Rabu, 30 Desember 2020

Jabar Waspadai Hipertensi di Masa Pandemi

 Hipertensi menjadi komorbid atau penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan pada kasus-kasus kematian COVID-19 di Jawa Barat. Fakta itu terungkap dalam Pertemuan Advokasi Penguatan Strategis Penyakit Tidak Menular (PTM) yang digelar secara virtual bersama Dinas Kesehatan kabupaten/kota secara virtual, Senin (28/12/2020).

Dalam forum tersebut mengemuka, 9,67 persen atau nyaris 5 juta orang warga Jabar mengidap hipertensi. Angka tersebut melebihi rata-rata nasional yang berada di angka 8,36 persen.


Berdasarkan data yang dihimpun detikcom dari Dinas Kesehatan Jabar, pada 2016 lalu ditemukan 790.382 kasus hipertensi dari 8.029.245 penduduk berusia lebih dari 18 tahun. Penemuan kasus tertinggi ditemukan di Kota Cirebon (17,18 persen) dan terendah di Kabupaten Pangandaran (0,05 persen).


Selain hipertensi, penyakit tidak menular (PTM) lainnya adalah diabetes mellitus (DM), penyakit jantung dan penyakit paru obstruksi kronik menjadi komorbid yang juga banyak ditemukan pada kasus-kasus kematian COVID-19.


"Jangan hanya COVID-19 yang menjadi fokus, tetapi PTM pun harus menjadi perhatian kita semua," ujar Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum dalam keterangannya, ditulis Selasa (29/12/2020).


Data nasional menunjukkan penyakit penyerta (komorbid) pada kasus COVID-19 terbanyak sekaligus angka tertinggi pada kematian adalah hipertensi atau darah tinggi.


Selain hipertensi, penyakit diabetes mellitus (DM), penyakit jantung dan penyakit paru obstruksi kronik menjadi komorbid yang paling banyak ditemukan pada kasus-kasus kematian COVID-19.


Menurut Uu, PTM lebih berbahaya pada masa pandemi karena meningkatkan risiko kematian pada pasien terinfeksi COVID-19. "Yang berbahaya adalah mereka yang sudah memiliki PTM dan terkena COVID-19," kata Kang Uu.


Pertemuan dengan dinkes kabupaten/kota, katanya, bertujuan memberikan penguatan kembali kepada tenaga di dunia kesehatan untuk tidak mengabaikan PTM. Menurutnya, anggaran besar pun tak akan membawa hasil maksimal tanpa adanya koordinasi.


"Karena memang ini yang paling berbahaya," ujarnya.

https://cinemamovie28.com/movies/bound/


DPR Sebut Terawan Tak Mau Beli, Ini 6 Vaksin COVID-19 yang Akhirnya Dipakai


Ketua Komisi VI DPR yang juga Ketua DPP PKB Faisol Riza menyinggung kabar soal Indonesia batal beli vaksin COVID-19 dari sejumlah produsen seperti AstraZeneca dan Sinopharm.

Ia menyebut pembatalan ini disebabkan karena eks Menteri Kesehatan yang saat itu dijabat oleh dr Terawan Agus Putranto, tidak menandatangi kontrak kerjasama pembelian vaksin.


"Kemudian upaya melakukan pembelian vaksin, baik Sinopharm, Sinovac, maupun AstraZeneca, yang kabarnya gagal karena menteri... Menteri Kesehatan sebelumnya tidak mau tanda tangan dan ini semua tentu jadi catatan," jelas Faisol Riza.


Terkait kedatangan vaksin AstraZeneca, pada 14 Oktober 2020, Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi, menandatangani letter of intent (LoI) tentang kerjasama pengadaan vaksin. Indonesia menyatakan permintaan akan kandidat vaksin dari AstraZeneca untuk pengadaan sebesar 100 juta dosis pada 2021.


Lalu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860 Tahun 2020 yang ditandatangani oleh eks Menkes Terawan pada 3 Desember, ada 6 enam vaksin virus Corona COVID-19 yang akan digunakan di Indonesia.


"Menetapkan jenis vaksin Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd, sebagai jenis vaksin COVID-19 yang dapat digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia," tulis keputusan tersebut.


Vaksin COVID-19 tersebut baru bisa digunakan setelah mendapat izin edar atau persetujuan penggunaan darurat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).


