Rapat Komisi VI DPR RI dan BUMN karya menghasilkan enam kesimpulan. Kesimpulan rapat dibacakan Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza di Komisi VI DPR Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Kesimpulan pertama, Komisi VI dapat menerima penjelasan pencairan utang pemerintah ke PT Hutama Karya (Persero) tahun anggaran 2020 sebesar Rp 1,88 triliun yang berupa kekurangan pembayaran pemerintah terhadap pembelian lahan proyek jalan tol tahun 2016-2020.
Kedua, Komisi VI dapat menerima penjelasan pencairan utang pemerintah kepada PT Wijaya Karya (Persero) Tbk tahun anggaran 2020 sebesar Rp 59,9 miliar yang berupa kekurangan penggantian pembebasan lahan proyek jalan Tol Serang-Panimbang dari tahun 2018-2020.
Ketiga, Komisi VI dapat menerima penjelasan pencairan utang pemerintah kepada PT Waskita Karya (Persero) Tbk sebesar Rp 8,9 triliun yang berupa outstanding pokok dana talangan yakni pada tol yang kepemilikannya mayoritas Rp 2,76 triliun dan tol minoritas Rp 943,9 miliar, outstanding cost of fund tol mayoritas Rp 506,7 miliar dan minoritas Rp 497,9 miliar, selisih cost of fund tol mayoritas Rp 838,9 miliar dan minoritas Rp 1,42 triliun,
Ada juga piutang LRT Sumatera Selatan sebesar Rp 1,92 triliun bersumber dari realokasi anggaran Kementerian Perhubungan.
Keempat, Komisi VI meminta Hutama Karya, Wijaya Karya dan Waskita Karya untuk segera melakukan renegosiasi terhadap kreditur agar bisa menekan cost of fund sekecil mungkin sesuai dengan pembayaran utang pemerintah kepada Hutama Karya, Wijaya Karya dan Waskita Karya.
Kelima, Komisi VI akan membahas pencairan utang pemerintah ke BUMN tahun 2020 pada rapat pleno Komisi VI sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rapat kerja dengan Menteri BUMN.
Keenam, Komisi VI meminta Hutama Karya, Wijaya Karya dan Waskita Karya untuk memberikan jawaban tertulis dalam waktu paling lama 10 hari kerja atas pertanyaan anggota Komisi VI DPR.
Wah Bansos Salah Sasaran! Pejabat Eselon I Masuk Daftar Penerima
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa membeberkan permasalahan penyaluran bantuan sosial (bansos) di lapangan. Salah satunya penerima bansos salah sasaran.
Dia mencontohkan pejabat eselon I di Bappenas ada yang masuk daftar penerima bansos.
"Di kantor saya eselon I dapat, bayangkan gitu, karena mungkin yang dipakai data yang lama. Bukan Kementerian Sosial yang salah, bukan dia (penerima) juga yang salah. Waktu pemutakhiran tahun berapa diambil dan diambil di KK-nya itu untuk Jakarta, kan aneh bin ajaib," kata dia dalam rapat kerja gabungan dengan Komisi VIII di Gedung DPR RI, Rabu (1/7/2020).
Lebih lanjut Suharso mengatakan ada juga orang kaya di Jakarta yang 'dipaksa' menerima bansos karena permasalahan data tersebut.
"Karena kami juga ada di lapangan, kami backup data di lapangan, apa yang terjadi kita tahu persis, misalnya ada orang-orang yang mampu, rumahnya gedongan di Jakarta tapi dipaksa harus menerima," sebutnya.
Dia pun menjelaskan bahwa pemerintah melakukan perbaikan data-data tersebut dan saat ini sedang berjalan.
"Jadi kita merasakan itu, kita melihat itu, bukan kita tanpa melihatnya. Jadi soal verifikasi, validasi itu sedang berproses sampai hari ini. Karena itulah ada program perbaikan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) untuk tahun 2021," tambahnya.
https://indomovie28.net/black-clover-episode-24-subtitle-indonesia/