Minggu, 09 Agustus 2020

Kemenkes Sebut Belajar di Sekolah Bisa Dilakukan di Zona Kuning Corona

 Sekertaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI Oscar Primadi menyampaikan kebijakan baru terkait belajar-mengajar di masa pandemi COVID-19. Jika sebelumnya pembelajaran tatap muka hanya bisa dilakukan di zona hijau, saat ini siswa di zona kuning Corona bisa belajar di sekolah.
"Berdasarkan evaluasi penerapan SKB, diambil kebijakan relaksasi pembelajaran tatap muka sehingga dapat dilakukan di satuan pendidikan di zona hijau dan zona kuning," tutur Oscar dalam webinar Pengumuman Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 di Youtube Kemendikbud, Jumat (7/8/2020).

Untuk bisa melaksanakan proses belajar-mengajar tatap muka di zona hijau dan kuning harus mendapatkan izin dari pemerintah daerah setempat, artinya keputusan untuk memulai sekolah atau belajar tatap muka juga dikembalikan kepada daerah. Adapun di zona merah dan oranye, pembelajaran masih akan dilakukan secara online atau jarak jauh.

"Apabila didapatkan kasus positif pada satuan pendidikan di wilayah zona hijau atau kuning, maka kegiatan pembelajaran tatap muka dihentikan dan dikembalikan kepada pembelajaran jarak jauh dari rumah," jelas Oscar.

Kementerian Kesehatan juga mengingatkan agar pembelajaran tatap muka di zona kuning tetap mengedepankan kesehatan dan keselamatan anak. Protokol kesehatan seperti memakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan harus diterapkan dengan disiplin tinggi.

Berdasarkan peta zonasi per 2 Agustus, ada 163 daerah yang termasuk dalam kategori zona kuning dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Uji Klinis Obat Herbal Corona Masuk Tahap Akhir, Target Selesai 15 Agustus

 LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) bersama para ahli dari, Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan, dan tim dokter Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, melakukan penelitian kandidat obat imunomodulator suplemen herbal Indonesia untuk virus Corona.
Imunomodulator sendiri merupakan obat yang digunakan untuk memperbaiki atau meningkat sistem imunitas tubuh.

Studi ini menguji dua produk herbal asal Indonesia yakni, jamur cordyceps militaris dan kombinasi herbal yang terdiri dari rimpang jahe, meniran, sambiloto dan daun sembung. Kombinasi herbal ini pun sudah memiliki prototype dan data awal serta sudah memiliki izin edar dari BPOM.

Menurut Kepala Kelompok Penelitian Center for Drug Discovery dan Development, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Masteria Yunovilsa Putra, mengatakan suplemen herbal yang dilakukan disebut sudah memasuki tahap akhir uji klinis. Tim peneliti telah merekrut subjek penelitian dari 90 partisipan.

"Kalau uji kliniknya memakai metode uji klinik imunomodulator dilakukan secara acak terkontrol tersamar ganda dengan plasebo untuk menjaga dari terjadinya bias pada penelitian. Terdapat 2 produk uji dan 1 plasebo yang diberikan secara acak dan merata kepada 90 subjek uji, sehingga terdapat 30 subjek uji untuk masing-masing kelompok," kata Masteria, saat dihubungi detikcom Jumat (7/82020).

Selain itu, Masteria mengatakan alasan kenapa suplemen tersebut menggunakan bahan-bahan yang herbal, karena bahan herbal tersebut sudah secara empiris digunakan turun-temurun oleh nenek moyang.

"Karena bahannya sudah dipakai secara turun temurun oleh nenek moyang kita, kemudian sudah terjamin keamanannya dan ada bukti saintifiknya," tambah Masteria.

Masteria juga menambahkan, suplemen ini akan ditargetkan selesai pada 15 Agustus mendatang, dan hasil akhir akan disubmit ke BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
https://indomovie28.net/three-minute-partner-2/

Seorang Remaja Meninggal Usai Makan Popcorn, Ternyata Punya Alergi Ini

Seorang remaja 14 tahun meninggal setelah makan popcorn. Diketahui ia memiliki alergi terhadap susu. Ia meninggal setelah timbul reaksi alergi terhadap popcorn yang ia makan selama perjalanan menuju bioskop.
Dikutip dari Metro Uk, Ruben Bousquet (14), meninggalkan EpiPen di rumah saat ia mengunjungi Odeon BFI IMAX di Waterloo London untuk menonton film bersama orang tuanya pada 18 April 2018.

Saat pemutaran film berlangsung, ia mulai merasa tidak enak badan pada pukul 08.30 malam dan langsung bergegas pulang ke Balham. Ibu Ruben Bousquet, Judith Bousquet mengatakan remaja itu merasa tercekat tenggorokannya saat mereka tiba di sana.

