Senin, 27 April 2020

Penampakan Bilik Swab RSA UGM, Alternatif Menghemat APD

 Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai menggunakan gama swab sampling chamber atau bilik khusus untuk mengambil sampel pasien yang diduga terjangkit COVID-19. Penggunaan bilik itu untuk efisiensi pemakaian Alat Pelindung Diri dan meningkatkan kapasitas diagnosis.
Direktur Utama RSA UGM, dr. Arief Budiyanto mengatakan, bahwa ada 2 tujuan penggunaan bilik tersebut. Di mana yang pertama, adalah untuk meningkatkan kapasitas diagnosis COVID-19, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Tujuannya adalah 2, pertama adalah meningkatkan kapasitas untuk pemeriksaan swab dalam rangka PCR diagnostic COVID-19," katanya saat ditemui wartawan di RSA UGM, Kabupaten Sleman, Senin (27/4/2020).

Mengingat sebelumnya, yang bisa diswab adalah pasien dalam pengawasan (PDP) yang menjalani rawat inap atau orang dalam pemantauan (ODP) rawat inap. Sedangkan untuk ODP rawat jalan dan orang tanpa gejala (OTG) itu tidak bisa difasilitasi karena keterbatasan reagen dan alat.

Lanjut Arief, dengan adanya alat ini maka kapasitas pemeriksaan swab dapat ditingkatkan, terutama kepada orang dalam pemantauan (ODP) rawat jalan dan orang tanpa gejala (OTG).

"Sehingga nantinya kapasitas diagnosis bisa ditingkatkan, banyak yang bisa diswab dan hasilnya semoga banyak yang negatif," ujarnya.

Sedangkan tujuan kedua, Arief menyebut saat ini seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) mengalami kendala kekurangan alat pelindung diri (APD). Hal itu karena untuk mengambil sampel pasien para tenaga medis harus mengenakan APD.

"Kedua, Rumah Sakit mengalami problem kekurangan APD, dengan bilik ini maka harapannya bisa menghemat penggunaan APD, terutama saat pengambilan sampling," kata Arief.

Sebelumnya, Dosen UGM mengembangkan bilik swab yang dilengkapi HEPA filter yang memudahkan dan melindungi tenaga kesehatan. Dengan bilik ini, tenaga medis tak perlu pakai alat APD saat mendeteksi infeksi COVID-19 pada pasien.

"Dengan bilik ini tenaga kesehatan tidak memerlukan alat pelindung diri (APD) saat melakukan tes swab pada pasien," kata pengembang bilik swab, Jaka Widada, PhD, melalui keterangan tertulis yang dikirim Humas UGM, Jumat (17/4/2020).

Donor Plasma Darah Seperti Pasien 03 Ratri Anindya, Ini Syaratnya

Baru-baru ini Ratri Anindya, pasien sembuh Corona nomor 03 mendonorkan plasma darahnya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Lewat akun Instagram pribadi miliknya, Ratih Anindya bercerita tentang dirinya yang sudah berhasil mendonorkan plasma darahnya.
Seperti diketahui, donor plasma darah dari pasien COVID-19 yang berhasil sembuh dapat menjadi salah satu alternatif penyembuhan bagi pasien lainnya.

Sebuah studi tahun 2020 yang diterbitkan dalam Journal of the American Medical Association menemukan bahwa transfusi plasma darah pasien Corona yang sembuh terbukti dapat membantu penyembuhan pasien sakit kritis COVID-19.

Meski begitu, tidak semua sampel plasma dari pasien sembuh bisa digunakan sebagai donor, karena ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi.

Adapun syarat untuk melakukan donor plasma darah, menurut Plasma Protein Therapeutics Association (PPTA), yaitu:

- Pendonor plasma harus berusia minimal 18 tahun.
- Pendonor plasma harus memiliki berat setidaknya 50 kilogram.
- Harus lulus pemeriksaan medis.
- Lengkapi skrining riwayat medis.
- Tes non-reaktif untuk virus menular termasuk hepatitis dan HIV.
- Ikuti diet yang disarankan termasuk 50 hingga 80 gram protein harian.

Melihat persyaratan tersebut, ada baiknya bagi pasien yang telah sembuh dari virus Corona COVID-19 dapat membantu pasien lain dengan melakukan donor plasma darah, seperti yang telah dilakukan pasien 03 yang sembuh, Ratri Anindyajati.

