Sabtu, 16 Mei 2020

Riset: Kucing Bisa Jadi Transmisi COVID-19 Tanpa Gejala

Sebuah studi menyebutkan bahwa kucing rupanya dapat terinfeksi dan menjadi transmisi virus Corona (COVID-19) di lingkungan sekitarnya. Tapi kabar baiknya, belum ada bukti mereka dapat menularkan ke manusia.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Wisconsin telah melakukan penelitian terhadap kucing, untuk mengetahui apakah hewan peliharaan tersebut dapat terjangkit seperti halnya harimau dan singa di Kebun Binatang Bronx, New York, AS, yang dinyatakan positif COVID-19.

Untuk mengetahui hal itu, peneliti menempatkan tiga kucing yang telah positif COVID-19 dengan tiga kucing yang tidak terjangkit dalam sebuah ruangan selama lima hari. Hasilnya, semua kucing tersebut positif COVID-19.

Meski telah positif, kucing-kucing itu tidak memilik gejala layaknya telah terpapar sebuah virus.

"Tidak ada bersin, tidak ada batuk, mereka tidak memiliki suhu badan tinggi atau kehilangan berat badan. Jika pemilik hewan peliharaan itu melihat, maka ia tidak akan menyadarinya," sebut Pakar Virus dari Universitas Wisconsin, Peter Halfmann dilansir dari Mashable, Jumat (15/5/2020).

Studi ini menjadi acuan peneliti untuk memperingati orang-orang, khususnya yang memelihara kucing di rumahnya agar bisa menjaganya, terutama membatasi interaksi dengan hewan tersebut dan orang lain.

Orang-orang yang mempunyai gejala virus Corona juga dianjurkan untuk tidak mendekati kucing karena berpotensi hewan tersebut jadi transmisi di lingkungan sekitarnya.

Setiap hari, tim peneliti Universitas Wisconsin ini mengambil tes swap dari hidung kucing dan setelah enam hari, semua kembali negatif.

"Jika mereka dikarantina di rumah mereka dan khawatir akan menyebarkan COVID-19 kepada anak-anak dan pasangan, mereka juga harus waspada untuk memberikan hewan peliharaan tersebut," tutur Halfmann.

Kendati begitu, peneliti juga menekankan agar ada penelitian lebih lanjut, apakah COVID-19 yang dibawa kucing itu bisa menularkan ke manusia. Hasil studi ini pun telah diterbitkan ke dalam New England Journal of Medicine.

Ilmuwan: Lockdown Dibuka, Semua Jadi Eksperimen Corona

Upaya lockdown di berbagai negara adalah untuk meminimalisir penularan COVID-19. Kini setelah lockdown mulai dilonggarkan, warga pun menjadi semacam partisipan dalam eksperimen tentang bagaimana situasi yang akan terjadi pasca lockdown.
Ilmuwan di Inggris memperingatkan melonggarkan lockdown terlalu cepat dalam fase 'eksperimen' ini bisa menyebabkan gelombang kedua paparan virus Corona. Karena itu, pembukaan lockdown harus dilakukan dengan hati-hati dan terukur.

"Kita melonggarkan hal-hal yang kita anggap aman dulu dan kemudian mengawasinya dengan sangat hati-hati," kata Dr Mike Tildelsey, akademisi dari University of Warwick, Inggris.

"Seiring kita memasuki fase ini, kita adalah 'hewan percobaan'. Tapi seiring fase ini berjalan, kita akan lebih memahami seberapa efektif," tambahnya.

Dikutip detikINET dari BBC, Dr Mike menyarankan toko atau bisnis hanya bisa dibuka jika sosial distancing dapat dilakukan. Kemudian mereka yang bisa bekerja dari rumah sebaiknya meneruskannya. Sementara orang tua yang rentan tetap harus lebih dilindungi.

Lockdown dipercaya meminimalisir penularan COVID-19. Sekarang setelah ada kelonggaran, perlu diketahui nantinya seberapa tinggi kontak sosial yang bisa dilakukan untuk menjaga agar Corona bisa tetap dikendalikan.

"20 sampai 30% peningkatan kontak antar orang adalah maksimum. Vaksin masih lama. Saat ini, kita perlu sebanyak mungkin orang bisa beradaptasi," kata Profesor Azra Gahni dari Imperial College London.

Fase eksperimen ini memang tidak dikendalikan ilmuwan dan benar-benar melibatkan dunia nyata. Maka sebelum dapat diketahui hasilnya, orang harus tetap menjaga diri, tidak berbuat sembarangan.

"Ini tentang nyawa, harus ada keseimbangan soal risiko penyakit ini dan bagaimana menjalani hidup sehari-hari. Kita bisa mencapai hal itu selama orang bersikap sosial secara bertanggung jawab," kata Profesor Gahni.

