Kamis, 08 Oktober 2020

COVID-19 Disebut Merusak Sel Testis, Benarkah Bisa Bikin Mandul?

 Baru-baru ini, sebuah studi mengungkap virus Corona COVID-19 dapat merusak sel testis. Hal ini diungkap para peneliti di Israel.

Hasil studi menunjukkan jumlah sperma pria yang terinfeksi berkurang setengahnya, 30 hari setelah dinyatakan positif COVID-19. Motilitas pria juga disebut terhambat.


Akibatnya, para peneliti menyimpulkan sperma tidak bisa berenang dengan baik. Peneliti juga menyebut hal ini terjadi pada pasien bergejala ringan COVID-19.


"Virus Corona dapat merusak testis dengan mengikat sel reseptor ACE2," sebut Dr Dan Aderka dari Sheba Medical Center, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan kepada Jerusalem Post, dikutip dari The Sun.


Menurut Dr Aderka, penelitian dilakukan pada 12 pasien yang meninggal usai tertular COVID-19, mengungkapkan bahwa virus Corona terdeteksi di 13 persen sperma mereka.


"Ada penurunan 50 persen dalam volume, konsentrasi, dan motilitas sperma pada pasien dengan penyakit sedang, bahkan 30 hari setelah diagnosis," lanjut Dr Aderka.


Namun, ahli lain menanggapi kemungkinan menurunnya jumlah sperma tidak semata-mata didasari infeksi COVID-19. Mengapa?


Para ahli mengklaim bahwa itu lebih mungkin disebabkan oleh demam, salah satu gejala utama COVID-19 daripada penyebab langsung infeksi. Demam disebut dapat mempersulit tubuh untuk membuat sperma, tetapi produksinya pulih setelah infeksi berlalu.


"Orang yang terkena COVID-19 kemungkinan sedang tidak enak badan, bahkan influenza akan menyebabkan penurunan jumlah sperma untuk sementara," sebut Profesor Allan Pacey, mantan ketua British Fertility Society.


"Pertanyaannya adalah apakah itu permanen dan apakah itu dapat dipulihkan," lanjutnya.


Menanggapi studi tersebut, ia mengingatkan pasien yang meninggal usai terinfeksi COVID-19 memiliki kondisi tertentu yang umumnya lebih parah. Studi di Israel pun belum peer-reviewed.


"Mereka juga cenderung lebih tua, yang akan menyebabkan jumlah sperma mereka turun," katanya, menanggapi studi.


Sementara itu, Profesor Virologi Ian Jones dari University of Reading mengatakan virus Corona perlu berjalan dalam aliran darah untuk mencapai testis, yang menurutnya 'tidak secara umum' seperti yang dilakukan virus.


"Situs utama replikasi virus adalah saluran pernapasan dan untuk mencapai tempat lain, virus harus berjalan dalam aliran darah," sebut Prof Ian Jones.

https://nonton08.com/mole-of-life/


Saling Pinjam Headset dengan Orang Lain? Hati-hati, Ini Bahayanya


Benda sehari-hari tanpa disadari bisa menjadi sarang bakteri. Saling meminjamkan barang pribadi bisa menularkan berbagai penyakit akibat infeksi kuman.

Salah satu benda yang kerap saling dipinjamkan adalah headset. Serba salah memang, kalau tidak merelakan headsetnya dipinjam kadang-kadang disangka pelit, tetapi kalau dipinjamkan maka yang terjadi adalah saling bertukar bakteri.


Kuman tertentu tidak memicu masalah pada seseorang, tetapi bisa jadi penyakit ketika hinggap di tubuh orang lainnya. Ini yang harus diantisipasi, terlebih di tengah pandemi virus Corona COVID-19.


Benda-benda pribadi yang sebisa mungkin tidak saling dipinjamkan antara lain sebagai berikut:


1. Sabun batang

Sabun batang yang dipakai bersama dengan orang lain akan menyebabkan penumpukan bakteri, jamur, dan ragi. Bila sabun sudah terkontaminasi, justru tidak akan efektif lagi dalam membunuh kuman.


2. Sepatu

Sepatu dapat membuat kaki menjadi lembab karena banyaknya keringat yang keluar. Air keringat yang menempel pada sepatu, tentu akan menyimpan banyak jamur. Bila sepatu digunakan bersama, maka dapat menularkan berbagai masalah infeksi jamur, misalnya kutu air di kaki.


3. Deodoran

Deodoran dapat menyebabkan perpindahan kuman, bakteri, jamur, dan ragi dari satu orang ke orang lain. Belum lagi, kamu tidak mengetahui seberapa kotornya kulit dan rambut dari ketiak orang lain.


4. Headset

Semakin sering seseorang menggunakan headset, semakin banyak juga jumlah bakteri dari telinga yang terpapar di headset tersebut. Oleh sebab itu, headset seharusnya menjadi barang privasi yang tak boleh dipinjamkan kepada orang lain.

https://nonton08.com/hit-run/

Berlebihan Pakai Gadget Selama Pandemi, Gangguan Cemas di RSJ Meningkat

 Pandemi COVID-19 berbanding lurus dengan peningkatan jumlah pasien yang mengalami gangguan cemas ke rumah sakit jiwa Jawa Barat. Berdasarkan survei Puslitbangkes Kemenkes 2020, 6,8 persen masyarakat Indonesia mengalami gangguan cemas. 85,3 persen di antaranya tidak mengalami gangguan psikiatri.

