Rabu, 13 Mei 2020

LIPI Uji Obat Covid-19 dari Daun Ketepeng Badak dan Benalu

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengumumkan tengah mengembangkan obat herbal untuk menangkal Covid-19 akibat infeksi virus corona SARS-CoV-2 yang berasal dari ekstrak daun ketepeng badak (Cassia alata) dan benalu (dendrophthoe sp.).

Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Yenny Meliana mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Kyoto University, Jepang, dalam mengembangkan antivirus tersebut.

"Senyawa-senyawa yang terdapat di dalam tanaman ketepeng badak dan benalu dilaporkan mempunyai aktivitas antivirus," ujar Yenny dalam keterangan resmi, Selasa (12/5).


Yenny menjelaskan daun ketepeng badak dan benalu memiliki senyawa yang diprediksi dapat berperan aktif sebagai antivirus. Senyawa yang bakal di manfaatkan adalah kaempferol, aloe-emodin, quercitrin, dan quercetin.

Peneliti bidang farmasi kimia LIPI, Marissa Angelina menyebut tanaman yang mengandung komponen utama flavonoid dan flavonoid glikosida banyak dilaporkan sebagai zat aktif utama sebagai antivirus.

Sehingga, dia berkata pengembangan bahan baku obat dan obat herbal terstandar merupakan upaya yang sangat penting dalam mendukung kemandirian obat Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman hayati.

"Pengembangan bahan baku obat berbasis tanaman berpotensi untuk jangka panjang dan memiliki peluang besar bagi industri bahan baku obat di Indonesia," tutupnya.

Marissa menambahkan langkah-langkah yang telah dilaksanakan pada pasien Covid-19 selama ini masih terbatas pada tindakan preventif dan suportif yang dirancang untuk mencegah komplikasi dan kerusakan organ lebih lanjut.

Lihat juga: Penjelasan LIPI soal Virus Corona di Sperma Pasien Covid-19
Dia mengatakan beberapa studi pendahuluan telah menguji kombinasi agen potensial seperti protease inhibitor lopinavir/ritonavir yang umumnya digunakan untuk mengobati virus HIV, digunakan untuk pengobatan pasien yang terinfeksi Covid-19.

"Selain itu, dilaporkan juga adanya penggunaaan obat malaria yaitu qlorokuin dan emodin," ujar Marissa.

Lebih dari itu, LIPI menilai Covid-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 termasuk jenis virus baru yang bersifat dinamis. Sampai saat ini belum ada formula obat atau vaksin yang tepat untuk mengobati virus ini yang direkomendasikan WHO. 

Mahasiswa UI Buat Drone Untuk Bubarkan Massa Kala PSBB Corona

 Mahasiswa lintas fakultas Universitas Indonesia (UI) membuat inovasi berupa prototipe Pesawat Tanpa Awak bernama Hybrid Quadplane UAV, yang dapat membantu pemerintah dalam mengawasi penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus rantai penularan virus corona Covid-19. 

Hybrid Quadplane UAV adalah sebuah wahana Unmanned-aircraft Vehicle System (UAV) atau pesawat tanpa awak yang mengkombinasikan antara pesawat fixed wing dan multicopter.

Kombinasi tersebut membuat Quadplane lebih efisien daripada fixed wing dan multicopter pada umumnya. Alat ini memiliki kemampuan vertical take off and landing dan cakupan jangkauan yang luas secara bersamaan, sehingga sangat cocok diterapkan di manapun, karena tidak memerlukan landasan pacu.

Ketua Tim Adam Sultansyah menuturkan Quadplane ini dapat melakukan video monitoring secara real time untuk mendeteksi kerumunan orang kala PSBB.


"Setelah melihat pelanggaran kerumunan lebih dari lima orang, alat ini akan mengeluarkan suara imbauan agar segera membubarkan diri," kata Adam lewat keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (12/5).

Quadplane yang akan diproduksi memiliki keunggulan dibandingkan dengan drone pada umumnya karena dapat bekerja secara autonomous dengan meminimalkan peran manusia dalam kerjanya.

Pesawat tanpa awak ini hanya membutuhkan pemasangan baterai dan penentuan jalur Quadplane yang akan dilalui. Alat ini diestimasi akan mampu terbang dengan radius 1km x 1km dengan jam terbang 20 hingga 30 menit sekali pakai.

Berkat inovasinya, Hybrid Quadplane UAV terpilih menjadi salah satu proyek dalam ajang "COVID-19 INA IDEAthon" yang mendapatkan pendanaan dari RISTEK-BRIN.

Ada 5590 proposal ide yang masuk ke panitia, dan hanya 17 tim yang terpilih setelah melalui seleksi ketat dan presentasi di depan para reviewer nasional. Salah satunya adalah tim mahasiswa UI tersebut. Tahap pengerjaan akan berlangsung selama 4 hingga 5 bulan ke depan.

Tim mahasiswa tersebut terdiri atas tujuh orang mahasiswa UI atas nama Adam Sultansyah (Fakultas Teknik UI), Ardi Ferdyhana (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI), Cindy R. Muffidah (Fakultas Psikologi UI), Kevin Yosral (FTUI), Lendi Larici (FMIPA UI), Muhamad Naufal Rianidjar (FTUI), dan Viliasio Sirait (FTUI).

