Beredar pesan berantai yang viral disebarkan melalui WhatsApp menyebut pasien jantung disarankan tidak meminum obat tertentu saat akan disuntik vaksin COVID-19. Disebutkan bahwa obat tersebut akan menghambat pembentukan antibodi Corona.
"Saya ulangi ya clopidogrel (plavix, cog, dll) statin (lipitor, crestor simvastatin, atorvastatin, rosuvastatin) di stop mulai hari ke 7 sebelum vaksin sampai hari ke 21 (sesudah vaksinasi ke 2) karena menghambat pembentukan antibodi," tulis pesan viral tersebut.
Menanggapi, spesialis jantung dan pembuluh darah dari RS Siloam Karawaci, dr Vito A Damay, SpJP, mengatakan pesan tersebut keliru. Sebab tak ada keharusan menghentikan konsumsi obat-obatan di atas bagi pasien jantung dalam konteks vaksinasi Corona.
Ia menjelaskan clopidogrel adalah obat pengencer darah yang biasa dikonsumsi oleh pasien serangan jantung atau pasien yang memasang ring jantung. Sementara statin adalah obat penurun kolesterol yang memiliki efek anti peradangan yang menurunkan risiko serangan jantung pada pasien yang mengidap penyakit jantung koroner.
"Pada pasien yang baru saja mendapat pemasangan ring, clopidogrel seringkali dikombinasikan dengan obat pengencer darah lain untuk mencegah sumbatan mendadak pada ring yang baru saja dipasang. Menghentikan obat tersebut sama saja meningkatkan risiko sumbatan mendadak pada pembuluh darah koroner atau yang dikenal sebagai serangan jantung," kata dr Vito kepada detikcom, Rabu (3/3/2021).
Pemberian obat clopidogrel boleh dihentikan sementara jika ada prosedur medis tertentu yang bersifat pembedahan atau kondisi medis tertentu seperti pendarahan yang sulit dihentikan. Namun pemberhentian ini tentunya dengan evaluasi individual dari tim dokter yang merawat.
"Sejauh ini tidak ada larangan melanjutkan clopidogrel terkait vaksinasi," tegasnya.
Sedangkan statin, menurut dr Vito adalah obat untuk menurunkan kolesterol jahat. Pada pasien serangan jantung maupun saat pasang ring jantung, obat ini menurunkan efek inflamasi sehingga mencegah terjadinya serangan jantung ulang.
"Efek anti inflamasi dari obat ini jangan dicampur-baurkan dengan mengatakan menekan antibodi kekebalan tubuh. Ini hal yang berbeda," pesan dr Vito.
Rekomendasi kardiologis soal vaksin untuk pasien jantung
Sesuai rekomendasi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PP PERKI), tidak semua yang mengidap penyakit jantung dilarang menerima vaksin Corona. Kondisi-kondisi tertentu membolehkan mereka menerima vaksin Corona.
Misalnya pasien jantung yang dalam keadaan stabil dan baik. Tidak ada keluhan sakit dada, tidak ada sesak napas, aktivitas seperti biasa, rutin kontrol dan baik-baik saja selama dalam tiga bulan terakhir.
https://kamumovie28.com/movies/mr-vampire-iii/
Bahaya di Balik Kebiasaan 'Sebats' Dulu Sehabis Makan Menurut Dokter Gizi
Sebagian orang memiliki kebiasaan 'sebats' alias sebatang rokok dulu setelah makan. Salah satu tujuannya, untuk menghindari rasa ingin konsumsi camilan manis, atau bahkan untuk menekan nafsu makan.
Dokter gizi Dr dr Nurpudji Taslim, SpGK (K), MPH meluruskan, rokok sebenarnya sama sekali tak berfungsi menekan rasa lapar. Bahkan ia sebutkan, hingga kini belum ada riset yang membuktikan bahwa rokok efektif cegah nafsu makan berlebih.
Namun sesuai pengamatannya, rokok kerap membuat konsumennya keasyikan sampai-sampai lupa soal rasa laparnya.
"Bukan karena penekanan (rasa lapar) akibat rokoknya, tapi karena tidak ada kesempatan, begitu asyiknya merokok, kesempatan untuk makan pun terbengkalai. Sebenarnya dalam hal ini apakah rokok menekan nafsu makan, yang pasti kesempatan mereka untuk konsumsi makanan karena rokok jadi hilang. Ini kebiasaan yang sangat buruk," ujarnya dalam webinar peringatan Hari Obesitas Sedunia, Rabu (3/3/2021).
Ia menambahkan, pada pengidap obesitas, rokok hanya akan memperburuk kondisi. Pengidap obesitas sudah rentan mengalami gangguan pernapasan. Jika ditambah konsumsi rokok, risiko timbul gangguan pernapasan jelas meningkat.
Meski konsumsi nikotin disebut efektif menekan nafsu makan, dokter endokrin Prof Dr dr Ketut Suastika, SpPD-KEMD tegaskan bahwa rokok bukan solusi untuk mengurangi makan, apalagi menurunkan berat badan.
"Ada sih kalau orang suka merokok sampai lupa makan, kemudian tidak berhenti, tidak ada waktu untuk ngemil, nafsu makan jadi berkurang. Yang jelas, bukan rokok obat obesitas, itu sudah pasti. Jangan berpikir lebih baik merokok daripada gemuk. Itu salah besar," ujarnya turut menghadiri webinar.