Senin, 18 Mei 2020

Tenaga Medis Protes, Buang Muka dan Tak Acuhkan Kunjungan PM Belgia ke RS

 Tenaga medis Belgia menunjukkan protes mereka terhadap pemerintah atas putusan terbaru yang mereka buat saat pandemi COVID-19 seperti sekarang ini.
Dilansir dari laman Sky News, saat Perdana Menteri Sophie Wilmes melakukan kunjungan tidak resmi kedua rumah sakit di ibukota Belgia, Brussels dan mendapat sambutan yang dingin dari para tenaga medis pada Sabtu (16/05/2020).

Dalam sebuah unggahan video akun Twitter, terlihat iring-iringan mobil Perdana Menteri tiba di Rumah Sakit Saint-Pierre dan disambut oleh staf rumah sakit yang berbaris di jalan masuk ke rumah sakit. Namun saat jajaran pemerintah tiba, tenaga medis justru membuang muka.


Giles Paley-Phillips
@eliistender10
Some of the most powerful demonstrations are the silent ones Hospital staff did this to greet The Prime Minister of Belgium due to their government's handling of the pandemic 

Video terlekat
47,5 rb
14.36 - 17 Mei 2020
Info dan privasi Iklan Twitter
14,9 rb orang memperbincangkan tentang ini

Menurut media setempat, aksi ini dilakukan para tenaga medis sebagai tanggapan terhadap penandatanganan undang-undang keputusan kerajaan yang memungkinkan staf yang tidak memenuhi syarat untuk melakukan tugas keperawatan di tengah pandemi COVID-19.

Awal bulan ini, Persatuan Perawat Umum di Belgia mengatakan dekrit tersebut merupakan 'tamparan nyata' bagi profesi kesehatan di Belgia. Aturan tersebut dapat berbahaya selama krisis terjadi.

Mereka beranggapan keputusan itu datang dari sektor kesehatan Belgia, mereka merasa tidak didengar, diakui dan dihargai oleh pemerintah.

Menurut data Research Johns Hopkins Senin (18/05/2020), hingga kini kasus COVID-19 yang telah tercatat sebanyak 55.280 kasus pada dan sebanyak 9.052 orang di Belgia telah meninggal.

Pandemi Corona Tak Kunjung Usai, WHO Keluarkan Pedoman 'The New Normal'

Sejak menyebar pada akhir Desember lalu, pandemi virus Corona seperti masih jauh dari kata usai. Beberapa negara, termasuk Indonesia, menyinggung soal persiapan memasuki 'kondisi baru' di tengah wabah virus Corona.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) beberapa waktu lalu mengeluarkan protokol the new normal selama vaksin Corona COVID-19 belum ditemukan.

"Saat kami mempertimbangkan langkah transisi (penanganan COVID-19), kami harus mengakui bahwa tidak ada kemenangan yang cepat diraih. Kompleksitas dan ketidakpastian ada di depan, yang berarti bahwa kita memasuki periode di mana kita mungkin perlu menyesuaikan langkah dengan cepat," kata Direktur Regional WHO untuk Eropa Henri P. Kluge dikutip dari dokumen resmi di situs WHO, Senin (18/5/2020).

Sebelum menerapkan langkah seperti pelonggaran pembatasan untuk menuju 'the new normal, pemerintah suatu negara harus membuktikan bahwa transmisi virus Corona mampu dikendalikan. Meredakan pembatasan dilakukan secara bertahap dan terus mengevaluasi kebijakan tersebut.

Selain itu, kapasitas sistem kesehatan masyarakat termasuk rumah sakit harus tersedia untuk mengidentifikasi, menguji, mengisolasi, melacak kontak, dan mengkarantina pasien COVID-19.

Risiko penularan wabah juga harus terkendali terutama di tempat dengan kerentanan tinggi. Langkah-langkah pencegahan di tempat kerja juga harus ditetapkan, dengan adanya jarak fisik, fasilitas cuci tangan dan selalu mengikuti etika batuk atau bersin.

Setiap langkah menuju transisi 'the new normal' harus dipantau oleh otoritas kesehatan, bersama dengan pertimbangan ekonomi dan sosial. Disebutkan juga bahwa untuk mempercepat penanganan Corona, semua negara harus saling menyerukan solidaritas untuk mengakhiri wabah COVID-19.

"Pada akhirnya, perilaku kita masing-masing akan menentukan karakter virus. Ini akan membutuhkan ketekunan dan kesabaran, tidak ada jalur cepat untuk kembali normal," pungkasnya.

Pasar Ramai Jelang Lebaran, kenapa Sulit Tahan Godaan Beli Baju Baru?

