Selasa, 09 Juni 2020

GBK dan Tempat Umum Dipadati Pengunjung, Tandanya Mulai Tidak Takut Corona?

Di media sosial ramai perdebatan terkait penyebab meninggalnya pasien Corona. Sementara itu fasilitas umum seperti Gelora Bung Karno (GBK) hingga Kanal Banjir Timur ramai oleh aktivitas warga di akhir pekan lalu.
Fenomena tersebut dikhawatirkan jadi tanda-tanda masyarakat yang mulai abai atau meragukan bahaya virus Corona COVID-19. Padahal wabah Corona belum berlalu, terlihat dari data kasus aktif yang masih terus meningkat di Indonesia.

"Iya, saat ini ada kecenderungan masyarakat mulai meremehkan penyakit ini," kata spesialis penyakit dalam dr Dirga Sakti Rambe, SpPD, dari Omni Hospitals Pulomas beberapa waktu lalu.

Apa yang terjadi saat ini dijelaskan oleh influencer kesehatan dr I Made Cock Wirawan disebabkan oleh berbagai faktor. Pria yang mengelola akun Twitter @blogdokter ini menyebut maraknya teori konspirasi, desakan faktor ekonomi, dan keraguan kebijakan pemerintah berperan membuat sebagian masyarakat sepertinya tak peduli terhadap ancaman virus Corona.

"Jadilah mereka abai dengan COVID-19. Lagian narasi penyakit ini tidak ada, tidak membunuh, penyakit biasa terus memborbadir masyarakat," kata dr Made pada detikcom dan ditulis Selasa (9/6/2020).

Untuk memperbaikinya dr Made mengatakan perlu ketegasan dari pemerintah. Sanksi tegas harus diterapkan bila ingin masyarakat benar-benar disiplin terhadap protokol kesehatan hingga akhirnya ancaman wabah Corona mereda.

"Di sinilah peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Mereka punya alat penegak hukum, tindak dengan tegas para pelanggar. Buktinya sekarang para pelanggar PSBB bisa seenaknya tanpa tindakan," kata dr Made.

"Lihatlah negara negara yang hukumnya tegas seperti Singapura, Malaysia, dan lain-lain. Mereka bisa tertib dan terbukti sukses menurunkan kurve,"pungkasnya.

Gaduh Corona Disebut Tak Picu Kematian, Dokter Bandingkan dengan HIV

 Di media sosial tampaknya sebagian netizen mulai meragukan bahaya virus Corona COVID-19. Bahkan ada yang berpandangan virus ini tidak menyebabkan kematian, melainkan karena hal atau penyakit penyerta lain.
"Semenjak Wabah di Wuhan tidak ada 'kematian murni' dari COVID, dia hanya pemicu untuk penyakit bawaan. Makanya 3.130.301 orang sembuh bukan dari obat atau vaksin COVID melainkan obat medis penyakit tersebut, vitamin, dan obat tradisional," kata salah satu netizen pengguna Facebook.

Influencer kesehatan dr I Made Cock Wirawan mengatakan logika "COVID-19 tidak menyebabkan kematian" seperti menyebut tidak ada yang meninggal karena human immunodeficiency virus (HIV). Menurut dr Made pandangan itu keliru dan berbahaya karena bisa membuat orang-orang jadi semakin abai.

Sebagian besar pasien yang meninggal memang diketahui memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas. Namun, bukan berarti pasien COVID-19 tanpa komorbiditas aman dari risiko kematian.

"Ada beberapa pasien yang saya ketahui meninggal dunia tanpa penyakit kronis sebelumnya," kata dr Made pada detikcom dan ditulis Selasa (9/6/2020).

"Mengapa saya analogikan dengan HIV? Ya karena kondisi ini mirip dengan infeksi HIV. Virus penyebab AIDS ini tidak secara langsung membunuh orang yang diinfeksinya, tapi membuat penyakit yang sebelumnya tidak parah atau biasa menjadi mematikan," lanjut pria yang dikenal mengelola akun Twitter @blogdokter ini.

