Kamis, 23 April 2020

Kehidupan Digital di Indonesia Akan Berubah Usai Wabah Corona

 Wabah virus Corona membuat orang kerja dan belajar dari rumah secara online dan itu bisa dilakukan. Artinya, ekosistem digital di Indonesia sudah kuat.

"Internet behaviour kita berubah, ekosistem digital kita ternyata sudah siap. Bukan cuma selama pandemi, tapi nanti cara kita bekerja dan belajar akan berubah karena situasi sekarang mengharuskan begini," kata Vice President Marketing Biznet, Yudie Haryanto dalam diskusi online, Rabu (22/4/2020).

Biznet memantau perubahan aktivitas pelanggan. Traffic internet tinggi sekali untuk work from home, ibadah online, kursus online sampai tutorial olahraga di rumah. Akhir pekan terjadi perubahan traffic dari urusan kerja dan belajar, menjadi hiburan. Namun volumenya tetap tinggi.

"Kami mencatat kenaikan permintaan pemasangan baru sampai 30 persen dan mungkin masih bisa naik lagi karena Jawa Timur juga ada PSBB," kata Yudie.

Tingginya kebutuhan internet sampai ke pelosok kabupaten saat wabah Corona, diharapkan Yudie membuka mata pemda untuk bisa mendukung dan memudahkan perizinan bagi penyedia layanan internet untuk bisa ekspansi. Biznet sendiri rencananya ekspansi ke Jepara, Sanur dan Bandarlampung.

"Kondisi di daerah yang jaringannya susah, itu membuka mata kita juga terutama Pemda untuk bisa mendukung perusahaan seperti kita. Semoga ini jadi pandangan baru," ujarnya.

Menghadapi pandemi COVID-19, Biznet melakukan langkah pengalaman dengan menutup 100 toko, mematikan 1.300 dari 2.000 titik hotspot, menaikkan bandwith dan menurunkan harga instalasi. Mereka juga membuat panduan streaming untuk para guru dan komunitas dan layanan video conference meet.biznetgio.com dengan bandwith lokal.

Jika ada peningkatan kebutuhan internet rumahan, Yudhie mengungkapkan sebagian pelaku usaha justru kewalahan untuk tetap berlangganan internet karena usaha mereka tutup.

"Hotel, restoran, dan kafe banyak yang meminta relaksasi, potongan harga dan minta free karena hotel tutup total, minta pengurangan harga dan downgrade layanan juga," pungkasnya.

2 Kucing Ini Jadi Hewan Peliharaan Pertama yang Positif Corona di AS

Dua kucing di New York menjadi hewan peliharaan pertama yang diketahui positif terinfeksi virus Corona COVID-19 di Amerika Serikat (AS). Kedua kucing itu memiliki gejala berupa masalah pernapasan ringan.
"Ini adalah hewan peliharaan pertama di Amerika Serikat yang dinyatakan positif," ucap seorang perwakilan dari Departemen Pertanian AS, dikutip dari CNN.

Meski kedua kucing itu telah dinyatakan positif, hingga kini belum ada bukti bahwa hewan peliharaan bisa menularkan virus Corona kepada manusia.

Hal ini dibuktikan ketika seorang dokter hewan melakukan pengujian pada kucing pertama setelah menunjukkan adanya tanda-tanda masalah pernapasan. Namun tidak ada satu pun orang di dalam rumah tersebut yang dikonfirmasi terinfeksi virus Corona.

Sementara itu pada kucing kedua di daerah terpisah di New York, yang juga terinfeksi virus Corona. Sang pemilik memang dinyatakan positif COVID-19, tetapi sebelum kucing itu sakit.

Meski begitu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di AS (CDC) menyarankan agar masyarakat yang memiliki hewan peliharaan untuk bisa lebih membatasi interaksi satu sama lain. Tak hanya itu, mereka juga juga mengatakan sebaiknya hindari mengajak hewan peliharaan ke tempat-tempat ramai untuk mengurangi risiko terjadinya penularan.

Pasien Pertama Corona Mungkin Takkan Pernah Ditemukan, Kenapa?

 Patient zero atau pasien pertama virus Corona coba dilacak baik oleh pemerintah maupun kalangan ilmuwan. Motifnya apalagi kalau bukan untuk mencari dari mana sebenarnya asal COVID-19. Tapi Wakil Presiden Taiwan Chen Chien-Jen pesimistis.
Chen Chien-Jen, orang terpenting kedua di Taiwan yang juga seorang ahli epidemiologi, mengatakan ada keraguan besar apakah benar pasar seafood Huanan di Wuhan adalah sumber virus Corona.