Southwark Coroners Court diberi tahu bahwa Ruben sebelumnya rutin mengunjungi bioskop yang sama saat masih anak-anak dan pernah makan popcorn dengan merek yang sama sebelumnya.

Alergi makanan memang telah dialami secara turun-temurun pada keluarganya, dan disebutkan Ruben tidak membawa obat pada hari kematiannya. Dia diperkirakan memiliki alergi terhadap susu yang digunakan untuk membuat popcorn, namun belum pasti penyebab kematiannya.

Pengadilan mendengar Ruben merasakan sakit selama film tersebut berlangsung dan dibawa pulang. Ibu Ruben, dan manajer SDM, mengatakan bahwa Ruben bernapas dengan baik ketika mereka masuk ke dalam mobil, tetapi ketika perjalanan berlanjut, dia mulai mengeluh gatal-gatal pada dadanya.

"Setelah Ruben mengeluhkan ia tidak enak badan, kami langsung pulang, dan disitu ia tidak melihatkan tanda-tanda stres yang hebat. Saat di mobil pun suami saya bertanya, bagaimana nafasnya. Ruben menjawab, tidak apa-apa," jelas Ibu Ruben.

"Tapi sekitar dua sampai tiga menit dari rumah dia mulai menarik-narik tenggorokannya. Dia bahkan tidak bisa berbicara, saya bisa melihat dia berjuang, berjuang dengan segalanya. Dadanya kembung dan bengkak" tambahnya.

Setibanya di rumah, ibu Ruben memberikan dua suntikan EpiPen. Setelah suntikan kedua, Ruben jatuh pingsan sebelum ibunya memulai untuk CPR. Tidak lama setelah itu, tiba ambulan untuk ambil alih resusitasi sebelum Ruben di bawa ke Rumah Sakit Anak Evelina di pusat kota London, di mana dia kemudian meninggal.

Ruben diberi EpiPen setelah didiagnosis alergi terhadap bahan makanan tertentu pada usia 18 bulan. Dia juga menderita asma, konjungtivitis, dan eksim, selain alergi makanannya. Ruben alergi terhadap susu sapi, telur mentah, dan kedelai.

Hasil Rapid Test Diragukan, Bagaimana Jika Mau Bepergian?

 Saat masa PSBB mulai dilonggarkan, pemerintah mulai memperbolehkan masyarakat bepergian meski dengan beberapa persyaratan. Salah satu syarat untuk melakukan perjalanan adalah dengan memiliki surat keterangan memiliki hasil pemeriksaan RT-PCR negative atau rapid test nonreaktif.
Pemeriksaan dengan tes cepat antibodi atau rapid test banyak ditentang oleh para ahli karena memiliki sensitivitas yang rendah untuk menentukan diagnosa COVID-19. Kemungkinan terjadi hasil negatif palsu ataupun positif palsu dari rapid test cenderung tinggi sehingga dampaknya bisa berbahaya dan merugikan.

"Terkait dengan orang-orang yang bepergian domestik apalagi tes PCR-nya agak lama artinya memang kita harus pastikan bepergiannya terbatas, harus memiliki alasan yang sangat kuat kenapa harus bepergian," kata pakar biologi molekuler Ahmad Utomo dalam webinar Society of Indonesian Science Journalist dan ditulis Jumat (7/8/2020).

"Karena ya kalau dengan rapid test itu memberikan false sense of security jadi justru bisa jadi masalah baru," sambungnya.

Ahmad meminta agar masyarakat menunda melakukan perjalanan jika tidak mendesak. Terlebih di masa pandemi COVID-19 masih ada banyak kemungkinan untuk tertular baik di pesawat atau tempat tujuan akhir.

Beberapa waktu lalu, Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik juga menegaskan bahwa pemeriksaan PCR atau rapid test yang negatif tidak bisa menjamin seseorang bebas dari paparan SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19. Baik rapid test atau PCR tidak bisa dijadikan persyaratan layak melakukan perjalanan orang selama pandemi Corona, terlebih jika masa berlakunya 14 hari pada saat keberangkatan.

Untuk meminimalisir terjadinya penularan dan lonjakan kasus saat bepergian, PDS PatKlin, dalam rilisnya, menyarankan untuk melakukan pemeriksaan TCM (tes cepat molekuler) atau pemeriksaan antigen virus Corona dnegan sampel swab atau saliva di stasiun atau bandara sesaat sebelum seseorang melakukan perjalanan yang tentunya dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan.

"Penerapan protokol kesehatan secara ketat dan benar (pakai masker dan face shield, jaga jarak, cuci tangan) selama dalam perjalanan," tulis keterangan tersebut.