Data dariRSUP Persahabatan pada bulan April lalu menunjukkan dari 76 pasien COVID-19 yang meninggal, sebanyak 65 pasien (86 persen) memiliki penyakitpenyerta sementara 11 lainnya (14 persen) tanpa penyakitpenyerta.
https://kamumovie28.com/bereavement-2/

Apakah Masker Benar-benar Efektif untuk Mengurangi Risiko Terkena Virus Corona?

Penggunaan masker saat ini menjadi salah satu cara untuk tangkal virus Corona. Apakah masker benar-benar efektif untuk mengurangi resiko terkena virus Corona?
Masker memiliki banyak jenisnya mulai dari masker bedah, masker kain, masker N95. Dari ketiganya, benarkah efektif untuk mengurangi risiko terkena virus Corona?

Berikut fakta-fakta efektivitas berbagai jenis masker untuk mengurangi risiko terkena virus Corona, dirangkum detikcom dari berbagai sumber.

1. Masker N95
Jenis pertama adalah masker N95. Masker N95 ini umumnya dipakai untuk menangkal asap dan polusi berat. Masker ini menyaring partikel berdiameter 0,3 mikron, sedangkan virus Corona disebut punya lebar 0,12 mikron.

2. Masker bedah
Dikutip dari Daily Mail, jenis masker yang juga populer adalah masker bedah. Prof Stanley Perlman dari University of Iowa, jenis ini tidak efektif menangkal virus Corona karena jarang sekali bisa memfilter partikel berukuran di bawah 5 mikron.

3. Masker kain
Masker kain memiliki beragam jenis seperti katun, scuba, linen, kain lap, atau sarung bantal. Para ahli menyebut masker kain yang efektif harus disertai dengan filter. Penggunaan filter pada masker kain selain untuk menahan partikel juga mampu membuat penggunanya merasa lebih nyaman saat bernapas.

GBK dan Tempat Umum Dipadati Pengunjung, Tandanya Mulai Tidak Takut Corona?

Di media sosial ramai perdebatan terkait penyebab meninggalnya pasien Corona. Sementara itu fasilitas umum seperti Gelora Bung Karno (GBK) hingga Kanal Banjir Timur ramai oleh aktivitas warga di akhir pekan lalu.
Fenomena tersebut dikhawatirkan jadi tanda-tanda masyarakat yang mulai abai atau meragukan bahaya virus Corona COVID-19. Padahal wabah Corona belum berlalu, terlihat dari data kasus aktif yang masih terus meningkat di Indonesia.

"Iya, saat ini ada kecenderungan masyarakat mulai meremehkan penyakit ini," kata spesialis penyakit dalam dr Dirga Sakti Rambe, SpPD, dari Omni Hospitals Pulomas beberapa waktu lalu.

Apa yang terjadi saat ini dijelaskan oleh influencer kesehatan dr I Made Cock Wirawan disebabkan oleh berbagai faktor. Pria yang mengelola akun Twitter @blogdokter ini menyebut maraknya teori konspirasi, desakan faktor ekonomi, dan keraguan kebijakan pemerintah berperan membuat sebagian masyarakat sepertinya tak peduli terhadap ancaman virus Corona.

"Jadilah mereka abai dengan COVID-19. Lagian narasi penyakit ini tidak ada, tidak membunuh, penyakit biasa terus memborbadir masyarakat," kata dr Made pada detikcom dan ditulis Selasa (9/6/2020).

Untuk memperbaikinya dr Made mengatakan perlu ketegasan dari pemerintah. Sanksi tegas harus diterapkan bila ingin masyarakat benar-benar disiplin terhadap protokol kesehatan hingga akhirnya ancaman wabah Corona mereda.

"Di sinilah peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Mereka punya alat penegak hukum, tindak dengan tegas para pelanggar. Buktinya sekarang para pelanggar PSBB bisa seenaknya tanpa tindakan," kata dr Made.

"Lihatlah negara negara yang hukumnya tegas seperti Singapura, Malaysia, dan lain-lain. Mereka bisa tertib dan terbukti sukses menurunkan kurve,"pungkasnya.
https://kamumovie28.com/flowers-of-evil-aku-no-hana/