Minggu, 19 April 2020

Bunga Acuan BI Masih Bisa Turun, tapi Kapan?

Bank Indonesia (BI) menyebut kebijakan yang akan diambil akan lebih longgar. Hal ini untuk memitigasi ekonomi yang melemah akibat tekanan dari COVID1-19.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan penurunan bunga acuan masih terbuka dan bisa dilakukan dalam beberapa bulan ke depan.

"Kami lihat ada ruang penurunan bunga karena inflasi rendah dan perlu mendukung ekonomi ke depan. Tapi bentuk pelonggaran kebijakan BI ini diwujudkan dalam quantitative easing yang lebih besar untuk pelonggaran kebijakan makro," kata Perry dalam video conference, di Jakarta, Jumat (17/4/2020).

Dia menjelaskan BI kembali menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah masing-masing sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional serta 50 bps untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah kebijakan ini diharapkan dapat menambah likuiditas perbankan hingga Rp 102 triliun.

"Kami sudah turunkan GWM dan efektif 1 Mei GWM turun 200 bsp atau 2% itu akan menambah likuditas sekitar Rp 102 triliun," tambah Perry.

Selanjutnya, pada rapat dewan gubernur (RDG) BI Periode April bank sentral juga mengeluarkan kebijakan unuk tidak akan memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah untuk periode 1 (satu) tahun.

Kedua kebijakan tersebut akan mulai berlaku pada 1 Mei 2020. Perry optimis kebijakan ini juga bakal menambah likuiditas perbankan senilai Rp 15,8 triliun.

Dengan kedua kebijakan tersebut diharap semakin memperkuat likuiditas perbankan hingga lebih dari Rp 117 triliun serta menambah pasokan quantitative easing sebelumnya telah digelontorkan BI senilai Rp300 triliun sehingga total menjadi sekitar Rp 420 triliun

Bikin Sistem Tapping di KRL, Jonan: Dulu Banyak yang Nggak Percaya

Mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignasius Jonan bercerita soal capaiannya mengubah jaringan kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek menjadi modern. Katanya, saat dia merencanakan hal tersebut banyak yang ragu itu akan berhasil.
Jonan mengatakan banyak orang tidak percaya layanan KRL diubah sistemnya dengan penggunaan kartu dan tapping. Namun, dia tetap meneruskan rencananya, berhasil, dan menjadi salah satu terobosan besar PT KAI.

"Dulu banyak orang yang nggak percaya pakai kartu tapping. Bilangnya orang Indonesia mana bisa begitu? Antre banyak, panjang. Nah, sekarang buktinya bisa," cerita Jonan dalam sebuah diskusi online membahas bisnis logistik, Jumat (17/4/2020).

Dia bercerita awalnya dia kesal dengan kondisi KRL yang sangat tidak beraturan. Bahkan sampai banyak orang yang naik ke atap. Berbagai cara pun sudah dilakukan, namun tak membuat penumpang kapok untuk menumpang di atap kereta.

"Bagaimana tertibkan layanan kereta listrik Jabodetabek? Dulu kan penumpang naik ke atas atap, macam-macam caranya dulu, disemprot air, dikasih cat, dikasih pagar listrik, nggak mempan," kata Jonan.

Akhirnya dia berpikiran untuk menggunakan teknologi informasi dalam mengubah sistem perkeretaapian se-Jabodetabek ini.

"Akhirnya, kita ubah sistem. Kita gunakan lah IT," ujar Jonan.

Syarat dan Ketentuan Dapat Keringanan Cicilan dari Bank

Setelah regulator keuangan mengumumkan peraturan terkait relaksasi kredit untuk nasabah. Perbankan mulai menyusun sejumlah syarat dan ketentuan untuk proses pemberian keringanan.
Misalnya bank melakukan pemetaan untuk nasabah-nasabah yang terdampak. Ini dilakukan agar bank bisa tepat sasaran untuk menetapkan nasabah yang memang memenuhi syarat untuk mendapatkan relaksasi.

Corporate Secretary BRI Amam Sukriyanto mengatakan perseroan melakukan mapping agar lebih mudah menentukan skema untuk nasabah.

"Dengan melakukan mapping, memudahkan BRI untuk menentukan skema restrukturisasi yang sesuai sehingga restukturisasi efektif kepada nasabah yang terdampak sesuai kategori," kata Amam dalam siaran pers, Jumat (17/4/2020).

Dia mengungkapkan seluruh relationship manager (RM) mikro BRI telah dilengkapi dengan aplikasi BRISPOT yang memudahkan untuk melakukan monitoring pinjaman secara offsite.

BRI memiliki berbagai alternatif skema restrukturisasi untuk nasabah pelaku UMKM. Untuk nasabah mikro, kecil dan ritel, apabila mengalami penurunan omset sampai dengan 30% maka suku bunga diturunkan dan diberikan perpanjangan jangka waktu kredit dan bagi yang mengalami penurunan omset antara 30% - 50% mendapatkan penundaan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 6 bulan.

Sementara untuk debitur yang mengalami penurunan omset 50% - 75% mendapatkan penundaan pembayaran bunga selama 6 bulan dan penundaan angsuran pokok selama 12 bulan, sedangkan bagi debitur yang mengalami penurunan omset diatas 75% mendapatkan penundaan pembayaran bunga selama 12 bulan dan penundaan angsuran pokok selama 12 bulan.

Bagi nasabah kredit konsumer BRI juga menyiapkan 3 skenario, diantaranya bagi yang mengalami penurunan penghasilan sampai dengan 10%, penurunan 10% - 30% dan penurunan diatas 30%.

Alternatifnya yakni perpanjangan jangka waktu kredit maksimal 12 bulan, penundaan pembayaran angsuran pokok serta penundaan pembayaran angsuran pokok dan bunga.

Perseroan juga memberikan 2 skenario relaksasi bagi debitur segmen menengah keatas. Untuk debitur yang mengalami penurunan omset sampai dengan 20% dan tidak terdampak fluktuasi kurs akan mendapatkan penjadwalan angsuran pokok dan penurunan suku bunga.

Sedangkan untuk debitur yang mengalami penurunan omset hingga 20% dan atau terdampak fluktuasi kurs akan mendapatkan penjadwalan angsuran pokok dan penurunan suku bunga minimum dengan skema deferred payment.

Dari sisi prosedur pengajuan keringanan, BRI mempermudah proses diantaranya dengan menyediakan formulir agar diisi oleh nasabah dan bisa diajukan oleh nasabah. BRI juga menanggung seluruh biaya yang timbul atas adanya restrukturisasi pinjaman tersebut.

"Secara aktif RM BRI juga membuka kesempatan untuk berkonsultasi bagi para debitur UMKM BRI sehingga fungsi pendampingan terus berjalan," imbuh Amam.

Pekerja BRI, baik RM maupun operasional kantor cabang juga telah mendapatkan sosialisasi terkait kebijakan relaksasi ini sehingga diharapkan turut mensosialisasikannya di tengah masyarakat.

Hingga saat ini sudah banyak pelaku UMKM yang mengajukan relaksasi. Meski demikian kebijakan merelaksasi kredit diterapkan BRI dengan tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian. Tercatat mulai dari 16 Maret hingga 31 Maret 2020, BRI telah melakukan restrukturisasi terhadap lebih dari 134 ribu pelaku UMKM dengan portofolio Rp 14,9 triliun.