Selasa, 23 Juni 2020

Sistem GPS China Siap Saingi Amerika

 China bersiap mengirim satelit terbarunya ke luar angkasa. Langkah ini melengkapi jaringan navigasi global miliknya agar bisa mulai melepas ketergantungan pada teknologi Amerika Serikat (AS) di bidang ini.
Apa yang dilakukan China adalah sebuah perkembangan yang signifikan karena akan memastikan sistem militer mereka bisa tetap online jika terjadi konflik dengan AS. Langkah ini juga bagian dari upaya pemerintahan Beijing meningkatkan pengaruh teknologinya di dunia.

Seperti dikutip dari CNBC, jaringan teknologi GPS China yang disebut dengan nama Beidou ini terdiri dari 30 satelit yang nantinya akan diandalkan untuk navigasi hingga pengiriman pesan. Sistem ini akan menyaingi sistem Global Positioning System (GPS) milik AS yang selama ini umum digunakan di berbagai negara.

"Militer China sekarang memiliki sistem yang dapat digunakan secara independen tidak bergantung pada GPS AS," kata Andrew Dempster, Director Australian Centre for Space Engineering Research.

Namun ada kekhawatiran persaingan dua teknologi ini nantinya akan menimbulkan masalah jika terjadi konflik berkelanjutan antara AS dan China.

"Dampak paling mendalam adalah China menjadi independen. Mereka (China) sekarang memiliki sistem yang tangguh dan dapat digunakan pada saat konflik," Christopher Newman, professor di bidang hukum dan kebijakan luar angkasa dari Northumbria University di Inggris.

Menurut keterangan di website Beidou, satelit terakhir untuk mendukung sistem navigasi China awalnya dijadwalkan meluncur pekan ini, namun harus tertunda karena masalah teknis.

Untuk diketahui, rencana kemandirian sistem navigasi China sudah dirintis sejak akhir 1990-an. Versi pertama Beidou beroperasi pada tahun 2000 dan menyediakan cakupan untuk layanan berbasis satelit ke China.

Selanjutnya, proses kedua selesai pada tahun 2012 dan fungsinya diperluas dengan menyediakan layanan untuk wilayah Asia Pasifik. Nah, versi ketiga dengan 30 satelit ini, ketika selesai nantinya akan memiliki cakupan global seperti GPS AS.

Soal Kasus Kebocoran Data, Menkominfo Lempar ke BSSN

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menanggapi kabar adanya kebocoran data hasil test COVID-19 warga Indonesia. Dia memastikan semua data aman.
"Dari sisi data center dan cloud computing, serta interoperabilitas yang ada di Kominfo hingga saat ini aman," ujarnya saat berbicara di Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Senin (22/6/2020).

Menkominfo lanjut menuturkan dirinya mendapat informasi dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang memiliki wewenang akan keamanan data dan secara khusus cleansing terakhir terkait data COVID-19 sebelum disampaikan ke dashboard Kominfo, Kemenkes dan Gugus Tugas juga berstatus aman.

Pun begitu perlu dilakukan koordinasi dan evaluasi apa yang sebenarnya terjadi. Karenanya diperlukan audit forensik yang berguna untuk meningkatkan keamanan sistem dan kualitas sumber daya manusia. Sehingga bisa mendukung keamanan data-data di berbagai aplikasi di Indonesia.

Di kesempatan ini Menkominfo menjawab pertanyaan soal tanggung jawab terkait kebocoran data. Dia menegaskan kewenangan keamanan data dan cleansing terakhir seperti data hasil tes COVID-19 ada di BSSN sebagai pintu terakhir. Sementara Kominfo punya tugas pokok melakukan penerapan aturan.

"Keamanan data, security data dari sisi cyber ada di BSSN," tegas Johnny.

"Di Kominfo dilakukan interoperabilitas dan cleansing data sebelum data diserahkan kepada BSSN, untuk dilakukan cleansing terakhir dan diserahkan kepada dashboard Kementerian Kesehatan atau Gugus Tugas Covid-19," pungkasnya.
https://cinemamovie28.com/cast/nicholas-coombe/

Rentetan Kebocoran Data di RI, Begini Langkah Menkominfo

Di saat Indonesia belum memiliki aturan yang spesifik terkait Perlindungan Data Pribadi, kasus kebocoran data pribadi masih saja terjadi di negeri ini. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan rentetan kejadian itu tengah diaudit secara forensik
Kasus kebocoran data sudah dialami Tokopedia, Bhinneka, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan data pasien COVID-19 Indonesia, meskipun untuk yang terakhir, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah membantah ada pencurian data pasien.

