Maskapai penerbangan THAI Airways yang bangkrut kini banting setir menjadi penjual gorengan olahan sendiri. Gorengan itu adalah patong-go sejenis roti goreng atau cakwe yang per bulannya bisa menghasilkan omzet sekitar 10 juta baht setara Rp 4,7 miliar (kurs Rp 473,9/baht).
Presiden Thai Airways, Chansing Treenuchagron mengatakan, gorengan itu sangat populer sampai orang-orang rela antre panjang membelinya tiap pagi.
Dikutip dari Bangkok Post, Sabtu (10/10/2020), setiap kotak patong-go dihargai sebesar 50 baht (Rp 23.695) berisi 3 gorengan dan sebungkus saus celup yang terbuat dari ubi ungu dan telur custard.
Atas popularitas dan kesuksesan tersebut, mereka berencana membuat franchise atas produk gorengan tersebut.
Sejauh ini, Thai Airways baru punya lima gerai patong-go yang tersebar di seluruh Bangkok. Kelima gerai itu berlokasi di toko roti Puff & Pie di pasar Or Tor Kor, di kantor pusatnya di distrik Chatuchak, gedung Rak Khun Tao Fa, gedung THAI Catering di distrik Don Muang, serta kantor cabang THAI Airways di Silom.
Jajanan gorengan itu juga dijual di dua gerai di provinsi Chiang Mai. THAI Airways rutin menjualnya di pagi hari, tapi beberapa outlet tidak setiap hari buka.
Untuk diketahui, THAI Airways bangkrut setelah bertahun-tahun mismanajemen keuangan dan diperparah oleh pandemi virus Corona (COVID-19).
Maskapai ini dinyatakan bangkrut dengan total utang 332,2 miliar baht (Rp 160,2 triliun). Pengadilan Kebangkrutan Sentral kemudian memberikan persetujuan untuk restrukturisasi utang.
https://cinemamovie28.com/deep-web/
Ini Perjalanan Maskapai yang Bangkrut hingga Jualan Gorengan
Pandemi Corona kembali menelan korban di dunia penerbangan. Terbaru, ada maskapai Thai Airways asal Negeri Gajah Putih yang dinyatakan bangkrut.
Maskapai ini sudah menghentikan layanannya sejak April lalu karena pandemi virus Corona (COVID-19). Sejak saat itu maskapai ini tak bisa lagi mengembalikan dana tiket (refund) kepada konsumen yang sudah telanjur membeli tiket mereka.
Dikutip dari berbagai sumber, public relation Thai Airways menegaskan tidak dapat menawarkan refund karena Pengadilan Kepailitan Pusat di Bangkok menerima permintaan atas maskapai tersebut untuk melakukan rehabilitasi utang berdasarkan undang-undang kepailitan Thailand pada Rabu 27 Mei 2020.
Nilai tiket yang tidak bisa di-refund tersebut diperkirakan mencapai 24 miliar baht Thailand atau setara dengan Rp 11 triliun (asumsi kurs Rp 456 per baht).
Pemegang tiket dianggap sebagai kreditor dan maskapai ini memiliki kewajiban berdasarkan hukum yang mencegahnya untuk mengembalikan uang. Namun, Thai Airways berjanji akan mengembalikan uang dalam waktu 6 bulan tanpa pemotongan biaya apa pun sejak kasus tersebut. Solusi lainnya, maskapai itu menawarkan konsumen untuk mengganti tiket dengan voucher perjalanan yang bernilai sama besarnya.
Thai Airways juga berjanji untuk terus menjaga pelanggan yang memegang tiket yang valid, serta pelanggan pemegang kartu prioritas Royal Orchid Plus. Seorang juru bicara Thai Airways mengatakan maskapai itu yakin akan bisa membalikkan keadaan dan mengatasi krisis yang telah menimpa perusahaan penerbangan secara global ini.
Dalam situs resminya saat itu, maskapai menyebutkan bahwa mereka akan melanjutkan operasi pada Juli mendatang ketika perbatasan ekonomi perlahan mulai dibuka kembali dan penumpang bisa kembali terbang.
"Namun, kembali (beroperasinya penerbangan) yang direncanakan pada Juli 2020 masih dalam pertimbangan. THAI sedang memantau situasi dan langkah-langkah pencegahan dan penguncian di setiap negara serta permintaan perjalanan untuk melanjutkan layanan ketika situasi Covid-19 membaik," tulis manajemen Thai dilansir Bangkok Post.