Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut vaksin COVID-19 yang telah tiba di Indonesia belum bisa langsung didistribusikan ke masyarakat. Pasalnya, pemerintah masih perlu menunggu soal fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Selain itu, juga menunggu fatwa dari MUI untuk aspek kehalalannya," papar Airlangga dalam konferensi pers virtual terkait kedatangan vaksin COVID-19, Senin (7/12/2020).
Tidak hanya menunggu fatwa halal dari MUI, Airlangga juga menyebut vaksin juga perlu menunggu evaluasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hal ini bertujuan untuk memastikan soal aspek mutu, keamanan, dan efektivitasnya.
Setelah itu, vaksin baru bisa didistribusikan secara bertahap ke masyarakat. Itu pun harus dilakukan sesuai dengan sasaran prioritas, yaitu tenaga kesehatan dan petugas pelayanan publik.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Selain itu, aturan juga tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 98 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pengadaan Vaksin COVID-19.
Nantinya, vaksin akan dibagikan melalui dua tahap. Pertama, secara gratis. Kedua, berbayar secara mandiri.
"Aturan rinci untuk kedua skema tersebut akan segera diterbitkan dalam satu sampai dua minggu ke depan," pungkasnya.
Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin COVID-19 buatan Sinovac tiba di Indonesia dari China pada Minggu (6/12/2020).
https://trimay98.com/movies/star-wars-the-rise-of-skywalker/
Kisah Haru Dokter Tangani Pasien COVID-19 Bergejala Berat di Wisma Atlet
Relawan dokter di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Aulia Giffarinnisa menceritakan pengalamannya menjadi petugas kesehatan yang menangani pasien COVID-19. Disebutkan, Aulia bertugas untuk menangani pasien yang masuk kategori bergejala berat.
"Agak tertekan ketika menghadapi pasien yang ngeyel karena tidak nyaman dalam perawatan. Kadang mereka sering melepas selang oksigen padahal mereka sangat perlu hanya mereka merasa tidak nyaman," jelasnya, seperti dikutip dari laman resmi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nasional, Senin (7/12/2020).
Jika ada pasien dalam kondisi tersebut, Aulia menyebut akan melakukan pendekatan secara psikologis. Ia berusaha memahami bahwa para pasien merasa tertekan karena tidak ditemani oleh keluarga.
"Mereka hanya didampingi dokter dan tenaga kesehatan. Salah satu pengalaman tidak terlupakan menyaksikan bagaimana proses pasien yang satu bulan dirawat dengan gejala parah sekali hingga akhirnya bisa sembuh dan dinyatakan negatif dan diijinkan pulang," tambahnya.
Aulia sendiri mulai menjadi dokter relawan COVID-19 sejak September 2020 lalu. Selama ia bertugas, banyak suka duka yang telah dilewatinya. Terlebih lagi, pada September lalu tempat tidur di kompleks Wisma Atlet hampir penuh.
"Awalnya takut, namun akhirnya cepat beradaptasi. Sistem kerja shift 8 jam namun karena memakai APD maka harus bersiap satu jam sebelumnya. Selama bertugas juga tidak boleh membuka APD jadi tidak boleh buang air dan terpaksa puasa," katanya.
Meski Aulia termasuk dokter muda dan datang dari daerah, Aulia merasa aman dan nyaman selama melayani pasien. Dia juga tidak merasa berjarak dengan tenaga medis dan kesehatan lainnya.
"Di sini semuanya satu misi untuk menangani COVID-19 jadi semuanya disiplin. Beda dengan di luar, masih ada yang cuek dengan protokol kesehatan," tuturnya.
Aulia berpesan untuk masyarakat luas, agar jangan menunggu dan berpikir lama untuk berkontribusi mulai dari hari yang paling kecil dan mudah dilakukan.
"Kontribusi minimal yang dapat dilakukan adalah mencegah penularan dari diri sendiri dan orang di sekitar. Laksanakan protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun," pungkasnya.