Johnny mengungkapkan kejadian kebocoran data ini tengah diaudit secara forensik, kemudian dievaluasi, begitu juga terkait sistem keamanannya.

"Data breach dan data leak di platform-platform digital atau aplikasi-aplikasi besar yang selama ini disampaikan ada kebocoran data, ini sedang diaudit forensik di mana dan apa sebenarnya," ucapnya Johnny saat rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, Senin (22/6/2020).

"Lalu evaluasinya bagimana, dari waktu ke waktu meningkatkan teknologi sistem keamanannya dan peningkatan kualifikasi sumber daya manusianya untuk menjaga dan mendukung keamanan data-data di berbagai aplikasi di Indonesia," sambungnya.

Kasus kebocoran data yang dilakukan hacker ini juga menjadi sinyal untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam mengamankan sistem keamanan perusahaannya.

"Ini kejar-kejaran antara peningkatan SDM, peningkatan kualitas teknologi dan kemampuan hacking," sebutnya.

Sementara itu, di sisi lain, Indonesia belum memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Adapun RUU PDP tersebut dijanjikan akan dikebut pada tahun ini, meski di tengah pandemi COVID-19.

Indonesia terbilang terlambat memiliki aturan menyangkut PDP. Sebab, lebih dari 132 negara telah memiliki instrumen hukum yang secara khusus mengatur mengenai privasi dan data pribadi warga negaranya.

Adapun di negara Asia Tenggara sudah ada empat negara yang mempunyai regulasi tentang PDP, yaitu Malaysia (2010), Singapura (2012), Filipina (2012), dan Thailand (2019).

Sistem GPS China Siap Saingi Amerika

 China bersiap mengirim satelit terbarunya ke luar angkasa. Langkah ini melengkapi jaringan navigasi global miliknya agar bisa mulai melepas ketergantungan pada teknologi Amerika Serikat (AS) di bidang ini.
Apa yang dilakukan China adalah sebuah perkembangan yang signifikan karena akan memastikan sistem militer mereka bisa tetap online jika terjadi konflik dengan AS. Langkah ini juga bagian dari upaya pemerintahan Beijing meningkatkan pengaruh teknologinya di dunia.

Seperti dikutip dari CNBC, jaringan teknologi GPS China yang disebut dengan nama Beidou ini terdiri dari 30 satelit yang nantinya akan diandalkan untuk navigasi hingga pengiriman pesan. Sistem ini akan menyaingi sistem Global Positioning System (GPS) milik AS yang selama ini umum digunakan di berbagai negara.

"Militer China sekarang memiliki sistem yang dapat digunakan secara independen tidak bergantung pada GPS AS," kata Andrew Dempster, Director Australian Centre for Space Engineering Research.

Namun ada kekhawatiran persaingan dua teknologi ini nantinya akan menimbulkan masalah jika terjadi konflik berkelanjutan antara AS dan China.

"Dampak paling mendalam adalah China menjadi independen. Mereka (China) sekarang memiliki sistem yang tangguh dan dapat digunakan pada saat konflik," Christopher Newman, professor di bidang hukum dan kebijakan luar angkasa dari Northumbria University di Inggris.

Menurut keterangan di website Beidou, satelit terakhir untuk mendukung sistem navigasi China awalnya dijadwalkan meluncur pekan ini, namun harus tertunda karena masalah teknis.

Untuk diketahui, rencana kemandirian sistem navigasi China sudah dirintis sejak akhir 1990-an. Versi pertama Beidou beroperasi pada tahun 2000 dan menyediakan cakupan untuk layanan berbasis satelit ke China.

Selanjutnya, proses kedua selesai pada tahun 2012 dan fungsinya diperluas dengan menyediakan layanan untuk wilayah Asia Pasifik. Nah, versi ketiga dengan 30 satelit ini, ketika selesai nantinya akan memiliki cakupan global seperti GPS AS.
https://cinemamovie28.com/star/anshul-kataria/