Dari data terbaru yang dihimpun peneliti di Office for National Statistics (ONS) menunjukkan gejala mana yang paling umum dilaporkan penderita COVID-19. Gejala tersebut bukan batuk kering seperti gejala khas virus Corona.
Mereka mengungkapkan bahwa gejala yang paling sering dilaporkan orang-orang yang dites positif terinfeksi virus Corona, yaitu hilangnya kemampuan indra penciuman atau perasa yang disebut anosmia.
Sebanyak 20-50 persen pasien COVID-19 yang berusia di lebih dari 35 tahun mengalami anosmia. Sementara itu, 15-25 persen mengalami demam, dan 13-18 persen lainnya mengalami batuk.
Perbandingan ini terlihat lebih mencolok pada pasien COVID-19 yang berusia di bawah 35 tahun. Sebanyak 60 persen mengalami anosmia, 15-25 persen demam, dan kurang dari 10 persen mengalami batuk.
Berdasarkan data pada 15 Agustus hingga 26 Oktober, jumlah pasien yang positif COVID-19 dengan gejala kehilangan kemampuan indra penciuman dan perasa ini meningkat paling banyak di semua kalangan umum.
"Orang yang dites positif umumnya lebih cenderung memiliki gejala kehilangan rasa atau bau, dan demam," tulis laporan penelitian tersebut yang dikutip dari Mirror UK, Rabu (25/11/2020).
Pada pasien anak-anak, hanya sebagian kecil yang mengalami gejala batuk. Ini menunjukkan batuk menjadi gejala yang kurang spesifik untuk COVID-19 Pada anak usia sekolah.
"Tingkat anak-anak usia sekolah yang positif COVID-19 dan mengalami gejala batuk tetap rendah selama periode tersebut (saat ini sekitar 5 persen). Sementara untuk mereka yang berusia lebih atau kurang dari 35 tahun yang mengalami gejala batuk, hanya meningkat sebesar 10-15 persen,"
Bahkan sepertiga anak-anak yang dites positif COVID-19 tidak mengalami satu dari 20 gejala Corona yang dialami orang dewasa. Ini artinya banyak dari mereka yang memang tidak menunjukkan gejala.
https://cinemamovie28.com/movies/beyaz-melek/
4 Risiko Jika Terlalu Sering Mengonsumsi Mi Instan
Mi instan sejak lama jadi menu andalan anak kos saat bekal kiriman dari orang tua mulai menipis. Hal ini disebabkan karena harga mi instan yang murah serta penyajiannya yang sangat mudah.
Mi instan adalah mi yang sudah dimasak, diproses dan dikeringkan yang tersedia dengan sebungkus bubuk penyedap atau minyak bumbu. Walaupun praktis, kandungan nutrisi pada makanan ini tidak banyak dan sering mengonsumsinya dapat berakibat buruk pada kesehatan.
Dikutip dari Pillarsofindia, berikut 5 risiko akibat berlebihan mengonsumsi mi instan:
1. Menyebabkan malnutrisi pada anak-anak
Anak-anak mudah tergiur dengan iklan yang menarik, termasuk iklan mi instan. Beberapa orang tua beranggapan bahwa mi instan sudah cukup mengisi perut anak-anak.
Nyatanya, mi instan sangat rendah nutrisi esensial. Untuk itu, kekurangan nutrisi dapat terjadi pada anak-anak yang sering mengonsumsi makanan tersebut.
2. Meningkatkan tekanan darah
Kandungan garam yang tinggi dalam mi instan dapat meningkatkan tekanan darah. Selain peningkatan tingkatan darah, konsumsi mi instan secara teratur juga dapat menyebabkan penyakit jantung.
3. Penyebab obesitas
Banyak merek mi instan menggunakan Maida (tepung olahan) sebagai bahan pokok. Salah satu efek utama dari konsumsi tepung maida berlebihan adalah obesitas yang berhubungan dengan hipertensi serta jantung koroner.
4. Kematian akibat stroke
Mi instan yang kaya garam tidak hanya dikaitkan dengan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung, tetapi juga dengan penyakit stroke. Sebuah penelitian yang dilakukan di berbagai restoran mi instan di Jepang mengungkapkan bahwa seringnya mengonsumsi mi instan berkaitan dengan tingginya angka kematian akibat stroke.