Sabtu, 20 Juni 2020

Antibodi Cuma Bertahan 2-3 Bulan, Mungkinkah Kebal Corona Setelah Sembuh?

Menurut sebuah studi yang diterbitkan di Nature Medicine, antibodi virus Corona COVID-19 hanya bisa bertahan dua sampai tiga bulan setelah seseorang terinfeksi.
Sebelumnya, para ilmuwan memeriksa dan membandingkan 37 orang tanpa gejala (OTG) dengan 37 orang dengan gejala di Distrik Wanzhou, China. Menurut penelitian tersebut, orang tanpa gejala memiliki respons antibodi yang lebih lemah daripada yang memiliki gejala.

Dalam delapan minggu, peneliti menemukan terjadi penurunan antibodi atau kekebalan pada 81 persen pasien OTG, lebih banyak dibandingkan pasien bergejala dengan persentase 62 persen. Selain itu, peneliti menemukan ada 40 persen OTG yang antibodinya tidak terdeteksi, jauh lebih tinggi daripada pasien bergejala yang hanya 12,9 persen.

Meski penelitiannya masih kecil, para peneliti mencatat ini bisa mendorong pemimpin dunia untuk mempertimbangkan lagi keberadaan paspor imunitas. Beberapa negara sudah mempertimbangkan penerbitan paspor atau sertifikat bebas risiko COVID-19, pada orang yang memiliki antibodi terhadap virus tersebut. Ini menentukan siapa saja yang boleh beraktivitas normal setelah sembuh dari COVID-19.

Dikutip dari CNBC, para ilmuwan masih terus mempelajari aspek dari virus tersebut, termasuk bagaimana sistem kekebalan tubuh merespon virus saat seseorang terpapar. Tetapi, mereka masih tidak yakin berapa lama kekebalan itu akan bertahan, jika antibodi sudah memberikan perlindungan.

Antibodi berfungsi untuk membantu tubuh melawan infeksi dan merespon partikel asing atau antigen yang masuk ke tubuh. Sementara vaksin bekerja dengan menginduksi sistem kekebalan untuk menghasilkan molekul-molekul ini.

Namun, para pejabat di bidang kesehatan mengatakan belum ada data yang cukup untuk menunjukkan antibodi virus Corona ini bisa kebal terhadap virus. Anthony Fauci, direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, mengungkapkan vaksin mungkin tidak memberikan kekebalan jangka panjang jika COVID-19 berperilaku seperti virus Corona lainnya.

"Saat melihat sejarah virus Corona yang umumnya menyebabkan flu, daya tahan kekebalan yang bertugas melindungi hanya bertahan hampir selalu kurang dari setahun. Itu tidak memberikan banyak perlindungan terhadap tubuh," kata Fauci.

Studi Korsel Sebut Ibuprofen Perburuk Gejala Pasien Virus Corona

Studi baru menyebut ibuprofen dan obat penghilang rasa sakit dan antiinflamasi lain dapat memperburuk kondisi pasien virus Corona yang menjalani perawatan di rumah sakit, bahkan sampai meninggal dunia. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli di Korea Selatan mengklaim obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) meningkatkan risiko kematian hingga 65 persen.
Para ahli juga menemukan bahwa penggunaannya menimbulkan peningkatan risiko komplikasi jantung atau ginjal yang serius pada 85 persen pasien. Melihat ini, peneliti mengatakan obat anti-inflamasi harus digunakan secara hati-hati pada pasien COVID-19.

Dalam penelitian ini, ilmuwan di Universitas Sungkyunkwan, Seoul, Korea Selatan, mempelajari total 1.824 pasien rumah sakit yang mengidap COVID-19.

Mereka menemukan beberapa pasien yang diresepkan obat anti-inflamasi dalam rentang waktu tujuh hari sebelum bergabung dengan penelitian meninggal akibat infeksi virus Corona.

Masih belum jelas apakah pasien diresepkan NSAID sebelum masuk ke rumah sakit atau setelah menjalani perawatan tetapi belum menjadi peserta dalam penelitian.

Dalam ringkasan temuan mereka, para peneliti menyebut NSAID mungkin memaksa tubuh untuk memungkinkan lebih banyak virus menyerang melalui reseptor yang dikenal sebagai angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Covid-19 dapat menempel pada reseptor ACE2, yang sebagian besar ditemukan di saluran udara dan pembuluh darah, untuk masuk ke dalam tubuh.

"Peningkatan ACE2 yang disebabkan oleh NSAID secara teori dapat meningkatkan risiko perburukan SARS-CoV-2 yang mengakibatkan kegagalan banyak organ pada kasus yang parah," jelas pemimpin penelitian yang juga mahasiswa PhD di universitas tersebut, Han Eol Jeong, dikutip dari The Sun.
https://indomovie28.net/kamen-rider-ryuki-episode-15/

Dirawat 68 Hari Tak Sembuh-sembuh, Pasien COVID-19 di Klaten Diizinkan Mancing

Satu pasien virus Corona COVID-19 di Klaten belum juga sembuh meskipun sudah dirawat 68 hari. Pasien yang dirawat di RSD Bagas Waras itu sempat diizinkan memancing untuk mengembalikan imunitasnya.
"Masih positif terus. Yang terakhir kemarin untuk meningkatkan imunitas kita keluarkan dari ruang isolasi untuk berjemur dan senam bersama serta kita izinkan mancing di dekat lokasi berjemur," ungkap Dirut RSD Bagas Waras Klaten, dr Limawan Budi Wibowo, pada detikcom, Jumat (19/6/2020).