Perusahaan AS Uji Coba Vaksin Covid-19 untuk Usia 18-55 Tahun

Dua perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS) Pfizer Inc dan BioNTech SE mengumumkan bahwa peserta penelitian tahap pertama telah diberikan uji coba vaksin di AS dalam rangka uji klinis fase 1/2 program vaksin BNT162 untuk mencegah virus corona Covid-19.

Uji klinis ini merupakan bagian dari program pengembangan global, dan pemberian vaksin pada kelompok pertama di Jerman sudah dilaksanakan minggu lalu.

Studi Fase 1/2 dirancang untuk menentukan keamanan, imunogenitas dan tingkat dosis yang optimal dari 4 kandidat vaksin mRNA yang dievaluasi dalam studi tunggal yang berkelanjutan.

Perhitungan tahapan tingkat dosis yang diberikan (Tahap 1) dalam uji coba Fase 1/2 di AS akan membagi 360 subyek sehat menjadi dua kelompok usia (18-55 dan 65-85 tahun).


Subyek pertama yang akan diimunisasi pada Tahap 1 adalah orang dewasa muda yang sehat berusia 18 hingga 55 tahun.

Orang dewasa tua hanya akan diimunisasi dengan kandidat vaksin yang telah diuji dalam dosis tertentu sedangkan kelompok dewasa muda akan diberikan dosis vaksin yang telah sejak awal terbukti keamanan dan imunogenisitasnya.

Saat ini lokasi uji coba telah menerima peserta penelitian dari NYU Grossman School of Medicine dan University of Maryland School of Medicine, serta University of Rochester Medical Center/Rochester Regional Health dan Cincinnati Children's Hospital Medical Center yang segera memulai pendaftaran. 

"Dengan adanya program studi klinis yang yang khusus dan kuat ini, yang saat ini berjalan dan dimulai di Eropa dan sekarang di AS, kami berharap untuk dapat cepat menghasilkan vaksin yang aman dan efektif bagi pasien-pasien yang sangat membutuhkan," kata Chairman dan CEO Pfizer, Albert Bourla, lewat keterangan tertulis kepada redaksi, Senin (11/5).

"Dalam waktu yang singkat, kurang dari empat bulan, kami dapat bergerak maju dari studi pra-klinis ke uji coba terhadap manusia dan ini merupakan capaian yang luar biasa dalam pertempuran melawan COVID-19," tambahnya.

Program pengembangan Pfizer dan BioNTech mencakup empat kandidat vaksin, dan masing-masing vaksin mewakili kombinasi format mRNA dan target antigen yang berbeda.

Desain terbaru dalam uji coba ini memberikan peluang evaluasi terhadap berbagai kandidat mRNA secara berkelanjutan untuk mengidentifikasi kandidat mana yang paling aman dan berpotensi paling efektif terhadap dua kelompok sukarelawan dalam jumlah yang lebih besar, dalam suatu cara yang memungkinkan untuk berbagi data dengan para pembuat kebijakan secara bersamaan. 

"Kami optimis bahwa pengujian beberapa kandidat vaksin ke dalam uji coba terhadap manusia akan memampukan kami mengidentifikasi pilihan vaksinasi yang paling aman dan paling efektif dalam melawan COVID-19," ungkap CEO dan Co-Founder BioNTech, Ugur Sahin. 

Selama tahap pengembangan klinis, BioNTech akan menyediakan pasokan klinis vaksin dari fasilitas manufaktur mRNA yang bersertifikat GMP di Eropa. 

Untuk mengantisipasi suksesnya program pengembangan klinis, Pfizer dan BioNTech berusaha meningkatkan produksinya untuk pasokan global. Pfizer berencana untuk menggiatkan jaringan manufakturnya dan melakukan investasi agar dapat memproduksi vaksin Covid-19.

Dengan luasnya jangkauan program ini, maka produksi jutaan dosis vaksin pada tahun 2020 dapat dilakukan dan akan meningkat menjadi ratusan juta pada tahun 2021.

Pabrik-pabrik yang dimiliki Pfizer di tiga negara bagian AS (Massachusetts, Michigan dan Missouri) dan Puurs, Belgia telah ditunjuk sebagai pusat produksi vaksin Covid-19, dan pabrik-pabrik lainnya akan segera ditentukan.

Dengan adanya lokasi produksi mRNA yang tersedia saat ini di Mainz dan Idar-Oberstein, Jerman, BioNTech berencana meningkatkan kapasitas produksinya untuk menyediakan pasokan global vaksin potensial ini. 

BioNTech dan Pfizer akan bekerjasama untuk mengkomersialkan vaksin di seluruh dunia dengan persetujuan regulator di berbagai negara di seluruh dunia (kecuali China, karena BioNTech telah berkolaborasi dengan Fosun Pharma untuk BNT162 untuk pengembangan klinis dan komersialisasi).

Sebelumnya uji coba vaksin corona yang melibatkan 45 orang sukarelawan juga telah dilakukan di fasilitas penelitian Kaiser Permanente, Seattle, AS pada Maret lalu. Moderna Therapeutics, perusahaan bioteknologi asal Massachussets di balik vaksin ini, mengklaim bahwa vaksin telah dibuat dengan proses yang telah diuji.