Trump Sebut Saran Suntik Disinfektan Hanya 'Sarkas'

 Puluhan orang dilaporkan keracunan akibat mengikuti saran Presiden AS soal suntik disinfektan ke dalam tubuh untuk bunuh Corona. Mereka mengikuti saran tersebut dengan meminum cairan pembersih.
Para ahli pun menentang keras saran yang dinilai begitu berbahaya dan seperti metode bunuh diri ini. Namun Trump menyebut pernyataan kontroversial ini hanya sekadar 'sarkasme' saja.

Dikutip dari Reuters, Trump berusaha untuk menepis pernyataannya terkait suntik disinfektan dalam sebuah acara di Ruang Oval Gedung Putih pada hari Jumat (24/4/2020). Ia pun mengatakan saran 'suntik disinfektan' hanya sebagai sarkas yang dilontarkan kepada wartawan.

"Saya mengajukan pertanyaan dengan sarkastik kepada wartawan hanya untuk melihat apa yang akan terjadi," kata Trump kepada wartawan, Jumat (24/4/2020).

Sebelumnya, pada Hari Kamis, dalam jumpa pers Trump mengatakan para ahli diminta untuk mengetahui kemungkinan memasukkan disinfektan ke dalam tubuh pasien untuk obati Corona.

"Saya pikir disinfektan dapat memiliki efek yang sangat baik. Matahari dan panas, dan kelembaban menghapusnya. Dan ini berdasarkan tes. Mereka telah melakukan tes ini selama beberapa bulan. Jadi saya berkata, 'Baiklah, bagaimana jika kita melakukannya di dalam tubuh atau bahkan di luar tubuh dengan disinfektan. Saya pikir akan berhasil," ujar Trump.

Penampakan Bilik Swab RSA UGM, Alternatif Menghemat APD

 Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai menggunakan gama swab sampling chamber atau bilik khusus untuk mengambil sampel pasien yang diduga terjangkit COVID-19. Penggunaan bilik itu untuk efisiensi pemakaian Alat Pelindung Diri dan meningkatkan kapasitas diagnosis.
Direktur Utama RSA UGM, dr. Arief Budiyanto mengatakan, bahwa ada 2 tujuan penggunaan bilik tersebut. Di mana yang pertama, adalah untuk meningkatkan kapasitas diagnosis COVID-19, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Tujuannya adalah 2, pertama adalah meningkatkan kapasitas untuk pemeriksaan swab dalam rangka PCR diagnostic COVID-19," katanya saat ditemui wartawan di RSA UGM, Kabupaten Sleman, Senin (27/4/2020).

Mengingat sebelumnya, yang bisa diswab adalah pasien dalam pengawasan (PDP) yang menjalani rawat inap atau orang dalam pemantauan (ODP) rawat inap. Sedangkan untuk ODP rawat jalan dan orang tanpa gejala (OTG) itu tidak bisa difasilitasi karena keterbatasan reagen dan alat.

Lanjut Arief, dengan adanya alat ini maka kapasitas pemeriksaan swab dapat ditingkatkan, terutama kepada orang dalam pemantauan (ODP) rawat jalan dan orang tanpa gejala (OTG).

"Sehingga nantinya kapasitas diagnosis bisa ditingkatkan, banyak yang bisa diswab dan hasilnya semoga banyak yang negatif," ujarnya.

Sedangkan tujuan kedua, Arief menyebut saat ini seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) mengalami kendala kekurangan alat pelindung diri (APD). Hal itu karena untuk mengambil sampel pasien para tenaga medis harus mengenakan APD.

"Kedua, Rumah Sakit mengalami problem kekurangan APD, dengan bilik ini maka harapannya bisa menghemat penggunaan APD, terutama saat pengambilan sampling," kata Arief.

Sebelumnya, Dosen UGM mengembangkan bilik swab yang dilengkapi HEPA filter yang memudahkan dan melindungi tenaga kesehatan. Dengan bilik ini, tenaga medis tak perlu pakai alat APD saat mendeteksi infeksi COVID-19 pada pasien.

"Dengan bilik ini tenaga kesehatan tidak memerlukan alat pelindung diri (APD) saat melakukan tes swab pada pasien," kata pengembang bilik swab, Jaka Widada, PhD, melalui keterangan tertulis yang dikirim Humas UGM, Jumat (17/4/2020).