Dalam keputusan tersebut dituliskan pula bahwa Menkes dapat mengubah daftar jenis vaksin COVID-19 yang akan digunakan di Indonesia berdasarkan rekomendasi dari Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional.

https://cinemamovie28.com/movies/candyman/

Hadapi Varian Corona Baru, Satgas COVID-19 IDI: Tak Cukup dengan Vaksin

 Varian baru Corona COVID-19 yang dilaporkan di Inggris belakangan ini jadi perhatian dunia. Varian COVID-19 B117 disebut-sebut berbahaya karena bisa sampai 71 persen lebih mudah menular bila dibandingkan jenis COVID-19 lain.

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia, Profesor Dr Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM, mengatakan mutasi pada virus sebetulnya bukan hal istimewa. Hanya saja kasus ini menjadi spesial karena mutasi menyebabkan perubahan sifat yang kemudian perlu diteliti lebih jauh.


Prof Zubairi mengatakan sampai sejauh ini masih ada keyakinan vaksin COVID-19 yang tengah dikembangkan efektif untuk mencegah varian baru. Hanya saja ia mengingatkan agar semua pihak jangan lengah karena vaksin saja tidak akan cukup.


Kecepatan distribusi vaksin sulit menyaingi laju peningkatan kasus COVID-19 bila protokol kesehatan tidak serius diterapkan. Terlebih dengan adanya varian baru yang lebih mudah menular.


"Memang tidak bisa mengandalkan vaksin saja karena ini sangat cepat. Bayangkan saja di Inggris diperhitungkan dalam waktu dua minggu itu 90 persen virus yang ada di sana adalah (varian) virus yang baru," kata Prof Zubairi dalam konferensi pers yang disiarkan BNPB, Selasa (29/12/2020).


"Jadi 71 persen tadi juga maknanya harus disesuaikan dengan di lapangan," lanjutnya.

https://cinemamovie28.com/movies/the-diary-of-a-teenage-girl/


Jabar Waspadai Hipertensi di Masa Pandemi


 Hipertensi menjadi komorbid atau penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan pada kasus-kasus kematian COVID-19 di Jawa Barat. Fakta itu terungkap dalam Pertemuan Advokasi Penguatan Strategis Penyakit Tidak Menular (PTM) yang digelar secara virtual bersama Dinas Kesehatan kabupaten/kota secara virtual, Senin (28/12/2020).

Dalam forum tersebut mengemuka, 9,67 persen atau nyaris 5 juta orang warga Jabar mengidap hipertensi. Angka tersebut melebihi rata-rata nasional yang berada di angka 8,36 persen.


Berdasarkan data yang dihimpun detikcom dari Dinas Kesehatan Jabar, pada 2016 lalu ditemukan 790.382 kasus hipertensi dari 8.029.245 penduduk berusia lebih dari 18 tahun. Penemuan kasus tertinggi ditemukan di Kota Cirebon (17,18 persen) dan terendah di Kabupaten Pangandaran (0,05 persen).


Selain hipertensi, penyakit tidak menular (PTM) lainnya adalah diabetes mellitus (DM), penyakit jantung dan penyakit paru obstruksi kronik menjadi komorbid yang juga banyak ditemukan pada kasus-kasus kematian COVID-19.


"Jangan hanya COVID-19 yang menjadi fokus, tetapi PTM pun harus menjadi perhatian kita semua," ujar Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum dalam keterangannya, ditulis Selasa (29/12/2020).


Data nasional menunjukkan penyakit penyerta (komorbid) pada kasus COVID-19 terbanyak sekaligus angka tertinggi pada kematian adalah hipertensi atau darah tinggi.


Selain hipertensi, penyakit diabetes mellitus (DM), penyakit jantung dan penyakit paru obstruksi kronik menjadi komorbid yang paling banyak ditemukan pada kasus-kasus kematian COVID-19.


Menurut Uu, PTM lebih berbahaya pada masa pandemi karena meningkatkan risiko kematian pada pasien terinfeksi COVID-19. "Yang berbahaya adalah mereka yang sudah memiliki PTM dan terkena COVID-19," kata Kang Uu.


Pertemuan dengan dinkes kabupaten/kota, katanya, bertujuan memberikan penguatan kembali kepada tenaga di dunia kesehatan untuk tidak mengabaikan PTM. Menurutnya, anggaran besar pun tak akan membawa hasil maksimal tanpa adanya koordinasi.


"Karena memang ini yang paling berbahaya," ujarnya.

https://cinemamovie28.com/movies/dressed-to-kill/