Pada hari Minggu (17/5/2020), Pasar Anyar Bogor dilaporkan padat oleh pengunjung yang datang untuk membeli baju lebaran. Padahal kegiatan yang mengundang keramaian semacam itu kerap disebut berisiko menyebarkan virus Corona COVID-19.
"Tadi saya tanya sama Corona mereka takut. Mereka takut loh, sama Corona takut mereka. Saya tanya ibu nggak takut sama Corona? 'Takut sih Pak', katanya. 'Tapi kan gimana lagi, anak saya kan belum beli baju lebaran'." kata Kepala Satpol PP Kota Bogor, Agustiansyah, Minggu (17/5/2020).

Menjelang hari raya Idul Fitri 1441 H beberapa pasar dan mal di berbagai daerah di Indonesia mulai ramai dikunjungi oleh para pembeli. Bahkan di antaranya sampai mengobral barang dagangan agar menarik minat pembeli untuk datang.

Mengapa budaya 'beli baju lebaran' bisa membuat orang lupa diri dan menyampingkan bahaya dari virus Corona?

Menurut psikolog Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd, dari Magna Cita Marlin, kemungkinan penyebab yang terjadi adalah karena adanya pola pendidikan yang salah. Sehingga orang-orang tidak bisa berpikir sebab-akibat dalam jangka panjang.

"Jadi orang itu terbiasa mikir yang pendek, karena sebelum-sebelumnya kita belum pernah dihadapkan pada konsekuensi yang langsung dan besar," kata Rosdiana kepada detikcom, Senin (18/5/2020).

"Kalau kita melihat secara psikologi perkembangan kognitif orang, memang nggak semua orang itu bisa berpikir sebab-akibat yang jangka panjang kalau cara pendidikannya salah," lanjutnya.

Rosdiana menjelaskan seseorang cenderung belum bisa sadar dan percaya dampak yang akan terjadi, apabila mereka belum merasakan atau melihatnya secara langsung.

"Jadi nggak ngeh aja bahwa ini memang bahaya. Jadi bahaya bagi mereka 'nggak nyata' di depan mata. Dia mungkin berpikir yang nyata di depan adalah Idul Fitri yang butuh baju baru," jelasnya.

"Jadi memang salah satunya itu adalah ketidakmampuan berpikir dalam jangka panjang, dan belum bisa memilih prioritas. Belum tahu yang harus diprioritaskan itu yang mana," pungkasnya.

Tenaga Medis Protes, Buang Muka dan Tak Acuhkan Kunjungan PM Belgia ke RS

 Tenaga medis Belgia menunjukkan protes mereka terhadap pemerintah atas putusan terbaru yang mereka buat saat pandemi COVID-19 seperti sekarang ini.
Dilansir dari laman Sky News, saat Perdana Menteri Sophie Wilmes melakukan kunjungan tidak resmi kedua rumah sakit di ibukota Belgia, Brussels dan mendapat sambutan yang dingin dari para tenaga medis pada Sabtu (16/05/2020).

Dalam sebuah unggahan video akun Twitter, terlihat iring-iringan mobil Perdana Menteri tiba di Rumah Sakit Saint-Pierre dan disambut oleh staf rumah sakit yang berbaris di jalan masuk ke rumah sakit. Namun saat jajaran pemerintah tiba, tenaga medis justru membuang muka.


Giles Paley-Phillips
@eliistender10
Some of the most powerful demonstrations are the silent ones Hospital staff did this to greet The Prime Minister of Belgium due to their government's handling of the pandemic 

Video terlekat
47,5 rb
14.36 - 17 Mei 2020
Info dan privasi Iklan Twitter
14,9 rb orang memperbincangkan tentang ini

Menurut media setempat, aksi ini dilakukan para tenaga medis sebagai tanggapan terhadap penandatanganan undang-undang keputusan kerajaan yang memungkinkan staf yang tidak memenuhi syarat untuk melakukan tugas keperawatan di tengah pandemi COVID-19.

Awal bulan ini, Persatuan Perawat Umum di Belgia mengatakan dekrit tersebut merupakan 'tamparan nyata' bagi profesi kesehatan di Belgia. Aturan tersebut dapat berbahaya selama krisis terjadi.

Mereka beranggapan keputusan itu datang dari sektor kesehatan Belgia, mereka merasa tidak didengar, diakui dan dihargai oleh pemerintah.

Menurut data Research Johns Hopkins Senin (18/05/2020), hingga kini kasus COVID-19 yang telah tercatat sebanyak 55.280 kasus pada dan sebanyak 9.052 orang di Belgia telah meninggal.