Di tengah pandemi COVID-19, Boyolali juga berjibaku melawan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD), yang kecenderungannya mengalami peningkatan. Sebanyak 22 desa di 9 kecamatan merupakan daerah endemis penyakit akibat gigitan nyamuk aedes aegypti ini.
"Kasus DBD di Boyolali ini ada kecenderungan untuk mengalami peningkatan, dimana di tahun 2017 itu ada 36 kasus, kemudian di tahun 2018 itu meningkat menjadi 41 kasus dan puncaknya ada di tahun 2019 ada 149 kasus," ungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Ratri S Survivalina, di kantornya jalan Pandanaran Senin (19/10/2020).
Sedangkan di tahun 2020 ini, jelas dia, hingga bulan Oktober jumlah kasus DBD kurang lebih 91 kasus. Di tahun ini juga ada kasus kematian akibat DBD sebanyak 2 kasus.
Dikemukakan Lina, terdapat 22 desa di Boyolali yang tersebar di 10 wilayah Puskesmas atau 9 kecamatan masuk daerah endemis DBD. Jumlahnya kasusnya tertinggi atau sering muncul kasus DBD, yang pertama yakni Desa Sambi, Kecamatan Sambi. Kemudian Desa Donohudan, Kecamatan Ngemplak dan Desa Karanggeneng, Kecamatan Boyolali Kota.
"Paling sering ini di Desa Sambi, Kecamatan Sambi. Kedua Desa Donohudan, Kecamatan Ngemplak. Desa Karanggeneng, Boyolali juga cukup banyak," imbuh dia.
Lina menyatakan, Dinas Kesehatan Boyolali telah melakukan sejumlah program untuk menekan angka kasus DBD ini. Antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan 3 M plus (menguras, menutup dan mengubur) serta program Jumantik, satu rumah satu juru pemantau jentik.
Namun, program-program tersebut dinilai kurang memberikan hasil yang maksimal. Pasalnya, di daerah endemis DBD itu sampai saat ini masih selalu muncul kasus DBD setiap tahunnya.
https://indomovie28.net/throne-2015/
"(Program-program) Ini ternyata kurang memberikan hasil yang memuaskan. Karena ternyata dari 10 Puskesmas dan 22 desa endemis di Boyolali ini sampai saat ini masih selalu muncul, ada kasus yang positif (DBD) dari tahun ke tahun. Sehingga Dinkes Boyolali berupaya untuk membuat satu inovasi atau terobosan program untuk mengendalikan DBD ini melalui satu cara yang disebut sebagai ternak nyamuk," ujar dia.
Program ternak nyamuk tersebut akan menjadi program baru Dinkes Boyolali dalam mengendalikan kasus DBD. Jenis nyamuk yang diternakkan yakni nyamuk aedes aegypti, namun jenisnya yang sudah mengandung bakteri Wolbachia.
"Ternak nyamuk itu, jadi nyamuk aedes aegypti ini akan kita ternakkan namun jenis yang diternakkan ini jenis yang sudah mengandung bakteri Wolbachia. Ternyata setelah hasil penelitian dari World Mosquito Program di Yogyakarta selama 10 tahun, dari 2011 sampai saat ini, ternyata nyamuk aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia ini tidak menjadi sumber penularan demam berdarah," terangnya.
Bahkan, lanjut Lina, bisa memberantas penyakit demam berdarah. Karena kalau nyamuk-nyamuk itu dilepas di tempat-tempat umum atau tempat-tempat perindukan nyamuk, dia akan kawin dengan nyamuk lokal yang belum mengandung bakteri wolbachia.
"Dengan perkawinan tersebut akhirnya nyamuk-nyamuk yang berada di lingkungan tersebut ini menjadi nyamuk yang mengandung bakteri sehingga lama-lama nyamuk-nyamuk yang ada disitu tidak menjadi sumber penularan DBD lagi," tambah dia.
"Hari ini kita sedang menghadirkan nara sumber dari World Mosquito Program, hari ini kita adalah sosialisasi untuk seluruh pejabat struktural dan juga kepala Puskesmas yang mempunyai desa endemis. Sehingga nanti tahun 2021 program Dinkes untuk pemberantasan DBD di Boyolali kita tambah satu lagi yaitu dengan program ternak lemut (nyamuk)," sambungnya.
Untuk pelaksanaan program yang merupakan inovasi baru ini, pihaknya harus melibatkan masyarakat untuk bersedia dan mau menernakkan nyamuk. Hal ini pun perlu pendekatan dan pembimbingan, sehingga keberhasilan program ini pun juga harus dievaluasi kurang lebih selama tiga tahun.
https://indomovie28.net/priests-2015/
#Cokelathitamdanalmond #Telurrebus #Sardenkalengan #Edamame #camilansehat