Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengaku telah menjajal GeNose, alat pendeteksi COVID-19 yang dikembangkan UGM. Sultan berharap alat tersebut bisa segera diproduksi untuk mempercepat proses screening COVID-19.
"Ya GeNose itu masih diuji klinis ya. Itu kan pakai disebul (ditiup), ya harapan saya itu bisa lebih murah daripada rapid test apalagi swab sama PCR kan lebih mahal," katanya saat ditemui wartawan di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta, Kamis (15/10/2020).
Ngarsa Dalem pun mengungkapkan pengalamannya mencoba GeNose pada hari Senin (12/10/2020). Menurutnya, terdapat angka-angka yang muncul setelah dia mencobanya.
"Ya tapi kalau kemarin pada waktu saya nyoba ya keluar angka-angkanya, tetapi tidak bisa dibaca oleh kita, yang bisa membaca adalah petugas dan berdasarkan grafik. Nah, nanti dokter yang bisa baca, supaya jujur (hasilnya)," ujarnya.
Oleh karena itu, Sultan mengaku tidak mengetahui secara detail hasil dari ujicoba saat menjajal GeNose. Mengingat hanya dokter yang mampu membaca hasilnya.
"Jadi mereka ada hijau, ada merah, ada kuning bisanya hanya seperti itu, petugas juga tahunya hanya itu. Karena itu hanya dokter yang bisa baca, (mungkin agar) jangan sampai ada manipulasi dari data itu," ucap Sultan.
https://cinemamovie28.com/my-daughters-friend/
Terlepas dari hal tersebut, Ngarsa Dalem berharap GeNose segeralah bisa diproduksi secara massal. Terlebih sudah banyak rumah sakit yang memesan alat tersebut.
"Tapi kalau tidak keliru setiap kali sebulan itu tempatnya dibuang, ganti tempat seperti sarung yang kena udara dari mulut dibuang, satu alat itu kira-kira bisa 2500an (sekali uji), jadi tidak tahu harganya berapa," katanya.
"Ya semoga bisa cepat diselesaikan karena rumah sakit rumah sakit sudah pada pesan sehingga momentum itu bisa digunakan," imbuh Ngarsa Dalem.
Diberitakan sebelumnya, salah satu peneliti GeNose, dr Dian Kesumapramudya Nurputra menambahkan, saat ini pihaknya sedang dalam persiapan uji diagnosis di sembilan rumah sakit. Bahkan bimbingan teknis untuk uji diagnosis pun sudah berjalan.
Nantinya, jika semuanya berjalan lancar, tim peneliti berharap pada pertengahan November 2020 atau paling tidak di akhir November 2020, proses produksi massal GeNose bisa dimulai.
"Kalau surat kelayakan uji fungsi dari alat ini sudah keluar dan komite etik sudah oke, pertengahan November sudah bisa mulai produksi massal," katanya.
"Tapi itu juga masih menunggu, karena setelah uji diagnosis, kita juga harus presentasi ke Kemenkes RI dulu, apa hasil yang dikeluarkan alat betul-betul akurat, baru Kemenkes RI mengeluarkan izin edar," imbuh Dian.
Tekait status kegunaan alat ini, Dian menyebut untuk saat ini terlalu dini jika GeNose disebut alat diagnosis COVID-19. Karena untuk bisa mencapai standar diagnosis, dari ilmu kedokteran mensyaratkan sebuah alat harus punya akurasi medis, meliputi sensitivitas, spesifisitas, dan Positive Predictive Value yang nilainya harus di atas standar.
"Karena belum ada hasil uji diagnosisnya, kita baru bisa mengatakan posisi alat ini sekarang masih bersifat alat screening mendampingi rapid test dan PCR," ucap Dian.
Sebelumnya peneliti GeNose, Dian Kesumapramudya Nurputra, memaparkan GeNose bekerja mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC) yang terbentuk karena adanya infeksi COVID-19 yang keluar bersama napas melalui embusan napas ke dalam kantong khusus. Selanjutnya diidentifikasi melalui sensor-sensor yang kemudian datanya akan diolah dengan bantuan kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence).
GeNose disebut telah melalui uji profiling dengan menggunakan 600 sampel data valid di Rumah Sakit Bhayangkara dan Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid Bambanglipuro di Yogyakarta hasilnya menunjukkan tingkat akurasi tinggi, yaitu 97 persen. Setelah melalui uji klinis tahap pertama, saat ini GeNose tengah memasuki uji klinis tahap kedua.