Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan telah menetapkan iuran baru yang diterapkan per 1 Juli 2020. Besaran iuran BPJS Kesehatan ditetapkan berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
"Dalam kondisi pandemi, risiko sakit akan semakin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat. Pemerintah berusaha memastikan peserta tetap dalam kondisi aktif," kata Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf dikutip dari situs BPJS Kesehatan.
Berikut besar iuran BPJS Kesehatan:
1. Kelas 1 BPJS Kesehatan Rp 150 ribu
2. Kelas 2 BPJS Kesehatan Rp 100 ribu
3. Kelas 3 BPJS Kesehatan Rp 42 ribu.
Untuk kelas tiga, peserta hanya membayar Rp 25.500 dan sisanya sebesar 16.500 ditanggung pemerintah untuk tahun 2020. Besar iuran BPJS Kesehatan yang baru diterapkan per 1 Jui 2020 untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Peserta tidak perlu khawatir jika merasa terbebani dengan iuran BPJS Kesehatan, hingga tidak mampu bayar. Masyarakat bisa turun kelas sesuai kemampuan bayar iuran BPJS Kesehatan.
"Untuk peserta kelas 1 dan kelas 2, apabila peserta merasa tidak mampu membayar dengan skema iuran yang baru, BPJS Kesehatan akan memfasilitasi penyesuaian atau pindah kelas sesuai dengan kemampuannya," kata Iqbal.
Berikut cara mengubah kelas BPJS Kesehatan:
1. Melalui Care Center BPJS Kesehatan 1500 400
2. Melalui mobile customer service
3. Melalui aplikasi Mobile JKN
4. Datang langsung ke kantor BPJS Kesehatan.
Iqbal berharap masyarakat punya perlindungan sosial termasuk jaminan kesehatan dengan status kepesertaan aktif. Kondisi ini menjamin perlindungan kesehatan dan pembiataan saat masyarakat sakit.
Pemerintah ingin memastikan pelayanan kesehatan kepada peserta JKN-KIS tidak terhambat, meski tengah mengalami pandemi COVID-19. BPJS Kesehatan tentunya terus memperbaiki dan meningkatkan layanan pada peserta.
https://indomovie28.net/ellie-parker/
Hasil Swab Pertama Negatif Tapi Kedua Positif, Kok Bisa? Ini Penjelasannya
Tes usap atau swab jadi cara untuk menentukan apakah seseorang tertular COVID-19 atau tidak. Tingkat keakuratan tes swab juga lebih tinggi daripada metode pemeriksaan lainnya.
Hanya saja, ada kasus di mana hasil swab pertama negatif lalu selang beberapa hari setelahnya dia dinyatakan positif COVID-19 saat menjalani tes kedua. Seperti yang dialami oleh pembalap Valentino Rossi.
Sebelum dipastikan positif, Rossi sempat menjalani 2 tes dengan hasil yang berbeda. Tes pertama hasilnya negatif, tetapi yang kedua hasilnya positif COVID-19.
Apa sih yang menyebabkan hasil tes Corona bisa berbeda?
Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, PhD, mengatakah hal ini tergantung pada natural history kasusnya. Kemungkinan di awal paparan sekitar 2-3 hari atau pasca paparan, infeksi pada pasien belum terdeteksi.
"Di awal paparan dengan pasien (2-3 hari) pertama mungkin belum terdeteksi, namun bisa menjadi posisi setelah 5-7 hari pasca paparan," jelas Ahmad saat dihubungi detikcom, Jumat (16/10/2020).
"Beda lagi kasusnya pasien suspek sesak nafas, di pcr positif. Lalu setelah dirawat menjadi negatif," lanjutnya.
Ahmad mengatakan, 'shopping hasil PCR' atau tes berulang kali di lab dan di hari yang berbeda dianggap tidak lazim. Menurutnya, selama tes PCR dilakukan di lab PCR yang kredibel tidak perlu di tes ulang.
Namun, jika kasus tersebut sudah menunjukkan gejala klinis dan data lab (CT Scan, darah, dan lainnya) menunjukkan gejala COVID-19, harus dipastikan kembali.
"Maka harus dipastikan sampling berulang, kalau perlu dari sumber sampel yang berbeda, seperti sputum dan feses di samping swab rongga napas atas," kata Ahmad.