China bersiap mengirim satelit terbarunya ke luar angkasa. Langkah ini melengkapi jaringan navigasi global miliknya agar bisa mulai melepas ketergantungan pada teknologi Amerika Serikat (AS) di bidang ini.
Apa yang dilakukan China adalah sebuah perkembangan yang signifikan karena akan memastikan sistem militer mereka bisa tetap online jika terjadi konflik dengan AS. Langkah ini juga bagian dari upaya pemerintahan Beijing meningkatkan pengaruh teknologinya di dunia.
Seperti dikutip dari CNBC, jaringan teknologi GPS China yang disebut dengan nama Beidou ini terdiri dari 30 satelit yang nantinya akan diandalkan untuk navigasi hingga pengiriman pesan. Sistem ini akan menyaingi sistem Global Positioning System (GPS) milik AS yang selama ini umum digunakan di berbagai negara.
"Militer China sekarang memiliki sistem yang dapat digunakan secara independen tidak bergantung pada GPS AS," kata Andrew Dempster, Director Australian Centre for Space Engineering Research.
Namun ada kekhawatiran persaingan dua teknologi ini nantinya akan menimbulkan masalah jika terjadi konflik berkelanjutan antara AS dan China.
"Dampak paling mendalam adalah China menjadi independen. Mereka (China) sekarang memiliki sistem yang tangguh dan dapat digunakan pada saat konflik," Christopher Newman, professor di bidang hukum dan kebijakan luar angkasa dari Northumbria University di Inggris.
Menurut keterangan di website Beidou, satelit terakhir untuk mendukung sistem navigasi China awalnya dijadwalkan meluncur pekan ini, namun harus tertunda karena masalah teknis.
Untuk diketahui, rencana kemandirian sistem navigasi China sudah dirintis sejak akhir 1990-an. Versi pertama Beidou beroperasi pada tahun 2000 dan menyediakan cakupan untuk layanan berbasis satelit ke China.
Selanjutnya, proses kedua selesai pada tahun 2012 dan fungsinya diperluas dengan menyediakan layanan untuk wilayah Asia Pasifik. Nah, versi ketiga dengan 30 satelit ini, ketika selesai nantinya akan memiliki cakupan global seperti GPS AS.
Soal Kasus Kebocoran Data, Menkominfo Lempar ke BSSN
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menanggapi kabar adanya kebocoran data hasil test COVID-19 warga Indonesia. Dia memastikan semua data aman.
"Dari sisi data center dan cloud computing, serta interoperabilitas yang ada di Kominfo hingga saat ini aman," ujarnya saat berbicara di Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Senin (22/6/2020).
Menkominfo lanjut menuturkan dirinya mendapat informasi dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang memiliki wewenang akan keamanan data dan secara khusus cleansing terakhir terkait data COVID-19 sebelum disampaikan ke dashboard Kominfo, Kemenkes dan Gugus Tugas juga berstatus aman.
Pun begitu perlu dilakukan koordinasi dan evaluasi apa yang sebenarnya terjadi. Karenanya diperlukan audit forensik yang berguna untuk meningkatkan keamanan sistem dan kualitas sumber daya manusia. Sehingga bisa mendukung keamanan data-data di berbagai aplikasi di Indonesia.
Di kesempatan ini Menkominfo menjawab pertanyaan soal tanggung jawab terkait kebocoran data. Dia menegaskan kewenangan keamanan data dan cleansing terakhir seperti data hasil tes COVID-19 ada di BSSN sebagai pintu terakhir. Sementara Kominfo punya tugas pokok melakukan penerapan aturan.
"Keamanan data, security data dari sisi cyber ada di BSSN," tegas Johnny.
"Di Kominfo dilakukan interoperabilitas dan cleansing data sebelum data diserahkan kepada BSSN, untuk dilakukan cleansing terakhir dan diserahkan kepada dashboard Kementerian Kesehatan atau Gugus Tugas Covid-19," pungkasnya.
https://cinemamovie28.com/cast/nicholas-coombe/