Gilead Sciences Inc, perusahaan biofarmasi pembuat obat remdesivir asal Amerika Serikat (AS) mengatakan pihaknya tengah berdiskusi soal produksi remdesivir untuk Eropa dan Asia. Setidaknya tahun 2022 remdesivir disebut sudah tersebar di dunia.
Meski Gilead tidak mengungkap rincian tentang hal tersebut, beberapa negara banyak yang meminati remdesivir karena hingga saat ini tidak ada pengobatan atau vaksin yang disetujui untuk COVID-19. Jumat lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) telah memberikan otorisasi atau menyetujui remdesivir sebagai obat untuk memerangi COVID-19 usai menunjukkan hasil uji klinis yang baik.
"Hari ini, FDA mengeluarkan otorisasi penggunaan darurat untuk remdesivir obat antivirus yang sedang diselidiki untuk pengobatan bagi suspek atau yang terkonfirmasi positif COVID-19 pada orang dewasa dan anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit parah," tulis keterangan FDA dalam rilis yang diunggah di laman webnya Jumat (1/5/2020).
"Otorisasi darurat FDA untuk remdesivir, dua hari setelah uji klinis National Institutes of Health menunjukkan hasil yang menjanjikan, adalah langkah maju yang signifikan dalam memerangi COVID-19 dan bergerak secepat mungkin untuk menggunakan ilmu pengetahuan demi menyelamatkan nyawa," kata sekretaris Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat, Alex Azar.
Gilead juga mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka sedang merundingkan lisensi jangka panjang dengan beberapa pembuat obat generik di India dan Pakistan untuk memproduksi remdesivir bagi negara-negara berkembang dan akan menyediakan teknologi untuk membantu produksi. Salah satu pembuat obat terbesar di Bangladesh, Beximco Pharmaceuticals, rencananya akan memulai produksi remdesivir bulan ini, demikian laporan Reuters pada hari Selasa, mengutip seorang eksekutif senior perusahaan tersebut.
Remdesivir sebelumnya hanya tersedia untuk pasien yang terdaftar dalam uji klinis. Gilead pun mengatakan akan menyumbangkan 1,5 juta dosis pertama remdesivir. Selain itu, ia juga sebelumnya mengatakan bahwa remdesivir difokuskan untuk membuat obat itu dapat diakses dan terjangkau orang sebanyak mungkin, tentunya dengan persetujuan.
Gilead mengatakan pihaknya sedang bekerja untuk membangun konsorsium mitra manufaktur untuk bantu memaksimalkan pasokan global obat, di mana membutuhkan bahan baku yang langka dan kemampuan manufaktur khusus dengan kapasitas global terbatas. Perusahaan juga mengatakan sedang dalam pembicaraan lanjutan dengan UNICEF untuk mengirimkan remdesivir menggunakan jaringan distribusi agensi.
Muncul Dugaan Virus Corona Sudah Ada di Prancis Sejak Desember 2019
Sebuah bukti mengungkapkan bahwa virus Corona kemungkinan ada di Prancis lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya. Dokter di rumah sakit di Paris mengatakan menemukan bukti bahwa satu pasien yang dirawat di bulan Desember terinfeksi virus Corona COVID-19.
Jika diverifikasi, temuan ini juga menunjukkan virus Corona sudah beredar di Eropa lebih awal, jauh sebelum kasus pertama terdeteksi di Prancis maupun Italia.
Klaim tersebut berbeda dengan laporan Prancis yang mengkonfirmasi kasus pertama COVID-19 pada 24 Januari lalu. Dua pasien itu diketahui memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan, China.
"COVID-19 sudah menyebar di Prancis pada akhir Desember 2019, sebulan sebelum kasus pertama resmi di negara itu," tulis tim medis di Groupe Hospitalier Paris Seine di Saint Denis.
Dikutip dari laman CNN, dokter spesialis perawatan intensif Yves Cohen dan rekannya di rumah sakit Paris, memutuskan untuk memeriksa catatan pasien yang sakit sebelum 24 Januari untuk mengetahui kemungkinan virus Corona menyebar lebih awal dari yang diperkirakan.
Tim tersebut mengamati orang-orang yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit mirip flu antara 2 Desember dan 16 Januari yang kemudian tidak didiagnosis dengan influenza. Para dokter menguji ulang sampel yang disimpan dalam freezer untuk virus Corona.
"Satu sampel positif, diambil dari seorang pria berusia 42 tahun yang lahir di Aljazair, yang tinggal di Prancis selama bertahun-tahun dan bekerja sebagai penjual ikan," tulis tim itu dalam the International Journal of Antimicrobial Agents.