Dari persentase masyarakat Indonesia yang mengalami gangguan cemas, 8 persen di antaranya berasal dari Jawa Barat, Jakarta dan Banten. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mahfum jika, tekanan psikologis semakin berat begitu melihat dampak dari pandemi yang belum jelas akhirnya.


"Belum hadirnya vaksin, isu isolasi sosial, stigma, kehilangan pekerjaan, perubahan cara belajar mengajar dan tingginya juga kekerasan rumah tangga sebagai dampak terjadinya perceraian itu adalah sesuatu yang tidak bisa kita sepelekan," kata Kang Emil dalam keterangan resminya, ditulis Kamis (8/10).


Meluasnya berita bohong atau hoaks menciptakan ketakutan dan kekhwatiran masyarakat yang berlebihan. Menurutnya, tantangan di era digital ini bukan mencari informasi, tetapi memilah informasi yang bisa berdampak negatif.


"Juga pada anak-anak ada sistem yang mengharuskan menjalani pendidikan di rumah atau jarak jauh. Ini juga membuat stres kepada anak dan orang tua apalagi keterbatasan internet dan lainnya. Sungguh sangat memprihatinkan," imbuhnya.


Sebagai langkah antisipasi untuk dampak mental yang lebih parah, RSJ Provinsi Jawa Barat pun menyiapkan Crisis Center di Cisarua Kabupaten Bandung Barat dan Grha Atma Bandung. Layanan Konsultasi Jiwa Online (KJOL) pun diluncurkan untuk mengatasi permasalahan kejiwaan dengan berdialog dengan psikiater atau psikolog secara virtual.


Masyrakat pun bisa melakukan pemeriksaan dini lewat aplikasi tersebut seperti mengisi Tes Kuisioner SDS, Kuisioner SCL, Kesehatan Jiwa, Kecanduan gadget, Deteksi dini bunuh diri dan tes lainnya.


"Yang terbaru, lahirnya layanan konsultasi jiwa online atau KJOL RSJ Jabar yang sekarang lagi meningkat. Keberadaannya ini adalah respons terhadap meningkatnya permasalahan kejiwaan di masa pandemi. KJOL ini jadi solusi memudahkan petugas untuk screening mana yang cukup via telepon atau datang secara fisik. Keren sekali saya apresiasi," ujarnya.


Direktur Utama RSJ Jabar Elly Marliyani mengatakan, ada peningkatan durasi penggunaan gawai selama pandemi. Ia menjelaskan, berdasarkan penelitian RSCM FK UI di bulan April-Juni 2020, terjadi peningkatan waktu rata-rata penggunaan gawai hingga 11,6 jam perhari dan peningkatan kecanduan internet pada remaja sebesar 19,3 persen.


Alih-alih memberikan ketenganan, penggunaan gawai yang berlebihan berpotensi menyebabkan stress bagi orangtua maupun anak.


"Terbukti sejak pandemi, terjadi peningkatan kunjungan pasien Gangguan cemas di RSJ sampai dengan September 2020 sebanyak 14 persen dibandingkan bulan yang sama pada tahun 2019," ujar Elly.

https://nonton08.com/the-darkness/


COVID-19 Disebut Merusak Sel Testis, Benarkah Bisa Bikin Mandul?


Baru-baru ini, sebuah studi mengungkap virus Corona COVID-19 dapat merusak sel testis. Hal ini diungkap para peneliti di Israel.

Hasil studi menunjukkan jumlah sperma pria yang terinfeksi berkurang setengahnya, 30 hari setelah dinyatakan positif COVID-19. Motilitas pria juga disebut terhambat.


Akibatnya, para peneliti menyimpulkan sperma tidak bisa berenang dengan baik. Peneliti juga menyebut hal ini terjadi pada pasien bergejala ringan COVID-19.


"Virus Corona dapat merusak testis dengan mengikat sel reseptor ACE2," sebut Dr Dan Aderka dari Sheba Medical Center, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan kepada Jerusalem Post, dikutip dari The Sun.


Menurut Dr Aderka, penelitian dilakukan pada 12 pasien yang meninggal usai tertular COVID-19, mengungkapkan bahwa virus Corona terdeteksi di 13 persen sperma mereka.


"Ada penurunan 50 persen dalam volume, konsentrasi, dan motilitas sperma pada pasien dengan penyakit sedang, bahkan 30 hari setelah diagnosis," lanjut Dr Aderka.


Namun, ahli lain menanggapi kemungkinan menurunnya jumlah sperma tidak semata-mata didasari infeksi COVID-19. Mengapa?


Para ahli mengklaim bahwa itu lebih mungkin disebabkan oleh demam, salah satu gejala utama COVID-19 daripada penyebab langsung infeksi. Demam disebut dapat mempersulit tubuh untuk membuat sperma, tetapi produksinya pulih setelah infeksi berlalu.


"Orang yang terkena COVID-19 kemungkinan sedang tidak enak badan, bahkan influenza akan menyebabkan penurunan jumlah sperma untuk sementara," sebut Profesor Allan Pacey, mantan ketua British Fertility Society.


"Pertanyaannya adalah apakah itu permanen dan apakah itu dapat dipulihkan," lanjutnya.


Menanggapi studi tersebut, ia mengingatkan pasien yang meninggal usai terinfeksi COVID-19 memiliki kondisi tertentu yang umumnya lebih parah. Studi di Israel pun belum peer-reviewed.


"Mereka juga cenderung lebih tua, yang akan menyebabkan jumlah sperma mereka turun," katanya, menanggapi studi.

https://nonton08.com/the-33/