Geger 70.000 Ton Gula 'Raib', Kemendag Buka Suara

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey membeberkan salah satu faktor yang dinilainya menyebabkan kelangkaan stok gula di ritel-ritel modern. Menurut Roy, pemerintah sudah menetapkan kesepakatan dengan Aprindo dan Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI), sekitar 160.000 ton gula rafinasi dapat dipasok ke gerai-gerai ritel modern.

Namun, Roy mengatakan ketika hendak memperoleh pasokan gula rafinasi tersebut, sekitar 70.000 ton stok gula menghilang. Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Bernardi Dharmawan membantah hal tersebut. Ia menegaskan, sejak awal tak ada kesepakatan agar AGRI memasok 160.000 ton gula untuk Aprindo.

Bernardi menuturkan, stok gula rafinasi saat ini terus diguyur baik ke ritel modern maupun pasar tradisional untuk mengatasi kelangkaan.

Kemudian, dari sisi pemerintah yang menerbitkan penugasan gula rafinasi tersebut juga angkat bicara. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Suhanto mengatakan, memang ada evaluasi dari pihaknya terkait volume gula rafinasi yang akan dipasok AGRI ke Aprindo.

"Jadi pemerintah sesuai dengan rapat bersama memutuskan sudahlah penugasan 160.000 ton itu kita gelontorkan saja ke ritel modern, dan harapannya juga distributor yang memasok ritel modern juga memasok ke pasar tradisional, 2 jalur. Ternyata di dalam perjalanannya, kita kan evaluasi 1 minggu setelah itu, kenapa kok ini belum bergerak? Rupanya packer atau distributor yang menyuplai ke ritel modern pun punya keterbatasan," kata Suhanto kepada detikcom, Jumat (15/5/2020).

Dengan kondisi tersebut, Kemendag pun mempertanyakan kemampuan Aprindo menyerap gula rafinasi dalam 1 bulan. Angka terakhir yang diperoleh, kemampuan dari peritel modern tersebut hanyalah 20.000 ton per bulan.

"Setelah dihitung, kami mendapatkan angka dari Aprindo bahwa ritel modern untuk bulan Mei hanya mampu 20.000 ton," ungkap Suhanto.

Dengan hasil perhitungan kemampuan serap Aprindo, Kemendag pun memutuskan agar AGRI (dan juga Pabrik Gula PT Kebun Tebu Manis) memasok gula rafinasi ke ritel-ritel modern sebanyak 30.000 ton.

"Kami untuk meyakinkan ritel modern, kalau komitmennya hanya 20.000 ton, sudah kita kesepakatan baru dengan para anggota AGRI Anda kita kasih 30.000 ton," jelas dia.

Hal tersebut diputuskan, pasalnya pemerintah tidak ingin ada stok yang berlebih di gudang distributor jika kemampuan serap peritel hanyalah 20.000 ton. Oleh sebab itu, sisa dari 30.000 ton tersebut diarahkan Kemendag untuk dipasok ke pasar tradisional.

"Sisanya kami minta lagi kepada AGRI disalurkan melalui 2 cara, pertama tetap bekerja sama dengan pedagang pasar melalui jaringannya, tetapi langsung ke pedagang pasar. Cara kedua AGRI kerja sama dengan para pengelola dan dinas-dinas seluruh Indonesia melakukan operasi pasar. Jadi bukan berarti Aprindo nggak dipenuhi, tapi nggak mampu untuk menyerap sebanyak itu (160.000 ton)," papar Suhanto.

Ia pun menegaskan, perubahan volume pendistribusian gula rafinasi dari AGRI kepada Aprindo, yang awalnya 160.000 ton menjadi akhirnya 30.000 ton (termasuk dipasok dari Pabrik Gula PT Kebun Tebu Mas), bukanlah mengartikan stok gula tersebut menghilang begitu saja. Namun, pemerintah memang menyesuaikan dengan kemampuan dari peritel modern sendiri.

"Bukan menghilang, ada. Aprindo sendiri nggak akan mampu menjual segitu," pungkas dia.

Persoalan stok gula rafinasi disebut menghilang ini berawal dari pernyataan Roy dalam diskusi pangan yang digelar Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada Rabu (14/5) kemarin. Roy menuturkan, melalui rapat dengan Kemendag pada Rabu (22/4) lalu, AGRI telah sepakat memasok 160.000 ton gula rafinasi kepada Aprindo. Gula rafinasi tersebut memang dialihkan fungsinya untuk menjadi gula konsumsi demi memenuhi pasokan dalam negeri.

Namun, menurut Roy 2 hari kemudian AGRI menyatakan stoknya hanya tersisa 93.000 ton. Roy menyatakan kebingungannya dengan mengatakan sekitar 70.000 ton stok gula rafinasi menghilang dalam 2 hari entah ke mana. Terlebih lagi, menurut Roy ketika Aprindo hendak memperoleh keseluruhan stok tersebut, lagi-lagi kesepakatan akhirnya AGRI hanya memasok 30.000 ton gula rafinasi.