Bereda kabar soal China yang mengkremasi mayat secara tertutup, karena jumlah pasien virus korona terus bertambah. Kremasi tanpa identifikasi dilakukan, konon untuk menutupi data sesungguhnya.
Mengutip Mirror, kabar ini diketahui dari William Yang, seorang reporter asal Deutsche-Welle, yang mengklaim China menyembunyikan jumlah kematian yang sebenarnya dengan mengirim korban untuk dilakukan kremasi tanpa mengidentifikasi mereka.
"Media China yang kredibel @initiumnews mewawancarai orang-orang yang bekerja di tempat-tempat kremasi lokal, mengkonfirmasi bahwa banyak mayat dikirim langsung dari rumah sakit ke pusat-pusat kremasi tanpa mengidentifikasi dengan benar pasien ini, yang berarti ada pasien yang meninggal karena virus tetapi tidak ditambahkan ke catatan resmi," tulisnya.
Menanggapi hal ini, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate, menegaskan kabar tersebut adalah hoax.
"Adanya disinformasi katanya korban virus corona dikremasi di China itu hoax. Lalu wudhu dapat mencegah penyebaran virus corona juga itu disinformasi, dan penumpang lion air meninggal atau virus korona sudah masuk di Pekanbaru itu hoax," jelasnya saat ditemui di Konferensi Pers, Gedung Serbaguna Kemenkominfo, Senin (3/2/2020).
Tak Hanya Virus Corona, Kenapa Kita Sering Terinfeksi Penyakit dari Hewan?
Wabah virus corona baru (2019-nCoV) kian mengkhawatirkan, lantaran telah menginfeksi 17.238 orang dan menyebabkan 362 orang meninggal dunia. Para peneliti menduga virus ini berasal dari kelelawar.
Mengapa kita lebih sering terinfeksi penyakit yang berasal dari hewan?
Dikutip dari BBC, dalam 50 tahun terakhir sejumlah penyakit menular telah menyebar dengan cepat, seperti human immunodeficiency virus (HIV) yang diduga berasal dari kera, lalu flu burung, flu babi, severe acute respiratory syndrome (SARS) berasal dari kelelawar dan musang, middle east respiratory syndrome (MERS) berasal dari unta, dan Ebola yang juga berasal dari kelelawar.
Sebagian besar hewan membawa patogen atau mikroorganisme parasit, seperti bakteri dan virus yang dapat menyebabkan penyakit. Tak hanya itu, patogen pun dapat berevolusi, tergantung dari inang baru yang ditinggalinya.
Layaknya suatu pertarungan, sistem kekebalan inang yang baru mencoba untuk membunuh patogen. Namun patogen melawan balik dengan cara berevolusi, hingga akhirnya di antara mereka akan ada yang menang dan kalah.
Penyakit yang berasal dari inang baru umumnya akan lebih berbahaya. Sebab patogen sudah melakukan evolusi jauh lebih kuat dari sebelumnya.
Pertumbuhan kota yang kian pesat juga berpengaruh dalam penyebaran penyakit ini. Sebab hewan liar akan lebih nyaman tinggal di pemukiman dan mencari makan dari sampah yang ditinggalkan manusia.
Hal ini menyebabkan interaksi antara hewan liar dan manusia akan lebih sering terjadi. Terlebih lagi padatnya penduduk dan mobilitas yang tinggi membuat penyakit lebih mudah menyebar.
Tak Cuma di Pernapasan, Virus Corona Kini Ditemukan Juga di Feses
Semenjak muncul akhir Desember 2019 lalu, wabah virus corona semakin menyebar. Tidak hanya pada saluran pernapasan, untuk pertama kalinya 2019-nCov ditemukan di dalam feses pria berusia 35 tahun, yang dirawat di Pusat Medis Regional Providence Everett di Washington.
Sebelumnya, hal ini ternyata sudah diteliti oleh para ilmuwan. Mereka memperkirakan, virus corona sama dengan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang dapat ditemukan di usus atau saluran pencernaan.
"Virus SARS dan corona sama-sama mengikat reseptor protein dalam tubuh. Itu terjadi dikeluarkan melalui paru-paru dan usus. Itu sebabnya kedua organ itu bisa menyebarkan virus tersebut," kata Fang Li, seorang profesor ilmu kedokteran hewan dan biomedis di Universitas Minnesota yang dikutip dari Bloomberg.
John Nicholls profesor patologi klinis di Universitas Hong Kong memperkirakan penyebaran virus corona melalui feses ini disebabkan oleh toilet di China, yang umumnya tidak memiliki penutup.
"Selain itu, bisa juga menular dari kebiasaan tidak mencuci tangan dengan air dan sabun setelah keluar dari kamar mandi," kata Nicholls.
Menanggapi hal ini, wakil direktur jenderal Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, Zi Jian Feng mengungkapkan ada beberapa kasus virus corona yang tidak menampakan gejala khas. Gejalanya seperti demam, batuk, dan pneumonia.
"Fokus awal untuk mendeteksi pasien virus ini dengan demam dan pneumonia. Tapi, kami sekarang mengerti, bahwa ada beberapa pasien yang mungkin mengalami gejala (virus) gastrointestinal hingga diare," jelasnya.
Scott Lindquist, ahli epidemiologi negara untuk penyakit menular di Departemen Kesehatan Washington mengatakan, hal ini menjadi penemuan baru yang sangat menarik dan menambah pengetahuan tentang virus corona.
https://nonton08.com/riot/