Perdana menteri JepangShinzo Abe menghadapi kecaman rakyatnya sendiri melalui media sosial akibat menawarkan masker gratis demi cegah virus corona COVID-19.
Dikutip dari Reuters, masyarakat dibuat frustasi oleh PM Abe yang membagikan masker gratis alih-alih mendeklarasikan keadaan darurat virus corona.
Abe membuat dan menerapkan kebijakan membagikan dua masker per rumah tangga pada Rabu (1/4/2020). Sementara para ahli memperingatkan saat ini Jepang sedang berada di ambang krisis medis akibat peningkatan kasus virus corona.
Masker rencananya akan mulai dikirim ke 50 juta rumah tangga di Jepang mulai minggu depan. Daerah yang memiliki lonjakan kasus infeksi akan diprioritaskan mendapat masker ini.
"Aku juga memakainya, tapi ini bukan masker sekali pakai. Kalian bisa menggunakan sabun untuk mencucinya dan menggunakannya kembali. Jadi ini seharusnya merupakan respons yang baik terhadap permintaan masker yang tiba-tiba melonjak," jelas Abe.
Warga protes melalui tagar #AbeMask dan menjadi topik populer di media sosial Jepang pada Kamis (2/3/2020).
Perusahaan Rokok Klaim Punya Vaksin untuk Corona dari Tembakau
Satu perusahaan rokok mengklaim sedang mengembangkan vaksin yang potensial untuk memerangi virus corona COVID-19. Vaksin itu disebut berasal dari tanaman tembakau.
British American Tobacco (BAT) mengatakan jika pengujian vaksin corona ini berjalan dengan baik, pihaknya akan memproduksi sampai 3 juta dosis per minggu pada bulan Juni.
"Jika pengujian berjalan dengan baik, dengan mitra yang tepat dan dukungan dari lembaga pemerintah antara 1-3 juta dosis vaksin akan diproduksi per minggunya mulai Juni nanti," kata pihak BAT yang dikutip dari The Sun.
BAT berencana akan mulai uji klinis pada manusia secepatnya. Saat ini, vaksin buatannya sedang menjalankan tes atau uji praklinis. BAT juga mendesak otoritas obat-obatan Amerika Serikat untuk mempercepat perizinan.
Direktur penelitian BAT, David O'Reilly, mengatakan pengembangan vaksin ini adalah pekerjaan yang menantang dan kompleks. Tapi, ia percaya bisa melakukan terobosan dengan platform teknologi tembakau yang dimilikinya.
"Kami siap untuk bekerja dengan pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk membantu meredakan virus mematikan ini dengan teknologi yang kami miliki," ungkapnya.
Pengembangan ini juga dibantu divisi bio-kesehatan perusahaan, Kentucky BioProcessing (KBP), yang sebelumnya membuat obat penanganan Ebola. Mereka mengklaim telah menemukan antibodi yang bisa melawan COVID-19 dengan tembakau yang dimodifikasi secara genetik.
Ahli WHO Tinjau Ulang Rekomendasi Pemakaian Masker untuk Publik
Para ahli penasihat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan meninjau ulang rekomendasi pemakaian masker untuk publik di tengah pandemi virus corona COVID-19. Hal ini berkaitan dengan temuan studi-studi terbaru yang melihat jarak aman saat seseorang bersin.
Satu studi oleh peneliti di Massachusetts Institute of Technology (MIT) menemukan bahwa saat seseorang bersin, percikan liur atau droplet yang dihasilkan bisa meluncur sampai delapan meter. Selain itu partikel yang dihasilkan juga memiliki berbagai macam ukuran.
"Apa yang dihasilkan saat kita menghembuskan napas, batuk, atau bersin adalah sebuah awan gas dengan momentum yang tinggi dan bisa membawa berbagai macam ukuran droplet di penjuru ruangan," kata pemimpin studi Lydia Bourouiba.
Lydia melakukan studi dengan menggunakan sensor dan kamera gerak lambat untuk merekam droplet yang dihasilkan orang-orang.
"Jadi ide buruk bila berpikir bahwa satu ada dua meter sudah aman. Bahwa anggapan droplet ini akan jatuh ke tanah pada jarak tersebut tidak didasari dengan hal yang kita hitung, ukur, dan visualisasi secara langsung," lanjutnya seperti dikutip dari BBC, Kamis (2/4/2020).
Lydia mengatakan masker tidak akan terlalu berfungsi melindungi seseorang dari partikel droplet yang kecil. Namun demikian masker tetap bermanfaat karena dapat menghalau momentum 'awan' droplet.
Salah satu ahli yang tergabung dalam dewan penasehat WHO, Profesor David Heymann, menjelaskan mereka akan mengadakan pertemuan untuk meninjau studi ini. Ini artinya ada kemungkinan imbauan WHO terkait pemakaian masker direvisi.