"Jika kita melihat 42 kasus pertama yang dipublikasikan di jurnal akademis, sekitar 10 tidak punya jejak pergi ke sana (pasar-red). Ini adalah tanda sangat penting bahwa pasar itu mungkin bukan asal dari infeksi ini," cetusnya dalam wawancara dengan Telegraph yang dikutip detikINET.

Ia menyebutkan sulit melacak kembali kasus-kasus pertama, apalagi jika penderita di masa awal itu hanya bergejala ringan. Konsekuensinya, bisa jadi patient zero takkan terdeteksi. "Jika kasusnya adalah gejala ringan, Anda tidak akan pernah menemukannya," cetusnya.

Tentu jika hal itu benar, bisa cukup runyam akibatnya. Sebab, mengidentifikasi patient zero saat ini penting tak hanya untuk kepentingan ilmiah untuk mencegah pandemi serupa, tapi juga secara politis. Pasalnya telah terjadi saling tuduh antara China dan Amerika Serikat soal dari mana awalnya COVID-19 muncul.

Para ilmuwan sendiri belum punya kesimpulan yang sangat kuat soal darimana COVID-19 dan siapa penderita pertamanya. Versi pertama yang diberitakan luas adalah patient zero merupakan WN China bernama Wei Guixian, seorang pedagang udang di Huanan Seafood Market di Wuhan.

Akan tetapi tak terlalu lama kemudian, informasi ini terbantahkan oleh pihak China. Dalam jurnal kedokteran The Lancet, sekelompok ilmuwan China sudah melaporkan ada pasien virus Corona di Wuhan sejak 1 Desember 2019 dan tidak terkait Huanan Seafood Market.

Tidak sampai di situ, pihak China kemudian melontarkan narasi bahwa pertama kali virus corona diderita oleh warga negara Amerika Serikat yang pergi ke Wuhan untuk ikutan lomba olahraga militer.

Pertanyaan lain yang belakangan sering mengemuka adalah apakah COVID-19 diciptakan Wuhan Institute of Virology atau bocor dari sana. Terkait tuduhan ini, pihak China sudah berulangkali melontarkan bantahan.

Kehidupan Digital di Indonesia Akan Berubah Usai Wabah Corona

 Wabah virus Corona membuat orang kerja dan belajar dari rumah secara online dan itu bisa dilakukan. Artinya, ekosistem digital di Indonesia sudah kuat.

"Internet behaviour kita berubah, ekosistem digital kita ternyata sudah siap. Bukan cuma selama pandemi, tapi nanti cara kita bekerja dan belajar akan berubah karena situasi sekarang mengharuskan begini," kata Vice President Marketing Biznet, Yudie Haryanto dalam diskusi online, Rabu (22/4/2020).

Biznet memantau perubahan aktivitas pelanggan. Traffic internet tinggi sekali untuk work from home, ibadah online, kursus online sampai tutorial olahraga di rumah. Akhir pekan terjadi perubahan traffic dari urusan kerja dan belajar, menjadi hiburan. Namun volumenya tetap tinggi.

"Kami mencatat kenaikan permintaan pemasangan baru sampai 30 persen dan mungkin masih bisa naik lagi karena Jawa Timur juga ada PSBB," kata Yudie.

Tingginya kebutuhan internet sampai ke pelosok kabupaten saat wabah Corona, diharapkan Yudie membuka mata pemda untuk bisa mendukung dan memudahkan perizinan bagi penyedia layanan internet untuk bisa ekspansi. Biznet sendiri rencananya ekspansi ke Jepara, Sanur dan Bandarlampung.

"Kondisi di daerah yang jaringannya susah, itu membuka mata kita juga terutama Pemda untuk bisa mendukung perusahaan seperti kita. Semoga ini jadi pandangan baru," ujarnya.

Menghadapi pandemi COVID-19, Biznet melakukan langkah pengalaman dengan menutup 100 toko, mematikan 1.300 dari 2.000 titik hotspot, menaikkan bandwith dan menurunkan harga instalasi. Mereka juga membuat panduan streaming untuk para guru dan komunitas dan layanan video conference meet.biznetgio.com dengan bandwith lokal.