Limawan mengatakan pasien tersebut berasal dari Kecamatan Wonosari. Pasien bersangkutan dirawat sudah selama 68 hari.

"Sudah 68 hari dan kayaknya 8 kali uji swab. Hasilnya masih positif terus," sambung Limawan.

Kasus itu, imbuh Limawan, selain dilaporkan ke provinsi juga dilaporkan ke pemerintah pusat. Sebab untuk pembiayaan ditanggung pemerintah pusat.

"Pembiayaan dari Kemenkes. Soal berapa habisnya tidak perlu dihitung," kata Limawan.

Soal penyebabnya, Limawan menduga kemungkinan karena ada yang berbeda dengan pasien lain. Bisa jadi jenis virusnya.

"Bisa jadi jenis virusnya tapi kita tidak bisa memastikan. Kita terus beri vitamin dan kondisinya stabil," pungkas Limawan.

Juru bicara Gugus Tugas Pencegahan dan Pengendalian Corona atau COVID-19 Kabupaten Klaten dokter Cahyono Widodo mengatakan pasien yang paling lama dirawat itu berinisial P (62) warga Kecamatan Wonosari.

"Pembiayaan diklaim ke pusat. Kondisinya membaik dan semoga segera sembuh dan kita laporkan ke pusat," ungkap Cahyono pada detikcom.

Senada dengan Gugus, Camat Wonosari, M Nur Rosyid mengatakan warganya tersebut masih dirawat. Sudah lebih dari dua bulan dirawatnya.

"Sudah lebih dari dua bulan dan mungkin pasien terlama. Padahal keluarga juga sudah dirapid dan semua hasilnya negatif," terang Nur Rosyid pada detikcom.

Antibodi Cuma Bertahan 2-3 Bulan, Mungkinkah Kebal Corona Setelah Sembuh?

Menurut sebuah studi yang diterbitkan di Nature Medicine, antibodi virus Corona COVID-19 hanya bisa bertahan dua sampai tiga bulan setelah seseorang terinfeksi.
Sebelumnya, para ilmuwan memeriksa dan membandingkan 37 orang tanpa gejala (OTG) dengan 37 orang dengan gejala di Distrik Wanzhou, China. Menurut penelitian tersebut, orang tanpa gejala memiliki respons antibodi yang lebih lemah daripada yang memiliki gejala.

Dalam delapan minggu, peneliti menemukan terjadi penurunan antibodi atau kekebalan pada 81 persen pasien OTG, lebih banyak dibandingkan pasien bergejala dengan persentase 62 persen. Selain itu, peneliti menemukan ada 40 persen OTG yang antibodinya tidak terdeteksi, jauh lebih tinggi daripada pasien bergejala yang hanya 12,9 persen.

Meski penelitiannya masih kecil, para peneliti mencatat ini bisa mendorong pemimpin dunia untuk mempertimbangkan lagi keberadaan paspor imunitas. Beberapa negara sudah mempertimbangkan penerbitan paspor atau sertifikat bebas risiko COVID-19, pada orang yang memiliki antibodi terhadap virus tersebut. Ini menentukan siapa saja yang boleh beraktivitas normal setelah sembuh dari COVID-19.

Dikutip dari CNBC, para ilmuwan masih terus mempelajari aspek dari virus tersebut, termasuk bagaimana sistem kekebalan tubuh merespon virus saat seseorang terpapar. Tetapi, mereka masih tidak yakin berapa lama kekebalan itu akan bertahan, jika antibodi sudah memberikan perlindungan.

Antibodi berfungsi untuk membantu tubuh melawan infeksi dan merespon partikel asing atau antigen yang masuk ke tubuh. Sementara vaksin bekerja dengan menginduksi sistem kekebalan untuk menghasilkan molekul-molekul ini.

Namun, para pejabat di bidang kesehatan mengatakan belum ada data yang cukup untuk menunjukkan antibodi virus Corona ini bisa kebal terhadap virus. Anthony Fauci, direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, mengungkapkan vaksin mungkin tidak memberikan kekebalan jangka panjang jika COVID-19 berperilaku seperti virus Corona lainnya.

"Saat melihat sejarah virus Corona yang umumnya menyebabkan flu, daya tahan kekebalan yang bertugas melindungi hanya bertahan hampir selalu kurang dari setahun. Itu tidak memberikan banyak perlindungan terhadap tubuh," kata Fauci.
https://indomovie28.net/cold-moon/