. Untuk itu, penderita maag wajib memperhatikan beberapa hal seperti kondisi kesehatan serta asupan makanan dan minuman.

Sebelum itu, perlu diketahui dulu ada dua jenis penyakit maag, yaitu maag organik dan maag fungsional. Maag organik timbul karena memang ada kelainan pada lambung sehingga perlu dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter jika ingin berpuasa. Sementara jenis sakit maag yang fungsional, menurut dr Helmin, kebanyakan justru membaik saat puasa karena saat berpuasa makan akan lebih teratur.

"Kemungkinan untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat untuk lambung juga berkurang serta akan lebih arif dalam mengendalikan stres yang terjadi," ucapnya.

Selain itu, dr Helmin juga menyarankan untuk memperhatikan jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi saat sahur maupun berbuka. Menurutnya, makanan saat sahur tidak harus yang mewah tapi harus mengandung beberapa zat penting seperti karbohidrat, vitamin, protein, mineral, lemak.

"Meski sedikit, yang penting komplit. Selain itu dianjurkan berbuka dengan minuman manis atau kurma dan utamakan minuman dengan gula yang gampang diabsorpsi. Dianjurkan pula untuk makan secara bertahap, tidak kalap atau 'balas dendam' setelah seharian menahan lapar dan dahaga," jelas dr Helmin.

dr Helmin juga mengingatkan agar jangan sampai melewatkan sahur dan menunda berbuka puasa agar penyakit maag tidak kambuh. Selain itu, minum sebanyak delapan gelas per hari, pun saat puasa yang jumlah tersebut bisa dipenuhi ketika berbuka hingga sahur.

Jumat, 17 April 2020

7 Penyebab Gangguan Kecemasan Mahasiswa di Tengah Pandemi Corona

Banyak dampak yang ditimbulkan di tengah kasus pandemi virus Corona yang terus meningkat. Kerja hingga belajar saat ini dikerjakan dari rumah karena adanya imbauan stay at home dari pemerintah. Salah satunya berdampak pada kesehatan mental mahasiswa. Karena dapat berdampak pada gangguan kecemasan yang timbul akibat virus Corona yang tidak kunjung selesai.
Diana Setiyawati, salah satu peneliti dari Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM), mengatakan banyak mahasiswa yang butuh diperhatikan kesehatan mentalnya di tengah pandemi virus Corona.

"Sebenarnya prediksinya 15 sampai 25 persen yang akan membutuhkan mental health attention. Jadi kalau ada 10.000 mahasiswa ya kira-kira 2.000 yang memerlukan mental health attention," kata Diana dalam webinar online, Kamis (16/4/2020).

Berikut 7 penyebab gangguan kecemasan mahasiswa di tengah pandemi virus Corona menurut Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM):

1. Penyakit psikis sebelum masa pandemi COVID-19
Banyak mahasiswa yang memiliki penyakit psikis. Terlebih dengan adanya virus Corona semakin membuat hal ini bisa berdampak pada gejala gangguan kecemasan.

"Sebenarnya cukup banyak mahasiswa yang sebelumnya sudah memiliki depresi dan kecenderungan bunuh diri," kata Diana.

2. Penyakit fisik
Tidak hanya pada psikis, penyakit fisik juga menjadi salah satu gejala yang dapat menimbulkan gangguan kecemasan pada mahasiswa. Diana mengatakan penyakit fisik dapat rentan terhadap COVID-19 karena bisa menimbulkan kecemasan yang lebih.

3. Kondisi ekonomi
Salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kecemasan pada mahasiswa yakni faktor ekonomi. Karena di tengah pandemi ini, banyak penghasilan dalam keluarga yang hilang, yang membuat berkurangnya uang saku.

"Terpenuhinya kebutuhan pokok itu menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin mental health mereka (mahasiswa)," lanjut Diana.

4. Kondisi fisik lingkungan
Banyak mahasiswa yang ngekost disaat melakukan kuliahannya. Kondisi ini bisa memicu timbulnya gejala kecemasan. Misal kamar kos yang sempit membuat mahasiswa bingung untuk melakukan kegiatan. Terlebih pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sebagian wilayah yang mengharuskan untuk tetap tinggal di rumah.

5. Kondisi studi
Deadline, tugas kuliah yang menumpuk menjadi tekanan yang lebih terhadap mahasiswa. Banyak dosen yang mengartikan kuliah online untuk memberikan tugas yang menumpuk. Hal ini dapat menimbulkan gejala kecemasan pada mahasiswa.

6. Fasilitas belajar tidak memadai
Salah satu hal yang membuat gejala kecemasan pada mahasiswa karena tidak adanya fasilitas yang memadai. Pandemi virus Corona membuat kegiatan kuliah beralih menjadi online. Tidak semua mahasiswa memiliki fasilitas yang memadai untuk melakukan pembelajaran secara online.

"Fasilitas pembelajaran yang tidak memadai, laptop mati, gadget tidak standar," ungkap Diana.

7. Tekanan psikis akibat konflik
Terakhir tekanan psikis karena konflik juga dapat menimbulkan kecemasan pada mahasiswa di tengah pandemi ini. Baik konflik internal dalam keluarga maupun dengan di dalam pertemanan.

"Konflik dengan teman dengan orang tua. Ada juga kasus karena tidak nyaman harus di rumah karena terjadi kekerasan," tutupnya.